Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=2 color=#FF6600>Komisi Pengawas Haji Independen</font><br />Calon-calon Salah Kamar

Hasil seleksi Komisi Pengawas Haji Independen diprotes. Pegawai Kementerian Agama diloloskan dengan status tokoh masyarakat.

21 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hampir setiap hari Ahidin Saim Martaif mengakses situs Kementerian Agama. Yang dicari pemimpin Pondok Pesantren Bina Umat, Kuningan, Jawa Barat, itu cuma satu: pengumuman seleksi Komisi Pengawas Haji Independen. ”Saya mengecek apakah hasil seleksi sudah dibatalkan,” kata Ahidin, Rabu dua pekan lalu.

Pada awal Januari lalu Ahidin menyurati panitia seleksi Komisi Pengawas yang ditembuskan ke Komisi VIII DPR RI dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia minta hasil seleksi dianulir karena ada pejabat dan pegawai Kementerian Agama yang menyusup sebagai calon dari unsur tokoh masyarakat.

Komisi Pengawas Haji yang beranggotakan sembilan orang terdiri atas enam perwakilan masyarakat dan tiga dari pemerintah. Menurut Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, enam orang dari unsur masyarakat diambil dari Majelis Ulama Indonesia, organisasi masyarakat, dan tokoh masyarakat.

Diundangkan pada 2008, pembentukan Komisi Pengawas itu baru dijalankan akhir tahun lalu. Panitia seleksi yang diketuai Menteri Agama memilih 18 calon komisioner lewat serangkaian tes kompetensi dan wawancara. Presiden akan memilih sembilan nama dari daftar itu untuk diusulkan ke DPR.

Pada 29 Desember 2010, Kementerian Agama mengumumkan 18 calon yang lolos seleksi. Daftar inilah yang diprotes Ahidin karena banyak calon yang salah kamar. Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah M. Abdul Ghafur Djawahir, misalnya, lulus sebagai calon komisioner dari unsur masyarakat. Lalu ada M. Thoha yang mendaftar sebagai unsur pemerintah karena bekerja di Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Di tengah jalan, status Thoha berubah jadi tokoh masyarakat, dan diluluskan Kementerian Agama.

Herman Syukri masuk sebagai tokoh masyarakat, padahal ia pegawai bidang haji Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta. Masih ada dua pegawai Kementerian Agama, tapi masuk memang sebagai calon dari unsur pemerintah, yakni H Tulus dan H Ahmed. ”Kalau yang lulus orang-orang Kementerian juga, kan sama saja jeruk makan jeruk?” kata Ahidin.

Sumber-sumber Tempo yang mengikuti proses seleksi menceritakan sejak awal pemilihan Komisi Pengawas Haji terkesan tak serius. ”Tes itu seperti formalitas saja, sementara nama-nama calonnya sudah dikantongi.” Sumber tersebut bercerita 72 orang yang lulus seleksi awal dikumpulkan di Hotel Millennium, Jakarta Pusat, pada awal Desember tahun lalu. Mereka mengikuti uji kompetensi berupa psikotes dan menulis esai. Ujian ini dipandu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Ketika itu ada beberapa calon komisioner yang tak hadir. Malah, kata satu sumber, ada yang saat tes itu masih berada di luar negeri. Beberapa calon pun asal saja mengerjakan soal tes psikologi tersebut. Pengawas ujian berkali-kali memanggil mereka karena mereka tak mengerjakan soal dengan benar, tapi tak ditanggapi. ”Sampai akhir tes, mereka sama sekali tak berusaha mengoreksi kesalahannya,” ujarnya. ”Anehnya, justru orang-orang itu lulus seleksi.”

Menurut Ghafur, tak ada aturan yang melarang pejabat pemerintah mendaftarkan diri lewat jalur tokoh masyarakat. ”Lagi pula, pada Maret depan saya pen siun,” katanya. ”Jadi, kalau terpilih, saya sudah bukan pejabat Kementerian.”

Menteri Agama Suryadharma Ali mengakui adanya masalah dalam seleksi Komisi Pengawas Haji. ”Ada masalah administratif pada calon yang lulus seleksi,” katanya kepada Tempo, Kamis dua pekan lalu. ”Kami akan menyisir ulang hasil seleksi.”

Anggota Komisi VIII DPR, Zainun Ahmadi, menilai pembentukan Komisi Pengawas Haji sudah bermasalah dari awal. Politikus PDI Perjuangan ini menilai janggal pemberian kewenangan kepada Kementerian Agama untuk memilih calon anggota Komisi Pengawas. ”Masa, penyelenggara ibadah haji memilih sendiri pengawasnya, itu kan tidak pas?”

Oktamandjaya Wiguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus