DALAM 10 tahun terakhir ini terasa adanya kekosongan kehidupan
politik. Rasa kesadaran nasional dikonstantir mengendor hingga
langkah-langkah dalam kehidupan bangsa dan negara dikhawatirkan
kehilangan titik pijak dan kekaburan dalam orientasi. (Hingga)
perlu dilakukan pengkajian secara mendalam sebab mengendornya
rasa kesadaran nasional itu." Kesimpulan ini dicapai 7 Mei lalu
di antara beberapa tokoh organisasi dalam suatu pertemuan di
gedung Joang, Menteng, Jakarta. Diputuskan menjadikan peringatan
Hari Kebangkitan Nasional 1979 sebagai titik awal Program
Kesadaran Nasional.
Dalam daftar susunan panitia bertengger nama-nama seperti Adam
Malik, Moh. Hatta, Jenderal Surono dan Letjen Sayidiman sebagai
penasehat. Ketua umum Achmadi sedang ketuanya antara lain Yusuf
Ismail serta Sukendro. Sebagai sekretaris umum Imam Waluyo,
direktur Leppenas. Semuanya ada 21 organisasi yang membentuk
panitia bersama ini, antara lain Dewan Harian Daerah Angkatan 45
DKI Jaya, Fosko TNI-AD, Soksi, Kosgoro, GMNI, GMKI, Yayasan
17-8-1945, Leppenas, Lembaga Bantuan Hukum dan Dewan Kesenian
Jakarta.
Acara peringatan dimulai dengan peringatan Hari Kebangkitan,
Nasional 20 Mei, serangkaian ceramah antara lain oleh Menpen Ali
Moertopo, panel diskusi dan ditutup dengan Sarasehan Anar
Generasi 1 Juni lalu dengan pidato tunggal Adam Malik.
Rasa kesadaran nasional mengendor? "Diakui atau tidak sekarang
ini dirasakan adanya penurunan kesadaran nasional ini," kata
Imam Waluyo. Alasannya: adanya penekanan yang berlebihan pada
pembangunan selama dua kali Pelita. Sedang nasionalnya kurang
diberi arti. Akibatnya orang tidak merasa berpartisipasi pada
bangsa dan negaranya. Pengembangan nilai-nilai inilah menurut
Imam Waluyo yang ingin dicapai. Hingga semuanya itu dianggapnya
merupakan kegiatan moral.
Dosa Kita
"Yang paling mengesankan dari peringatan ini adalah pidato pak
Adam Malik," cerita seorang pengunjung. Pidato Adam Malik, yang
dalam acara dicantumkan tanpa sebutan Wapres memang cukup
"menggemparkan" dan "menyegarkan". Berbicara tanpa teks selama 1
jam lebih, Adam Malik seperti biasanya blak-blakan.
"Kita semua telah berdosa. Kita semua telah berikrar akan setia,
menghayati dan mengamalkan Pancasila serta UUD 1945. Namun
sering ucapan itu hanya di bibir saja tanpa diikuti dengan
perbuatan yang nyata. Ini dosa kita. Inilah pokok masalah
sekarang. Inilah penyebab utama yang membuat
kemacetan-kemacetan, hingga mekanisme pemerintahan tidak
berjalan dengan selayaknya," kata Adam Malik.
Ada beberapa pejabat yang disebut Adam Malik sebagai "tonggak":
Mereka mendengar tapi tidak mengerti. Melihat tapi tidak
memperhatikan. "Orang-orang begini tidak mempedulikan Pancasila
dan UUD 1945 serta nasib rakyat," ujar Wapres yang disambut
gemuruh tepuk tangan. Tapi diingatkannya, antara yang memerintah
dan diperintah tak mungkin berkelahi karena justru seperti
menghancurkan kepala sendiri ke tembok. "Betapa pun kesalahan
keadaan sekarang, betapapun kesalahan pemerintah Orde Baru,
masih ada jalan untuk dilakukannya koreksi."
Adam Malik tak lupa mengingatkan agar jangan ada pikiran dan
kecurigaan pada rakyat. "Rakyat kita bukan tukang kudeta. Rakyat
kita tidak sebodoh itu," tuturnya. Dalam sejarah Indonesia
sendiri tidak dikenal sejarah adanya kudeta.
Dicantumkannya nama Fosko TNIAD dalam susunan anitia brsama
ternyata mempunyai buntut. Pada Kompas, Kepala Dinas Penerangan
TNI-AD Brigjen Soehirno menjelaskan, Forum Studi dan Komunikasi
(Fosko) TNI-AD bukan organisasi massa, bukan pula merupakan
organik TNI-AD. Menurut Soehirno, forum tersebut hanya merupakan
tempat diskusi dan berkomunikasi pimpinan AD dengan warganya
yang telah berada di luar kedinasan. Juga pembentukannya
dimaksudkan untuk menampung masalah maupun saran warganya yang
sudah berada di luar kedinasan, seperti masalah purnawirawan,
transmigrasi AD, perkoperasian dan sebagainya.
Pekan lalu diumumkan: sejak 26 Mei KSAD telah membekukan Fosko
TNIAD dan tidak membenarkan siapapun dan apapun menggunakan nama
itu. Siaran Dispen AD itu menyebutkan, langkah itu diambil
karena adanya oknum Fosko TNI-AD yang menggunakan nama Fosko
untuk kegiatan politik, hingga merugikan nama baik TNI-AD. Hal
ini dikatakan dapat menimbulkan anggapan, seakan TNI-AD berdiri
di belakangnya, seperti halnya terjadi dengan Panitia Bersama
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional baru-baru ini.
Apa yang sebenarnya terjadi? Dalam keterangan persnya 26 Mei
lalu, Ketua I Panitia, Yusuf Ismail menjelaskan panitia telah
menerima penjelasan bahwa duduknya Mayjen A. Soekendro dalam
panitia bukanlah dari unsur Fosko TNI-AD, melainkan sebagai
wakil Yayasan Kartika Pendidikan Kejuruan dan Teknik Achmad
Yani.
Fosko TNI-AD dikenal sebagai "perkumpulan" para purnawirawan
ABRI yang senior. Diresmikan dengan surat keputusan KSAD
pertengahan 1978, forum ini dimaksudkan untuk menyumbangkan
gagasan dan pikiran pada pimpinan AD mengenai bermacam hal.
Kepengurusannya meliputi 17 orang dengan suatu presidium yang
beranggotakan Letjen (Purn.) Jatikusumo, Letjen I (Purn.)
Sudirman dan Mayjen Soekendro, sedang Sekjen dijabat Letjen
Dharsono. Tampaknya pencantuman nama TNI-AD dianggap bisa
menimbulkan kesan yang salah, hingga keluar keputusan KSAD itu.
Apakah pembekuan ini akan berarti Fosko TNI-AD bubar? Kabarnya,
keputusan KSAD itu hanya menghapuskan pencantuman nama TNI-AD,
sedang tugas para purnawirawan itu tetap diteruskan. Dalam
kegiatan kerjanya, badan ini selanjutnya tidak boleh
mengeksposekan diri keluar. Jadi? Konon. nama baru forum ini
sejak 1 Juni lalu adalah Fosko Purna Yudha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini