Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

'Diplomasi' Parkir Di Bekas RRC

Gubernur Jakarta, suprapto merencanakan membangun gedung parkir di bekas kedubes cina di glodok. sejak pembekuan hubungan diplomatik antara RI-RRC, pengawasan atas gedung tersebut. (nas)

28 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAGAR besi yang berkarat membatasi halaman gedung yang ditumbuhi semak belukar dengan trotoar Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat. Seng setinggi 2,5 meter menghalangi pandangan dari luar. Sekilas terkesan bangunan bergaya tradisional Cina itu kosong, tapi asap yang mengepul dari halaman yang rimbun dan bersimbah sampah itu menandakan ada kehidupan. Gedung bekas kedutaan besar RRC di Glodok itu ternyata ada penghuninya. "Di dalam gedung itu kira-kira tinggal empat keluarga," kata Iwan, pedagang soto yang sudah lebih dari 5 tahun mangkal di depan pintu gerbang. "Mereka baik kok. Dulu saya pernah diberi pisang seember," tambahnya. Yang dimaksud Iwan tampaknya adalah staf Kedutaan Besar Rumania di Jakarta. Sejak 1967, menyusul pembekuan hubungan diplomatik antara RI-RRC, pengawasan atas gedung tersebut diserahkan pada Kedubes Rumania. Kini gedung itu rupanya lagi disorot. Gubernur DKI Jaya, dua pekan silam mencanangkan niatnya untuk membongkarnya, dan kemudian membangun gedung parkir di lokasi itu. Gagasan itu diungkapkannya tatkala menghadiri ulang tahun BPP Parkir DKI Jaya. Alasannya: mencari lokasi tanah di sekitar Jalan Gajah Mada atau Jalan Hayam Wuruk yang padat lalu lintas sangat l sulit. Maka diliriknya kemungkinan mel manfaatkan tanah negara di bekas gedung kedubes RRC itu. "Bebaskan saja bangunan di situ, dan bangun pelataran parkir," katanya pada Kepala BPP Parkir Jaya Partomuan Harahap. Ditemui Senin lalu, Gubernur Jakarta Suprapto mengungkapkan lebih jauh tentang rencananya. Diakuinya, lokasi bekas gedung kedubes RRC itu menjadi salah satu alternatif untuk dimanfaatkan menjadi tempat parkir, karena dekat sekali dengan pusat perdagangan Glodok. Lagi pula daerah itu kini tidak sesuai lagi untuk tempat gedung kedutaan. "Yang jelas kami sudah menyurati Deplu dan sudah ada greenlight dari sana. Kini sedang disusun tim untuk melakukan inventarisasi," kata Suprapto pada TEMPO. Anggota tim antara lain dari pihak Kepolisian, Laksusda, Hankam, Deplu, dan Dinas Tata Kota. Suprapto menerangkan, sejak pembekuan hubungan diplomatik RI-RRC, menurut UU Agraria status tanah bekas gedung kedubes RRC itu menjadi Hak Guna Tanah pemerintah RI. "Nah, masalah gedung kedubesnya sendiri kan dilimpahkan ke pihak Rumania. Jadi bila masalah gedung sudah beres, dan tim sudah berhasil menginventarisasi, baru dibuat studi penjajakan kemungkinan gedung parkir itu," katanya. Akan halnya penggantian tanah, kata Suprapto, "itu masalah nanti. Itu juga sudah kami pikirkan. Secara planologis sudah ada daerah untuk lokasi gedung-gedung kedutaan." Kompleks gedung bekas kedubes RRC di Glodok konon luasnya sekitar 2 hektar. Kabarnya pemilik tanah itu semula adalah keluarga Kho yang kemudian dibeli pemerintah RRC. Kedubes RRC kemudian juga membeli gedung sebelahnya, dulu biasa disebut "gedung cap Macan", untuk perluasan kompleks kedubesnya. Setelah terjadi peristiwa G30S/PKI berkali-kali gedung ini menjadi sasaran demonstrasi mahasiswa dan pelajar. Puncak peristiwa terjadi pada 1 Oktober 1966, saat para demonstran "menyerbu" masuk Kedubes ini. Sebelumnya, beberapa gedung lain milik kedubes RRC, antara lain konsulat RRC di Jalan Kramat Raya, dan perwakilan dagang RRC, di Jalan Cilosari, sudah "diambil-alih" mahasiswa. Sampai sekarang gedung-gedung itu ditempati beberapa instansi pemerintah termasuk Kodau V, dan perwakilan Kowilhan II. Sejauh mana rencana Gubernur Suprapto bakal terlaksana, masih harus ditunggu. Pemerintah DKI Jaya sendiri diketahui sudah lama menyediakan tanah di sepanjang Jalan Rasuna Said (Kuningan), sebagai lokasi baru gedung kedutaan. Tapi seorang pejabat kedubes Rumania mengaku sama sekali belum rnah mendengar rencana Gubernur Suprapto. "Kami hanya bertugas mengawasi gedung kedutaan tersebut. Mengenai tanggapan atas rencana tersebut, tanyakan langsung saja pada pemiliknya," katanya. Menurut sebuah sumber TEMPO di Deplu, dalam status hubungan diplomatik, istilah dibekukan lain dengan putus hubungan. Kalau putus hubungan, segala bekas miliK negara yang bersangkutan bisa diambil. Sedang bila dibekukan, berarti segala milik negera yang bersangkutan tetap menjadi haknya. Dengan kata lain, kalau saja hubungan diplomatik yang sudah membeku selama 16 tahun itu, kelak cair, konsekuensinya gedung-gedung itu akan dikembalikan kepada pemiliknya. Itu juga yang terjadi di zaman konfrontasi dulu, ketika hubungan pemerintah RI memburuk dengan pemerintah Malaysia di tahun 1963. Ketika kedua tetangga itu rujuk kembali, semua gedung milik pemerintah Malaysia yang waktu itu diambil-alih, dikembalikan lagi. Tapi siapa tahu gagasan baik dari Gubernur Suprapto itu bisa dirundingkan dengan pemiliknya di Peking melalui kedubes Rumania. Sebab, kalaupun kelak tercipta hubungan baik, toh kurang baik untuk membiarkan kedubes RRC membuka kantornya di daerah ramai Pecinan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus