Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hak pilih merupakan hak fundamental yang dimiliki setiap warga negara yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum atau pemilu. Dengan menggunakan hak pilih, warga negara memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski demikian, hak pilih yang dimiliki bisa saja hilang atau tidak bisa digunakan di pemilu sebagaimana mestinya. Mengutip laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kabupaten Tanah Laut, berikut lima faktor yang dapat menyebabkan hilang atau dihilangkannya hak pilih seseorang dan dapat dikenakan sanksi pidana.
- Tidak mendapatkan formulir C6
Penyelenggara pemilu di tingkat TPS yang tidak memberikan formulir C6 atau undangan untuk menggunakan hak pilih kepada masyarakat dengan maksud tidak netral atau karena kinerja yang tidak profesional bisa berakibat pada hilangnya hak pilih seseorang.
- Tidak terdaftar di daftar pemilih sementara
Ini bisa terjadi ketika adanya pemutakhiran data pemilih membuat pemilik hak pilih yang tidak terdaftar di daftar pemilih sementara mesti mengurusnya. Namun karena sistem pendataan pemilih yang seringkali tidak terperbarui, maka namanya tetap tidak tercantum dalam DPT sehingga hak pilihnya hilang
- Pekerja yang tidak diberi waktu libur
Perusahaan atau pelaku usaha yang tidak meliburkan pekerjanya dan tidak memberikan karyawan kesempatan untuk memilih. Hal ini membuat karyawan tersebut tidak bisa menggunakan hak pilih sebagaimana mestinya.
- Provokasi untuk golput
Provokasi untuk golput, baik pada dunia nyata maupun di media-media lain oleh oknum tertentu yang memprovokasi masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya, juga dapat dikenakan sanksi pidana. Tetapi, pilihan untuk menjadi golput merupakan bagian dari hak warga negara untuk mengekspresikan pikirannya yang dijamin oleh UUD RI 1945 sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 28.
- Intimidasi
Intimidasi karena tidak memercayai sistem pemilu dan politik Republik Indonesia. Apabila kepercayaan publik terhadap integritas pemilu sudah pudar, kondisi yang terjadi tentu saja kegaduhan politik, baik di level vertikal maupun horizontal. Hal ini dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 182A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasal tersebut menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara 24-72 bulan dan denda Rp 24 juta - Rp 72 juta.
Pilihan Editor: Ketahui 6 Syarat Berhak Menjadi Pemilih dalam Pemilu