Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemilu

LSI Denny JA Sebut Empat Faktor Utama Kemenangan Dedi Mulyadi di Pilkada Jabar, Apa Saja?

LSI Denny JA menyebutkan kemenangan Dedi Mulyadi di Pilgub Jabar 2024 bukan karena didukung banyak parpol.

3 Desember 2024 | 10.19 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lingkaran Survei Indonesia atau LSI Denny JA mengungkap empat faktor utama kemenangan pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat Nomor urut 4, Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan, versi hitung cepat (quick count) pada Pilkada Jabar 2024.

Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah, di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Senin, 2 Desember 2024, mengatakan sesuai dengan hitung cepat lembaganya pasangan Dedi-Erwan unggul dengan raihan suara 61,85 persen. Hasil hitung cepat itu disampaikan setelah data masuk 100 persen dan dengan tingkat partisipasi pemilih (VTO) sebesar 63,2 persen.

Toto mengatakan, dengan margin kesalahan kurang lebih 1 persen, hasil hitung cepat selama ini tidak pernah berbeda jauh dengan hasil real count KPU. Dari hitung cepat yang dilakukan LSI Denny JA, tiga pasangan yang tertinggal jauh di bawah Dedi-Erwan adalah paslon nomor urut 3, Ahmad Syaikhu-Ilham Akbar Habibie, yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Nasdem dengan 18,78 persen.

Kemudian paslon nomor urut 1, Acep Adang Ruhiat-Gitalis Dwi Natarina, yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mencapai 10,40 persen suara, dan paling bawah adalah paslon nomor urut 2, Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja, yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan raihan 8,98 persen suara.

Toto menyebutkan keempat faktor utama yang membuat tiga pasangan calon tersebut tertinggal jauh dari raihan Dedi-Erwan. Pertama, karena secara personal ada sosok Dedi Mulyadi yang sudah memiliki tingkat pengenalan dan kesukaan yang cukup tinggi, yakni sudah dikenal oleh sekitar 92,1 persen dan disukai oleh sekitar 88,6 persen.

“Itu adalah angka ideal seorang kandidat yang punya potensi kuat untuk menang,” ujarnya.

Dia membandingkan dengan tiga paslon lainnya, yang rata-rata masih terkendala masalah pengenalan. Bahkan, ketiga paslon tersebut belum memenuhi standar pengenalan minimal 70 persen, termasuk Ahmad Syaikhu. Sementara, dua paslon lainnya, rata-rata baru dikenal oleh sekitar 50 persen.

Faktor kedua, kata Toto, adanya ekspresi kesukaan mayoritas publik kepada Dedi yang tergambar dari pemilih militan (strong supporter) yang cukup tinggi, yaitu 55,4 persen. Menurut dia, itu angka pemilih militan yang jarang terjadi. Sedangkan tiga paslon lain pemilih militannya di bawah 10 persen.

Faktor ketiga, karena dukungan kuat mayoritas publik kepada pasangan yang diusung Gerindra, Golkar, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN) itu cukup merata di aneka segmen demografis, mulai dari suku, agama, gender, tingkat penghasilan, pendidikan, profesi, pilihan ormas, dan parpol. Termasuk unggul juga di seluruh daerah pemilihan dan kabupaten.

Kemudian faktor keempat, menurut Toto, karena Dedi punya kemampuan melakukan kapitalisasi seluruh kegiatan dan pesan kampanyenya dengan masif, lewat aneka platform sosial media, berita online, dan televisi dengan nilai berita yang kuat. Dedi melakukannya dari jauh hari sebelum masuk masa kampanye.

“Dari rangkaian kegiatan dengan kemasan yang news value dan berefek emosional publik itu, sangat  wajar kalau Kang Dedi sudah punya modal pengenalan dan kesukaan yang paling tinggi sebagai salah satu hukum besi untuk menang,” ujar Toto.

Mengenai peran sejumlah parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju atau KIM Plus dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitas Dedi, Toto menuturkan antara kemenangan dan dukungan banyak partai politik tidak pernah berbanding lurus.

“Dalam konteks Pilgub Jawa Barat, kemenangan Dedi Mulyadi lebih karena faktor personal figur yang memang sudah kokoh, sejak (menjadi) Bupati Purwakarta dua periode dan caleg DPR RI dengan perolehan suara terbanyak di Jabar, bukan karena dukungan banyak parpol,” kata dia.

Toto mencontohkan kasus di sejumlah daerah, banyak kandidat yang kalah di pilkada meskipun didukung banyak partai. Sebaliknya, calon yang didukung hanya satu atau dua partai saja bisa menang. 

ANTARA

Pilihan editor: Respons KPK dan TNI atas Putusan MK Soal Komisi Antirasuah Berwenang Usut Korupsi Militer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus