Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

'Hamba Allah' Mengabdi Pemilu

4 Januari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERBAHAGIALAH menjadi "hamba Allah" di Indonesia. Bukan hanya nama baik yang akan tersemat, hukum pun seolah menjadi remeh. Demikianlah lima tahun lalu, sang "hamba" menyumbang setidaknya dua partai peserta Pemilihan Umum 1999—Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Bulan Bintang—dengan gelontoran dana yang melebihi aturan. Namun, alih-alih menjadi perkara di pengadilan, kasusnya hingga kini menguap tanpa bekas. Ihwal kedermawanan salah kaprah itu menyeruak ke permukaan lewat geger politik di internal PPP saat itu. Dalam laporan keuangan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU)—yang kemudian bocor—tertera daftar empat halaman berisi 189 nama penyumbang. Bukan nama-nama itu yang membuat partai ini kemudian geger, melainkan jumlah sumbangan mereka yang lumayan fantastis. Misalnya, dalam daftar tertulis betapa tokoh sesederhana A.M. Saefuddin menyumbangkan Rp 1 miliar! Jumlah yang sama diberikan oleh Hamzah Haz, sang ketua. Beberapa fungsionaris lain, seperti Zarkasih Nur, pun tercatat menyumbangkan Rp 300 juta. Baik Saefuddin maupun Zarkasih segera menampik telah menyumbangkan dana sekian banyak. "Saya dicatut, ditipu mentah-mentah," kata A.M. Saefuddin ketika itu. Selidik punya selidik, pencantuman nama Saefuddin dan kawan-kawan tadinya dimaksudkan untuk sekadar menutupi ketidakjelasan nama penyumbang. Si penyumbang sendiri, sebagaimana yang tertera di dalam buku sumbangan partai, tak lain dari "hamba Allah". Karena paham hal itu akan menjadi persoalan di KPU, pengurus partai kemudian memasukkan nama mereka ke dalam daftar. Dana miliaran rupiah itu pun kemudian dipecah menjadi satuan lebih kecil, atas nama... ya, itu tadi. Mungkin karena sama-sama mengklaim memiliki konstituen muslim, nama "hamba Allah" pun muncul di dalam daftar penyumbang di Partai Bulan Bintang. Lebih parah dari PPP, kejadian serupa bahkan membuat partai pimpinan Yusril Ihza Mahendra tersebut sempat terbelah. Kedua pelanggaran pemilu yang tergolong berat itu pun menjadi berita utama media massa di Tanah Air. Disebutkan pula, Tim Sukses Habibie saat itu berada di balik penyumbang anonim ini. Tapi, dalam lintasan waktu, masalahnya kemudian padam. Jangankan upaya membawanya ke pengadilan, mengangkat kembali kasus itu pun tampaknya tak lagi pernah dilakukan. Kalangan lembaga swadaya masyarakat pun terkesan pasrah. "Sekarang sudah kasip, partai-partai itu sudah dinyatakan sebagai peserta pemilu," kata Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform (Cetro), Smita Notosusanto. Smita mengaku, sejak 1999, berkali-kali mengingatkan berbagai pihak perlunya menindaklanjuti persoalan itu ke pengadilan. Tapi, menurut dia, tidak banyak yang merespons ajakannya. "Soal dana kampanye mungkin dianggap tidak penting untuk diatur," katanya. Kini Smita sendiri menganggap kasus itu memang sudah mentok. Pasalnya, Undang-Undang No. 2/1999 yang mengaturnya pun sudah dicabut. "Jadi, (kasusnya) sudah kedaluwarsa," katanya. Namun Profesor Harun Alrasid dengan tegas menampik pernyataan Smita. " Enggak, enggak ada aturan seperti itu," kata ahli hukum tata negara dari Universitas Indonesia itu. Dicabutnya suatu peraturan, menurut dia, tidak lantas membuat pelanggaran atas aturan tersebut di masa lalu menjadi kedaluwarsa. "Sama dengan begini: bila aspek perdatanya hapus, tidak otomatis aspek pidananya hilang," kata Harun. Cuma, ia sendiri sadar, sulit mengangkat kembali kasus itu. "Dulu orang pun hanya sebentar mempersoalkannya. Hangat-hangat tahi ayam saja," katanya. Barangkali kesadaran seperti itulah yang menjiwai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, yang dengan tegas melarang peserta pemilu menerima dana dari penyumbang yang tidak jelas identitasnya. Jadi, akan terbebaskah pemilu mendatang dari sumbangan "hamba Allah"? "Tidak juga," kata Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), Komaruddin Hidayat. Menurut dia, meski aturan saat ini sudah lebih baik dan di dalam Panwaslu terdapat wakil kejaksaan dan kepolisian untuk memudahkan tindak lanjut penyelidikan, masih terdapat lubang-lubang yang bisa diakali partai politik. Dan dalam kondisi seperti itu, tak mustahil "hamba Allah" kembali memercikkan rezekinya.... Darmawan Sepriyossa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus