PAGAR besi yang berkarat membatasi halaman gedung yang ditumbuhi
semak belukar dengan trotoar Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat.
Seng setinggi 2,5 meter menghalangi pandangan dari luar. Sekilas
terkesan bangunan bergaya tradisional Cina itu kosong, tapi asap
yang mengepul dari halaman yang rimbun dan bersimbah sampah itu
menandakan ada kehidupan.
Gedung bekas kedutaan besar RRC di Glodok itu ternyata ada
penghuninya. "Di dalam gedung itu kira-kira tinggal empat
keluarga," kata Iwan, pedagang soto yang sudah lebih dari 5
tahun mangkal di depan pintu gerbang. "Mereka baik kok. Dulu
saya pernah diberi pisang seember," tambahnya.
Yang dimaksud Iwan tampaknya adalah staf Kedutaan Besar Rumania
di Jakarta. Sejak 1967, menyusul pembekuan hubungan diplomatik
antara RI-RRC, pengawasan atas gedung tersebut diserahkan pada
Kedubes Rumania.
Kini gedung itu rupanya lagi disorot. Gubernur DKI Jaya, dua
pekan silam mencanangkan niatnya untuk membongkarnya, dan
kemudian membangun gedung parkir di lokasi itu. Gagasan itu
diungkapkannya tatkala menghadiri ulang tahun BPP Parkir DKI
Jaya. Alasannya: mencari lokasi tanah di sekitar Jalan Gajah
Mada atau Jalan Hayam Wuruk yang padat lalu lintas sangat l
sulit. Maka diliriknya kemungkinan mel manfaatkan tanah negara
di bekas gedung kedubes RRC itu. "Bebaskan saja bangunan di
situ, dan bangun pelataran parkir," katanya pada Kepala BPP
Parkir Jaya Partomuan Harahap.
Ditemui Senin lalu, Gubernur Jakarta Suprapto mengungkapkan
lebih jauh tentang rencananya. Diakuinya, lokasi bekas gedung
kedubes RRC itu menjadi salah satu alternatif untuk dimanfaatkan
menjadi tempat parkir, karena dekat sekali dengan pusat
perdagangan Glodok. Lagi pula daerah itu kini tidak sesuai
lagi untuk tempat gedung kedutaan.
"Yang jelas kami sudah menyurati Deplu dan sudah ada greenlight
dari sana. Kini sedang disusun tim untuk melakukan
inventarisasi," kata Suprapto pada TEMPO. Anggota tim antara
lain dari pihak Kepolisian, Laksusda, Hankam, Deplu, dan Dinas
Tata Kota.
Suprapto menerangkan, sejak pembekuan hubungan diplomatik
RI-RRC, menurut UU Agraria status tanah bekas gedung kedubes RRC
itu menjadi Hak Guna Tanah pemerintah RI. "Nah, masalah gedung
kedubesnya sendiri kan dilimpahkan ke pihak Rumania. Jadi bila
masalah gedung sudah beres, dan tim sudah berhasil
menginventarisasi, baru dibuat studi penjajakan kemungkinan
gedung parkir itu," katanya.
Akan halnya penggantian tanah, kata Suprapto, "itu masalah
nanti. Itu juga sudah kami pikirkan. Secara planologis sudah ada
daerah untuk lokasi gedung-gedung kedutaan."
Kompleks gedung bekas kedubes RRC di Glodok konon luasnya
sekitar 2 hektar. Kabarnya pemilik tanah itu semula adalah
keluarga Kho yang kemudian dibeli pemerintah RRC. Kedubes RRC
kemudian juga membeli gedung sebelahnya, dulu biasa disebut
"gedung cap Macan", untuk perluasan kompleks kedubesnya.
Setelah terjadi peristiwa G30S/PKI berkali-kali gedung ini
menjadi sasaran demonstrasi mahasiswa dan pelajar. Puncak
peristiwa terjadi pada 1 Oktober 1966, saat para demonstran
"menyerbu" masuk Kedubes ini. Sebelumnya, beberapa gedung lain
milik kedubes RRC, antara lain konsulat RRC di Jalan Kramat
Raya, dan perwakilan dagang RRC, di Jalan Cilosari, sudah
"diambil-alih" mahasiswa. Sampai sekarang gedung-gedung itu
ditempati beberapa instansi pemerintah termasuk Kodau V, dan
perwakilan Kowilhan II.
Sejauh mana rencana Gubernur Suprapto bakal terlaksana, masih
harus ditunggu. Pemerintah DKI Jaya sendiri diketahui sudah lama
menyediakan tanah di sepanjang Jalan Rasuna Said (Kuningan),
sebagai lokasi baru gedung kedutaan.
Tapi seorang pejabat kedubes Rumania mengaku sama sekali belum
rnah mendengar rencana Gubernur Suprapto. "Kami hanya bertugas
mengawasi gedung kedutaan tersebut. Mengenai tanggapan atas
rencana tersebut, tanyakan langsung saja pada pemiliknya,"
katanya.
Menurut sebuah sumber TEMPO di Deplu, dalam status hubungan
diplomatik, istilah dibekukan lain dengan putus hubungan. Kalau
putus hubungan, segala bekas miliK negara yang bersangkutan bisa
diambil. Sedang bila dibekukan, berarti segala milik negera yang
bersangkutan tetap menjadi haknya.
Dengan kata lain, kalau saja hubungan diplomatik yang sudah
membeku selama 16 tahun itu, kelak cair, konsekuensinya
gedung-gedung itu akan dikembalikan kepada pemiliknya. Itu juga
yang terjadi di zaman konfrontasi dulu, ketika hubungan
pemerintah RI memburuk dengan pemerintah Malaysia di tahun 1963.
Ketika kedua tetangga itu rujuk kembali, semua gedung milik
pemerintah Malaysia yang waktu itu diambil-alih, dikembalikan
lagi.
Tapi siapa tahu gagasan baik dari Gubernur Suprapto itu bisa
dirundingkan dengan pemiliknya di Peking melalui kedubes
Rumania. Sebab, kalaupun kelak tercipta hubungan baik, toh
kurang baik untuk membiarkan kedubes RRC membuka kantornya di
daerah ramai Pecinan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini