Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, pembubaran organisasi agama yang radikal akan berhasil mencegah terjadinya kekerasan antarumat beragama?
(periode 9-16 Februari 2011) |
||
Ya | ||
63,12% | 830 | |
Tidak | ||
34,37% | 452 | |
Tidak Tahu | ||
2,51% | 33 | |
Total | 100% | 1.315 |
Mayoritas pembaca Tempointeraktif.com menilai pembubaran organisasi massa yang mengkampanyekan radikalisme akan mengurangi potensi kekerasan dalam kehidupan antarumat beragama. Publik tampaknya sudah lelah menyaksikan kekerasan berlangsung tanpa kontrol berarti dari aparat penegak hukum.
Reaksi frontal para pembaca Tempointeraktif.com ini bermula dari aksi kekerasan brutal atas kelompok Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, dua pekan lalu. Tiga anggota Ahmadiyah tewas akibat insiden tragis itu. Karena sudah terjadi berkali-kali, wajar jika publik merasa pemerintah tidak cukup bersungguh-sungguh mencegah peristiwa macam ini berulang.
Emosi publik ini tampaknya juga ditangkap oleh pemimpin Republik. Dalam pidatonya di Hari Pers Nasional, awal Februari lalu, di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta polisi membubarkan kelompok atau organisasi kemasyarakatan yang sering melakukan kekerasan.
“Untuk kelompok-kelompok yang terbukti melanggar hukum, melakukan kekerasan, dan meresahkan masyarakat, jika perlu dibubarkan,” kata Yudhoyono. Sayangnya, instruksi Presiden ini tak direspons bawahannya.
Sampai sekarang, ormas macam itu tegak. Mereka bahkan balik mengancam akan menggulingkan SBY. Walhasil, pemerintah kini tampak ragu-ragu. Jika melihat hasil jajak pendapat di situs Tempointeraktif.com sepekan terakhir, pemerintah seharusnya tak surut langkah. Mayoritas pembaca, 63,12 persen, setuju pembubaran organisasi agama yang radikal akan mencegah terjadinya kekerasan antarumat beragama.
Indikator Pekan Depan PEKAN lalu, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, membuat banyak politikus panas-dingin. Dia menegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyiapkan rencana dan konsep perombakan kabinet. “Konsep sudah, tinggal ketuk palu,” katanya. Pernyataan Mubarok memicu reaksi beragam. Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Ja’far mengaku pasrah. “Perombakan kabinet adalah hak prerogatif Presiden,” katanya. Rencana perombakan kabinet juga menimbulkan spekulasi soal posisi politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sudah lama santer terdengar bahwa Presiden ingin PDIP berkoalisi dengan partai pemerintah. Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP Taufiq Kiemas menyatakan partainya terbuka. Tapi, “Kalau mau, pemerintah harus langsung meminta,” ujar Taufiq. Yang luput dari perdebatan dagang sapi politik ini adalah dampak reshuffle kabinet untuk kepentingan publik. Apakah ada jaminan jika menteri-menteri tertentu diganti, kinerja pemerintahan akan membaik? Percayakah Anda bahwa jika Presiden Yudhoyono me-reshuffle para menteri, kinerja kabinet bakal membaik? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo