Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=brown><B>Setgab Partai Koalisi</B></font><BR />Udang di Balik Persekutuan Ganjil

Sekretariat Gabungan Partai Koalisi diduga merupakan upaya Yudhoyono menjinakkan DPR. Ingin ikut memilih pejabat.

24 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANTAN Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie jadi pusat perhatian. Senin malam pekan lalu ia adalah narasumber tunggal diskusi yang digelar Sekretariat Gabungan Partai Koalisi. Dalam acara usai santap malam di Jalan Diponegoro 43, Menteng, Jakarta itu, hadir para ketua dan sekretaris fraksi partai politik pendukung Presiden Yudhoyono.

Guru besar hukum Universitas Indonesia itu dimintai pandangan tentang posisi Sekretariat Gabungan dalam sistem tata negara Indonesia. ”Kami perlu penguatan setelah muncul hujatan yang mengatakan sekretariat ini inkonstitusional,” kata M. Romahurmuziy , Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.

Jimly berkesimpulan, konsep Sekretariat Gabungan belum mantap betul. ”Kurang solid karena masih sekadar memenuhi kebutuhan pragmatis,” ujarnya.

Sekretariat Gabungan baru diumumkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiga pekan lalu. Sebagai embrio, sekretariat ini pernah dibicarakan tatkala partai pendukung pasangan Yudhoyono-Boediono meneken kontrak politik pada Oktober tahun lalu.

Seorang petinggi partai bercerita, partai-partai koalisi beberapa kali pernah meminta forum resmi itu dibentuk. ”Tapi tak pernah ditanggapi dengan serius oleh Demokrat,” kata sumber tersebut.

Ketika usul mengenai hak angket kasus Bank Century bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat, partai pendukung Presiden Yudhoyono sempat mendirikan kantor bersama di salah satu apartemen di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta. Namun, karena dirasa terlalu sempit, rapat-rapat yang sebelumnya diselenggarakan di sana dipindah ke rumah politikus Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa. Belakangan, rapat digeser lagi ke kediaman kader Demokrat Syarif Hasan. Selain di rumah keduanya, rapat sempat pula digelar di beberapa hotel dan restoran.

Namun kesepakatan yang dibuat dalam lobi antarpetinggi partai itu ternyata tak berlanjut ke lantai Sidang Paripurna DPR. Hasilnya, Demokrat dan sekutunya keok dalam pemungutan suara keputusan DPR atas kasus Century. ”Kami belajar dari pengalaman: kalau koalisi tidak dikelola, dinamika politiknya sulit dikontrol,” kata Sekretaris Sekretariat Gabungan Syarif Hasan. ”Kami tidak menghendaki itu, jadi sekarang kami buat lebih mengikat.”

Rencananya, setiap kebijakan pemerintah, baik program maupun rancangan undang-undang, dibicarakan dulu ke Sekretariat Gabungan. Tujuannya agar semua partai koalisi mengamankan program atau undang-undang yang diajukan.

Jika dirasa perlu, Sekretariat Gabungan bisa mengundang menteri untuk memaparkan programnya. Syarif menegaskan, menteri yang dihadirkan cuma untuk menjelaskan program. ”Kita boleh adu argumentasi dalam keluarga, tapi kalau sudah keluar ya harus satu suara,” kata Syarif.

Romahurmuziy menjelaskan, pembicaraan di Sekretariat Gabungan tak bakal melulu tentang konsep di awang-awang. Ia mengisyaratkan, soal agenda jangka pendek—seperti pengisian jabatan di pemerintahan dan badan usaha milik negara—pun jadi bahan diskusi. Fraksi partai koalisi nanti, kata Romahurmuziy, bukan hanya mengusulkan nama tapi juga bisa bertemu dengan calon-calon pejabat yang akan mereka pilih di DPR.

Menurut Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mustafa Kamal, dalam hal memilih pejabat, anggota koalisi boleh berbeda pendapat. ”Presiden akan menawarkan sejumlah calon, dan kami bebas memilih yang terbaik,” ujarnya.

Sumber Tempo lainnya membenarkan Sekretariat akan cawe-cawe dalam menentukan pejabat negara. Namun itu hanya untuk pejabat sipil. Adapun penentuan Kepala Polri dan Panglima TNI, ”Presiden tidak mentoleransi perbedaan,” kata sumber itu.

Tapi Syarif membantah cerita ini. ”Tidak sampai ke sana. Forum hanya kumpul-kumpul untuk menyamakan persepsi tentang kebijakan pemerintah,” ujarnya.

Sampai pekan ketiga berdirinya Sekretariat Gabungan, para anggota koalisi belum seia-sekata mengenai wadah bersama itu. Salah satunya ihwal pertemuan rutin yang akan digelar saban Kamis atau Jumat siang. Juga soal perwakilan tetap dari setiap partai dalam forum itu.

Meski belum beres benar, Partai Demokrat tampaknya sudah kebelet memberdayakan Sekretariat Gabungan. Dalam rapat pertama pada Selasa sore pekan lalu, partai Yudhoyono itu meminta komitmen partai koalisi untuk tak meneruskan hak menyatakan pendapat kasus Bank Century. Hak ini berpotensi memakzulkan Wakil Presiden Boediono, yang sebelumnya dianggap DPR telah bersalah.

Langkah tergesa-gesa Demokrat ini menimbulkan kecurigaan. Politikus partai koalisi menengarai, Sekretariat Gabungan cuma alat Demokrat untuk mencegah usul tentang hak menyatakan pendapat tak berlanjut. ”Bisa jadi ini cuma kepentingan jangka pendek Demokrat,” kata seorang ketua partai koalisi. Jadi, ”Lebih baik kami lihat-lihat saja dulu.”

l l l

PENGURUS Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar bertemu dengan kadernya di DPR. Selasa siang pekan lalu, mereka menggelar rapat di gedung Puspitaloka Nusantara IV DPR. Kepada wartawan, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengabarkan bahwa dalam pertemuan tersebut juga dibahas usul mengenai hak menyatakan pendapat Bank Century. Setidaknya 20 anggota DPR dari Beringin mendukung penggunaan hak itu.

Sikap akhir Partai Golkar tentang hak menyatakan pendapat ditunggu Sekretariat Gabungan. Syarif Hasan memberi tahu bahwa kubunya ingin segera mengetahui kepastian pandangan setiap partai koalisi—terutama Golkar, yang anggotanya paling banyak memberikan dukungan, dan Partai Keadilan Sejahtera yang belum jelas posisinya. ”Semua partai koalisi sudah harus jelas sikapnya,” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah ini.

Pukul lima sore, petinggi fraksi partai koalisi merapat ke Diponegoro 43. Semua partai koalisi melaporkan mereka tak mendukung hak menyatakan pendapat. Syarif langsung mendesak Golkar agar memerintahkan anggotanya yang sudah meneken formulir usulan segera mencabut dukungannya.

Permintaan itu yang tak segera disanggupi. Kata anggota Fraksi Golkar Harry Azhar Azis, dalam rapat siang harinya tak ada pernyataan resmi dari Fraksi Golkar untuk menolak hak menyatakan pendapat. ”Belum sampai ke sana,” ujarnya.

Fraksi hanya memberikan instruksi agar politikus Golkar tak menambah tanda tangan. Hary mengatakan, pemberian dukungan sebelum ada sikap resmi dari partai tidak menyalahi aturan. ”Sampai saat ini belum ada perintah partai untuk mencabut dukungan atau menolak hak menyatakan pendapat,” katanya. ”Meski ada Sekretariat Gabungan, bukan berarti ada satu partai yang bisa memaksakan kehendaknya.”

Syarif mengakui, Sekretariat Gabungan tak bisa menjamin posisi pemerintah seratus persen aman. ”Kalau terjadi hal-hal yang tak diinginkan, Presiden Yudhoyono sebagai Ketua Sekretariat Gabungan akan mengambil keputusan politik,” katanya.

Oktamandjaya Wiguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus