Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelatih lompat galah Indonesia, Anatoly Chernobal menilai kompetisi untuk cabang olahraga atletik di Indonesia sangat kurang. Kondisi tersebut membuat atlet cabang atletik sulit mendapatkan jam terbang bertanding.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sekarang kita gak punya banyak kompetisi, kita kurang practice," ujar Anatoly di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Selasa, 6 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelatih asal Rusia ini mengungkapkan kurangnya jam terbang berpengaruh terhadap mental dan rasa percaya diri atlet. Berdasarkan pengalamannya melatih atlet Inodnesia selama enam tahun, kata dia, rasa percaya diri atlet Indonesia mudah goyah saat tampil di kejuaraan internasional.
Menurut dia, minimal atlet mengikuti 15 kompetisi dalam enam bulan untuk bisa mematangkan tekniknya. Kompetisi yang padat itu berpengaruh pada perkembangan atlet.
Ia mencontohkan, di Eropa, kejuaraan atletik nomor lompat galah bisa berlangsung 20 kali dalam enam bulan. Ini jauh berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. "Di sini satu kompetisi," ucapnya.
Hal lain yang menjadi hambatan dalam perkembangan atlet atletik, menurut dia, fasilitas yang minim. Anatoly menyebutkan tongkat galah yang digunakan untuk pertandingan rata-rata sudah berusia lebih enam bulan. Dengan usia tongkat seperti itu, atlet akan kesulitan saat melakukan lompatan yang lebih tinggi.
"Sekarang kita tidak punya galah. Tinggi (mistar lompatan) naik, kita tidak punya galah, yang ada lunak," kata dia.