NAMA Ali Sadikin akan makin berkurang disebut dan diberitakan
orang. Terhitung 6 Oktober ia menonaktifkan diri sebagai Ketua
Umum PSSI. Alasannya kesibukan di luar tugas organisasi
sepakbola.
Ia akhir-akhir ini aktif berpolitik. "Saya tak mau menyulitkan
PSSI," kata Ali Sadikin. "Makanya saya mundur." Namun ia
membantah bahwa pengunduran dirinya disebabkan tekanan pihak
tertentu di luar PSSI. "Semua itu berita bohong." lanjut
Sadikin. "Keputusan untuk non aktif saya ambil atas kesadaran
sendiri." Itu tertuang dalam suatu Surat Keputusan Pengurus
Harian PSSI pekan lalu yang ditandatanganinya sendiri.
Kosasih Purwanegara SH, bekas Ketua Umum PSSI membenarkan
pengakuan Sadikin. "Cuma saya tidak menyangka keputusannya itu
akan keluar begitu cepat," kata Kosasih yang agak dekat dengan
keluarga Sadikin:
Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban Ketua Umum PSSI
sehari-hari Sadikin melimpahkan wewenang kepada presidium yang
terdiri dari Suparjo Pontjowinoto, Syarnubi Said dan Hans
Pandelaki. Ketiganya, sebelum dibebani tugas baru, masing-masing
menjabat Ketua Bidang Organisasi, Ketua Bidang Lembaga-Lembaga
Sepakbola dan Sekretaris IJmum PSSI. "Presidium dipilih
berdasarkan rapat pengurus harian," kata Sadikin.
Reaksi tokoh sepakbola nasional maupun daerah terhadap
pengunduran diri Sadikin hampir senada. Mulai dari Djoko Sutopo
(Surabaya), Erwin Baharuddin (Jakarta) sampai Wahab Abdi (Medan)
menyatakan salut atas keputusan Sadikin.
Tentang presidium penilaian macam-macam. Wahab, misalnya,
meragukan Suparjo, sebagai orang yang tahu sepakbola. Djoko
mengkhawatirkan konsistensi ucapan maupun keputusan dari
presidium. Karena itu ia menyarankan agar tugas presidium
membenahi masalah administrasi saja.
Hanya Erwin menilai Sadikin telah memilih orang yang tepat.
"Dedikasi mereka itu tak perlu diragukan," katanya. "Mereka
bukan orang baru di PSSI." Sebelum duduk dalam kepengurusan
Sadikin, Suparjo dan Syarnubi pernah bekerjasama dengan Kosasih,
sedang Pandelaki dengan Bardosono. Bahkan "untuk kondisi
sekarang Suparjo maupun Syarnubi pantas buat menjadi Ketua Umum
PSSI," tambah Erwin.
Presidium -- dua hari setelah dikukuhkan -- membatalkan ikut
sertanya PSSI dalam turnamen Piala Raja di Bangkok, pertengahan
November. "Kita diminta mengirimkan kesebelasan nasional," kata
Suparjo. Sedang "PSSI Utama sudah punya rencana lain." Semula
akan dikirim Persiraja, juara nasional 1980, namun itu tak
memenuhi persyaratan panitia Piala Raja.
Keputusan lain dari presidium adalah pengangkatan Maulwi Saelan
sebagai pembina khusus perserikatan -- sejajar dengan Ketua
Bidang Lembaga-Lembaga Sepakbola -- serta menjadi pelaksana
proyek PSSI Junior untuk Kejuaraan Asia di Manila (November) dan
lawatan ke Arab Saudi (Desember). Dan Frans Hutasoit, boss Klub
Jayakarta dijadikan pelaksana proyek PSSI Pratama serta Galatama
Selection. "Dalam kongres nanti (direncanakan Agustus 1981)
tetap saya yang bertanggungjawab," kata Sadikin.
Sadikin jadi Ketua Umum PSSI lewat Kongres Luar Biasa (KLB) di
Semarang, Agustus 1977. Bekas Gubernur DKI ini menggantikan
Bardosono. Waktu itu Sadikin sama sekali tak meluncurkan janji
muluk. Ia mengatakan program utamanya ialah memperbaiki disiplin
organisasi dan menciptakan iklim kerja keras.
Kosasih menilai memang penertiban organisasi ini yang menonjol
dalam kepengurusan Sadikin. "Administrasi PSSI sekarang ini jauh
lebih baik dibandingkan dulu," kata Erwin yang pernah aktif di
bawah Bardosono. Ini juga dibenarkan oleh Djoko. "Yang masih
belum tercapai oleh Sadikin adalah prestasi di lapangan," ujar
Maladi bekas Ketua Umum PSSI, dua dekade lalu. Dalam
kepengurusan Ali Sadikin, prestasi terbaik tim nasional adalah
sebagai runner up turnamen Piala Presiden di Seoul. September
1980.
Tapi kenapa presidium sebagai penggantinya? Ir. Soetijono J.
Allis, bekas ketua panitia penyempurnaan Anggaran Dasar/Anggaran
Rumah Tangga PSSI dalam Kongres PSSI di Semarang, 1977, menyebut
penunjukan presidium itu bertentangan dengan AD/ART. Seyogyanya,
menurut Soetijono, pejabat Ketua Umum PSSI ditunjuk.
Semula pengurus harian PSSI memang ingin memilih pejabat Ketua
Umum. Yaitu Suparjo sendiri. "Lantaran selama ini sudah
diterapkan sistem musyawarah, maka ditetapkanlah presidium,"
cerita Suparjo. Ia menambahkan pembentukan presidium dibenarkan
oleh pasal dalam AD/ART yang berbunyi: bila Ketua Umum PSSI
tidak bisa aktif, maka pelaksanaan tugas harian dilakukan oleh
wakil-wakilnya.
Wewenang presidium, menurut Suparjo, tidaklah identik dengan
wewenang ketua umum. "Kami masih bertanggungjawab kepada ketua
umum," katanya. "Bila Salikin melihat kami menyimpang dari
kebijaksanaan kepemimpinannya selama ini, dia bisa saja
mencabut kembali wewenang yang diberikannya."
Rencana utama presidium? "Mempersiapkan sidang paripurna (SPP)
PSSI," jawab Suparjo. SPP dilangsungkan tiap tahun. Tahun ini
tema pokoknya adalah evaluasi terhadap pola pembinaan
sepakbola, penyesuaian organisasi dengan kondisi nasional, dan
persiapan menghadapi Kongres PSSI 1981.
Nama yang banyak disebut bakal menggantikan Sadikin dalam
Kongres nanti (1981) adalah Probosutejo, pengusaha dan boss Klub
Mercu Buana, Solichin GP, Sekdalobang dan Ketua Umum Persib,
serta Rujito, bekas dubes RI untuk Papua Nugini. Tapi
Probosutejo mengatakan dirinya menolak untuk menggantikan
Sadikin. Lainnya belum memberi komentar. "Yang berhak
menentukan pimpinan PSSI adalah Kongres PSSI, "kata Maladi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini