Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Fadli Imamuddin merupakan salah satu atlet Indonesia yang berprestasi dalam Asian Para Games 2018. Ia merebut 1 medali emas, 1 perak, dan 1 perunggu dari empat nomor balap sepeda yang dia ikuti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Fadli, prestasi itu menjadi bukti keberhasilannya bangkit dari keterpurukan setelah mengalami kecelakaan dalam ajang balap sepeda motor kelas Supersport 600 cc dalam Asia Road Racing Championship (ARRC) seri kedua 2015 di Sirkuit Internasional Sentul, Bogor, Jawa Barat. Kecelakaan itu merenggut sebagian kaki kirinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia sempat terpukul, tapi tak berlama-lama berkubang dalam trauma. "Kalau trauma (karena kecelakaan), berarti selesai hidupnya. Ngapain lagi hidup," katanya ketika ditemui Tempo di Solo pada September lalu, saat bersiap tampil dalam Asian Para Games.
Ia kemudian beralih menjadi atlet para-cycling (olahraga bersepeda bagi para penyandang disabilitas), dan tak butuh waktu lama baginya meraih sukses.
Melalui akun Instagram-nya, @mfadly43, lelaki 34 tahun itu mengisahkan perjuangannya meraih medali emas dalam kesempatan terakhirnya. Pada lomba pertama, ia gagal jadi yang terbaik.
“Saya berharap medali emas dapat diperoleh dari nomor favorit saya (Individual Time Trial C4). Tapi hasilnya hanya medali perak. #nevergiveup,” demikian ditulis Fadli menggunakan bahasa Inggris pada deskripsi empat foto dirinya saat berpacu di lintasan. Sejak dua hari lalu, unggahan berjudul "Target of Gold Medal" itu mendapat 9.896 likes dan 129 komentar.
Pada nomor kedua, road race, Fadli berharap dapat meraih medali emas untuk membalas kekalahannya di nomor individual time trial. Tapi di nomor tersebut Fadli hanya finis di urutan keempat. Ia kecewa, tapi tak mau menyerah. “It’s worse by not going to the podium #nevergiveup again,” ujarnya.
Di nomor ketiga, tim sprint putra C1-5, yang terdiri atas tiga pembalap, Fadli berharap agar keajaiban menghampiri timnya yang beranggotakan Habib Saleh dan Mathin Losu. “Bersyukur mendapatkan medali perunggu karena itu (team sprint) bukan nomor spesialis saya,” ucap Fadli.
Nomor terakhir, individual pursuit 4.000 meter C4, adalah kesempatan terakhir bagi Fadli untuk mencetak medali emas dalam Asian Para Games perdananya. “Nomor ini (individual pursuit 4.000 meter) karakternya sangat mirip dengan nomor individual time trial yang saya ikuti pada slide pertama. Alhamdulillah akhirnya saya mendapatkan target, medali emas untuk Indonesia,” tutur Fadli seraya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungnya.
Dalam perbincangan pada September lalu, Fadli mengaku selalu menanamkan kepercayaan dalam diri sendiri bahwa ia tidak menyandang disabilitas. “Kuncinya sugesti positif. Saya anggap diri saya normal. Terserah orang lihatnya bagaimana, yang penting saya terus berusaha. Apa yang bisa saya lakukan, lakukan,” kata lelaki kelahiran Bogor 25 Juli 1984 itu.
DINDA LEO LISTY