Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pileg

Istilah Efek Ekor Jas dalam Pemilu, Bagaimana Terjadi Anomali di Pemilu 2024?

Dalam konteks Pemilu, efek ekor jas mengacu ke bagaimana keputusan pemilih pada satu posisi pemilihan bisa pengaruhi hasil dari posisi pemilihan lain.

19 Maret 2024 | 14.46 WIB

Suasana rapat rekapitulasi hasil perhitungan hasil perhitungan perolehan suara tingkat nasional pada pemungkutan suara ulang Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia, di Gedung KPU, Jakarta, Senin, 18 Maret 2024. Pada hari ke-20 rapat pleno rekapitulasi pernghitungan suara tingkat nasional, KPU telah merampungkan rekapitulasi penghitungan suara di 128 wilayah PPLN. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Perbesar
Suasana rapat rekapitulasi hasil perhitungan hasil perhitungan perolehan suara tingkat nasional pada pemungkutan suara ulang Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia, di Gedung KPU, Jakarta, Senin, 18 Maret 2024. Pada hari ke-20 rapat pleno rekapitulasi pernghitungan suara tingkat nasional, KPU telah merampungkan rekapitulasi penghitungan suara di 128 wilayah PPLN. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Efek ekor jas atau coat tail effect pada pesta demokrasi terakbar sepanjang sejarah kepemiluan di Tanah Air begitu berpengaruh pada perolehan suara kontestan, baik sang tokoh itu terlibat langsung maupun tak langsung selama masa kampanye Pemilu 2024.

Mengenal Istilah Efek Ekor Jas 

Efek ekor jas istilah yang digunakan dalam politik untuk menggambarkan dampak dari suatu kebijakan atau keputusan yang berdampak tidak hanya pada target langsung dari kebijakan tersebut, tetapi juga pada kelompok atau area lain yang terkait. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam konteks Pemilu, istilah ini mengacu pada bagaimana keputusan pemilih pada satu posisi pemilihan dapat memengaruhi hasil dari posisi pemilihan lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Misalnya, dalam Pemilu, efek ekor jas bisa terjadi ketika seorang pemilih memilih kandidat tertentu untuk posisi utama, seperti presiden, dan karena kandidat tersebut berasal dari partai politik tertentu, pemilih tersebut juga cenderung memberikan suara untuk kandidat dari partai yang sama dalam posisi-posisi lainnya, seperti anggota dewan, atau jabatan lainnya. Dalam hal ini, kandidat berekor jas dari partai tersebut akan mendapatkan manfaat dari dukungan yang diberikan kepada kandidat utama.

Dalam konteks politik elektoral nasional, istilah efek ekor jas bukan hal yang asing. Dikutip dari laman MPR RI, definisi coattail effect menurut Golder, Hicker, dan Stoll adalah korelasi dari efek pemilihan presiden atas konfigurasi suara dalam parlemen.

Tapi banyak juga yang memaknainya secara lebih luas sebagai efek ikutan dari seorang tokoh atau figur yang memberikan limpahan insentif elektoral kepada para kontestan Pemilu lainnya, utamanya dalam satu partai politik.

Efek ekor jas dapat menjadi faktor penting dalam strategi kampanye politik, di mana partai atau kandidat berupaya untuk memperoleh dukungan yang luas dengan menarik pemilih untuk memberikan suara pada satu atau beberapa posisi, dengan harapan bahwa dukungan tersebut akan berdampak positif pada posisi-posisi lainnya yang juga diperebutkan. Namun, dampak dari efek ekor jas dapat bervariasi tergantung pada konteks politik dan preferensi pemilih di wilayah tersebut.

Efek ekor jas di Pemilu 2024

Seperti diketahui bahwa Pemilu 2024 diikuti 18 partai politik nasional, dan enam partai politik lokal Aceh. Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 terdiri atas pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. nomor urut 3.

Menurut Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, rekapitulasi suara nasional Pemilu 2024 dijadwalkan berlangsung mulai 15 Februari sampai dengan 20 Maret 2024.

Di tengah KPU menyelenggarakan Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Tingkat Nasional Pemilu 2024 di Jakarta, sejumlah pihak lantas mengaitkan coattail effect perolehan suara partai politik di masing-masing daerah pemilihan (dapil).

Misalnya, sepuluh dapil di Jawa Tengah (Jateng) memang menjadi sorotan karena merupakan salah satu barometer utama "pertarungan" politik nasional. PDI Perjuangan yang mengusung pasangan Ganjar-Mahfud sangat berharap provinsi ini mendongkrak perolehan suara pilpres.

Demikian pula pasangan Prabowo-Gibran karena faktor Presiden RI Jokowi dan Gibran yang berasal dari Solo. Sementara itu, Anies-Muhaimin (AMIN) berharap didukung penuh warga nahdhiyin dan PKS. 

Dilansir dari Antaranews, meski perhelatan rekapitulasi penghitungan suara di KPU RI untuk dapil di provinsi di Jateng masih berlangsung, Indoriset Strategis mengaitkan perolehan suara parpol sebagai pengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.

Lembaga riset itu menyatakan bahwa partai pengusung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berpeluang memenangi pertarungan pada Pemilu Anggota DPR RI di 10 dapil se-Jawa Tengah setelah pihaknya melihat rekapitulasi suara hasil penghitungan nasional.

Pada pemilu anggota legislatif (pileg) tahun ini, kata Direktur lembaga riset itu, Widi Nugroho, enam kursi DPR RI berpeluang didapatkan dari lima partai pengusung pasangan Prabowo-Gibran.

Tambahan kursi DPR RI tersebut berasal dari Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Golkar masing-masing satu kursi, serta PAN dua kursi. Satu kursi lagi dari PSI asalkan partai politik ini lolos parliamentary threshold (ambang batas parlemen) 4 persen dari suara sah tingkat nasional.

Sementara itu, kursi partai politik pengusung Ganjar Pranowo-Mahfud Md. malah berpotensi berkurang lima kursi, yaitu PDI Perjuangan turun tiga kursi dan PPP berkurang dua kursi.

Anomali justru dari partai pendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN). Partai NasDem dan PKS naik dengan menambah masing-masing dua kursi, sedangkan PKB justru berpeluang kehilangan tiga kursi dari hasil Pemilu 2019.

Pemenangan secara elektoral berbasis gotong royong atau komandante stelsel yang dipakai PDI Perjuangan dinilai cukup berhasil untuk amankan suara partai hasil Pemilu 2019. Namun, partai pengusung Prabowo-Gibran secara merata suara juga naik sehingga bilangan pembagi sistem sainte lague merata.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus