Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

21 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Susno Duadji Dilepas

Komisaris Jenderal Susno Duadji, terdakwa kasus gratifikasi dan korupsi, dilepas dari Rumah Tahanan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, Jumat pekan lalu. Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI ini dibebaskan karena masa penahanannya berakhir. Menurut juru bicara Kejaksaan Agung, Noor Rachmat, masa penahanan habis sebelum ada putusan pengadilan karena saksi yang diperiksa yang mencapai 150 orang. Selain itu, Susno mangkir sidang lima kali.

Susno diadili karena dituding menerima gratifikasi Rp 500 juta dalam penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari. Dia juga disidang atas kasus korupsi dana pengamanan pemilihan Gubernur Jawa Barat pada 2008. Jaksa menuntut Susno hukuman tujuh tahun penjara.

Lepasnya Susno tak menghentikan kasusnya yang sedang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Noor, Susno tetap harus menghadiri sidang. Bedanya, ”Sekarang kalau sidang berangkat dari rumah, bukan dari rumah tahanan,” katanya.

Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ida Bagus Dwiyantara, memastikan pelepasan Susno yang ditahan selama 90 hari sudah sesuai dengan prosedur. Henry Yosodiningrat, kuasa hukum Susno, memastikan kliennya tidak akan kabur. ”Potong leher saya kalau dia lari,” katanya.

Partai Koalisi Tolak Hak Angket

Sekretariat gabungan partai koalisi memutuskan tak mendukung usul hak angket DPR atas kasus mafia pajak. Sekretaris sekretariat Syariefuddin Hasan mengatakan persoalan mafia pajak sedang digarap panitia kerja yang dibentuk Komisi Hukum ataupun Komisi Keuangan DPR. ”Kami melihat usulan itu terlalu jauh,” kata politikus Partai Demokrat ini seusai rapat sekretariat, Rabu pekan lalu.

Hak angket diajukan oleh 114 legislator dari hampir semua fraksi di DPR. Hak untuk menyelidiki kebijakan pemerintah itu akan dibahas di Badan Musyawarah DPR pekan ini. Setelah itu, digelar rapat paripurna untuk menentukan lolos-tidaknya hak angket.

Syarief berharap kesepakatan di sekretariat akan diteruskan oleh fraksi koalisi di DPR. Partai yang tergabung dalam sekretariat gabungan adalah Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional.

Nyatanya, Golkar dan PKS menyatakan tetap meneruskan hak angket. Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham mengatakan partainya ingin membenahi sistem perpajakan melalui hak angket. Adapun Eki Awal Muharram dari PKS mengatakan hasil keputusan sekretariat akan dibawa ke rapat fraksi. ”Perkembangan di DPR masih panjang. Anggota Dewan belum ada yang menarik usulan kecuali Demokrat,” kata Eki.

Kode Etik DPR Minus Pasal Gratifikasi

DEWAN Perwakilan Rakyat menghilangkan pasal gratifikasi dalam pembahasan rancangan kode etik anggota yudikatif pada sidang paripurna, Rabu pekan lalu. Draf sebelumnya mencantumkan larangan anggota Dewan menerima imbalan atau hadiah.

Selain itu, sidang paripurna DPR menghapus klausul larangan memakai fasilitas perjalanan dinas untuk keperluan nonparlemen, larangan memanfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi, serta larangan rangkap jabatan.

Wakil Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pencegahan Haryono Umar mengkritik keputusan tersebut. Menurut dia, kode etik seharusnya sejalan dengan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan DPR, MPR, dan DPRD yang melarang anggota parlemen menerima imbalan. ”Kode etik seharusnya mengacu pada undang-undang itu,” ujarnya.

Anggota Badan Kehormatan DPR, Nudirman Munir, membantah jika disebutkan ketentuan gratifikasi dihilangkan. Ia menunjuk masih adanya pasal larangan anggota Dewan menerima imbalan dari mitra kerja. Lagi pula ketentuan soal gratifikasi sudah ada dalam Undang-Undang Susunan dan Kedudukan DPR sehingga tak perlu lagi diatur dalam kode etik. ”Semua yang sudah diatur dalam undang-undang tidak perlu lagi masuk dalam kode etik,” ujarnya.

Arab Saudi Stop Penerimaan TKI

PEMERINTAH Arab Saudi memutuskan menghentikan penerimaan tenaga kerja Indonesia. Situs berita Arab News pada Senin pekan lalu menyatakan keputusan itu diambil Komite Nasional Perekrutan yang berada di bawah Kamar Dagang dan Industri Arab Saudi.

Kepala Komite Yahya Hassan al-Maqbool menganggap pemberitaan soal tenaga kerja di negaranya yang dianiaya terlalu berlebihan. Ia juga mendesak agar tenaga kerja asal Indonesia tak lagi diberi visa karena upahnya terlalu tinggi. ”Kualifikasi pekerjanya minim,” kata ­Yahya.

Kepala Pusat Humas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Suhartono mengatakan lembaganya masih menanti perkembangan keputusan pemerintah Arab Saudi. ”Akan kami cek pernyataan itu,” katanya.

Kabar penghentian penerimaan tenaga kerja di Saudi membuat sejumlah daerah siap mengalihkan tenaga kerjanya ke negara lain. Kepala Dinas Tenaga Kerja Jawa Barat Mustopha Djamaluddin mengatakan paling tidak ada 600 ribu tenaga kerja dari Jawa Barat di Arab Saudi. Setiap tahun ada 100-130 ribu warga Jawa Barat yang bekerja di sana.

Adapun Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Indramayu Wawang Irawan mengatakan belum ada pernyataan resmi dari pemerintah pusat. Maka pemerintah Indramayu masih melayani permintaan bekerja ke Saudi. ”Kebijakan itu baru diketahui dari televisi,” kata Wawang.

Rumah Wartawan Bali Dilempari Molotov

RUMAH Pemimpin Umum Surat Kabar Bali Tribun Hendrawan dilempari bom molotov, Selasa pekan lalu. Bom mengenai pintu rumah tapi tidak menimbulkan kerusakan besar. ”Teror ini membuat saya terkejut karena saya tak merasa punya musuh,” kata Hendrawan.

Belakangan ini Bali Tribun banyak memberitakan kasus bandar judi togel dan perampokan pompa bensin di wilayah Denpasar dan Badung. Hendrawan tak bisa memastikan kaitan pelemparan tersebut dengan pemberitaan di korannya. ”Sejauh ini tak pernah ada komplain,” ujarnya.

Kepala Kepolisian Sektor Denpasar Selatan Ajun Komisaris Leo Martin Pasaribu menjelaskan rumah Hendrawan dan sejumlah saksi sudah diperiksa. Namun Leo mengaku belum bisa menyimpulkan motif pelaku pelemparan.

Susu Berbakteri Belum Diumumkan

DAVID M.L. Tobing, penggugat dalam perkara susu formula tercemar bakteri Enterobacter sakazakii, melaporkan Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Institut Pertanian Bogor ke Komisi Informasi Pusat. David mengadukan ketiganya karena tak mematuhi amar putusan Mahkamah Agung yang memerintahkan mereka mengumumkan merek susu formula yang tercemar bakteri. ”Namun hingga sekarang tidak juga diumumkan,” kata David, Rabu pekan lalu.

David meminta Komisi Informasi mendesak ketiga lembaga tersebut agar mengumumkan merek susu formula yang mengandung bakteri. Anggota Komisi Informasi, Abdul Rahman Ma’mun, mendukung David. ”Semestinya merek susu bisa diumumkan karena ada landasan hukum dari Mahkamah Agung,” katanya.

Sebelumnya Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih tak mengumumkan merek susu formula karena tak merasa menerima hasil penelitian IPB yang menemukan pencemaran bakteri tersebut. ”Mau dipaksa juga saya tidak bisa mengatakan mereknya karena saya tidak tahu,” kata ­Endang.

Kepala Badan Pengawas Kustantinah, yang Selasa dua pekan lalu di DPR sempat menyampaikan rencana mengumumkan merek susu, hingga kini belum membuka daftar tersebut. Kepala Kantor Kelembagaan dan Organisasi IPB Dedi M. Tauhid juga menyatakan tak bisa menyebut merek susu karena belum menerima salinan putusan dari Mahkamah Agung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus