Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=2 color=#FF6600>Suryadharma Ali:</font><br />Mungkin Ada Staf yang Lalai

21 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semuanya terjadi pada Maret tahun lalu. Andreas Bambang Armanto dari PT Daestra Rajawali Perkasa mengikat kesepakatan utang-piutang dengan PT Kranggo Bhakti Persada, yang diwakili Syarip Djumadi. Jaminan utangnya adalah sertifikat deposito setoran awal ongkos haji yang dikelola Kementerian Agama. Nilainya tak tanggung-tanggung: Rp 1,987 triliun. Sang peminjam tak cuma memiliki bilyet deposito duit setoran awal haji di Bank BNI Cabang Sudirman tapi juga memegang surat berkop Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji Kementerian Agama.

Sempat muncul kecurigaan, deposito yang semula berjangka waktu satu bulan diubah menjadi enam bulan agar ada waktu bagi ”para pemain” untuk ”menjajakan” sertifikat itu. Uang pokok dan bunga memang tak berkurang, tapi mengagunkan duit jemaah calon haji tentu bukan praktek yang bisa dibenarkan (Tempo, 6-12 Desember 2010).

Menteri Agama Suryadharma Ali mengaku terpukul atas berita itu. ”Saya kaget dan langsung saya periksa,” katanya. Hasilnya, menurut Suryadharma, Kementerian Agama maupun bank tak terlibat dalam permufakatan tersebut. Didampingi Direktur Pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Kementerian Agama Achmad Djunaedi, Suryadharma menjelaskan kisruh deposito triliunan rupiah itu kepada Wahyu Muryadi, Budi Setyarso, Setri Yasra, Sunudyantoro, dan Oktamandjaya Wiguna dari Tempo, Kamis dua pekan lalu.

Bagaimana hasil penelusuran Kementerian Agama soal penyalahgunaan deposito itu?

Uang setoran awal haji itu kami taruh di deposito BNI. Jadi, uangnya di bank, sementara Kementerian memegang dokumen dan bilyet depositonya. Kalau uangnya mau diagunkan ke pihak lain, BNI harus memberi persetujuan. Kalau bilyet deposito mau dipakai, kami harus memberi persetujuan. Saya tegaskan bahwa tidak ada penjaminan atau persetujuan dari Kementerian Agama dan BNI kepada dua perusahaan yang disebut-sebut itu.

Mengapa Anda yakin Kementerian dan BNI tak terlibat?

Saya periksa semua yang terkait dengan deposito itu. Saya tanya direksi BNI apakah betul deposito kami sebesar Rp 1,9 triliun diagunkan. BNI mengatakan tidak. Saya lega.

Lantas bagaimana dokumen bilyet deposito triliunan rupiah bisa digunakan orang lain sebagai jaminan?

Bisa saja ada kebocoran administrasi yang kemudian dipergunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Mungkin juga ada staf kami yang lalai. Saya sudah tanya Pak Djunaedi bagaimana dokumen itu bisa bocor. Dokumen seperti itu seharusnya tidak dibuang sembarangan. Saya sudah minta dokumen yang sudah tidak terpakai dihancurkan.

Kementerian Agama sudah menemukan pembocor arsip itu?

Kebocoran dokumen itu gampang ditelusuri. Tapi jalan terdekat mengetahui duduk perkara soal deposito itu, ya, tanya ke BNI, karena uangnya di sana. Jadi saya tanya ke BNI. Kalau tanya ke staf, saya bisa dibohongi.

Tapi dua perusahaan itu memegang memo perpanjangan deposito milik Kementerian?

Memo itu tidak ada harganya dan tidak bisa dipakai, karena kami tidak endorse peminjaman itu. Berbeda kalau ada surat yang menyatakan ada hubungan segitiga antara Kementerian Agama, BNI, dan peminjam. Sejauh ini surat-surat seperti itu tidak ada. Kalau surat itu ditemukan, pejabat Kementerian yang terlibat akan saya gantung.

Agar pengelolaan dana haji profesional, mengapa tidak dibentuk badan layanan umum buat mengurusi uang haji?

Memang ada yang mengusulkan agar ditangani swasta saja. Saya tidak keberatan. Tapi tunjukkan swasta mana yang sanggup melaksanakan itu. Apabila terjadi kegagalan dalam pengelolaan uang, siapa yang bertanggung jawab?

Lalu bagaimana mencegah agar tak ada masalah dengan duit setoran awal haji?

Semua uang yang ada di bank pemerintah, swasta, dan bank pembangunan daerah pelan-pelan akan kami pindahkan ke sukuk di Kementerian Keuangan. Ini untuk menghindari fitnah. Kalau di bank bisa muncul tuduhan bahwa Kementerian Agama main mata dengan bank dan menerima bunga di bawah meja. Semua uang akan kami tarik pelan-pelan sambil menunggu jatuh tempo deposito di bank-bank itu. Targetnya, Maret nanti Rp 20 triliun sudah kami pindahkan ke sukuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus