WAJAH Ketua Rektorium ITB Dr. Sudjana Sapi'ie tidak secerah
biasanya Sabtu siang 26 Mei lalu. Keluar dari ruangan kerja
Menteri P&K Daoed Joesoef setelah satu jam di dalam, ia
didampingi dua anggota rektorium, Prof. Dr. Moedomo dan Prof.
ir. Wiranto Arismunandar, dan juga Dirjen Perguruan Tinggi Prof.
Dr. Dody Tisna Amidjaja.
Ada apa? Jum'at malam, di rumahnya di Bandung Sudjana Sapi'ie
menerima telepon. Menteri P&K memintanya datang Sabtu siang.
Rupanya Daoed Joesoef siang itu memberitahu keputusannya:
Rektorium ITB dinyatakan selesai tugasnya. Dirjen Perguruan
Tinggi Dody Tisna Amidjaja ditugaskan merangkap sebagai Pejabat
Rektor ITB.
Masih Ompong
Di Balai Pertemuan Ilmiah ITB Rabu pekan lalu serah terima
jabatan pimpinan ITB itu dilangsungkan. "Dapat dikatakan
Rektorium ITB telah melaksanakan missi dan tugasnya seperti yang
diharapkan pemerintah, dan telah dianggap selesai," demikian
sambutan Menteri P&K yang dibacakan Irjen Supardi. Jadi, serah
terima jabatan ini memang tak ada apa-apanya selain "mutasi
biasa di kalangan pegawai pemerintah," kata Daoed Joesoef kepada
TEMPO Rabu siang.
Dua jam sebelum Sudjana menerima telepon panggilan, Jumat sore
itu rapat pimpinan ITB sudah memutuskan untuk menskors Ausie
Gautama, Ketua DM terpilih dan Wisnu Hendrajit, Sekretaris Umum
MPM. Skorsing itu sendiri baru diumumkan Selasa akhir Mei --
sehari sebelum serah terima pimpinan ITB -- meski berlaku sejak
Senin sehari sebelumnya. "Saya memang tak ingin mempublikasikan
skorsing Ausie itu," tutur Sudjana kepada TEMPO di hotel
penginapannya di Jakarta (lihat box). Apakah Rektorium dinilai
pemerintah gagal atau paling tidak kurang cepat melaksanakan
tugasnya?
"Tidak. Rektorium tidak gagal. USI pun sudah diskors," kata
Daoed. "Kenapa ditunjuk pak Dody, ya karena beliau itu dulu
rektor ITB dan kini menjabat Dirjen PT, jadi diharap dengan
begitu beliau mempunyai kemampuan melaksanakan tugas," lanjut
Daoed. Dalam hal ini pendapat Daoed sama dengan mahasiswa. Ausie
pun menilai "Rektorium tidak gagal, sebab proses masih sedang
berjalan."
Apa yang diharap dari Dody? Seperti yang tercantum dalam
sambutan tertulis Menteri P&K tugas pokok yang harus
dilaksanakan pejabat rektor ialah: "Meningkatkan usaha kegiatan
Normalisasi Kegiatan Kampus (NKK) sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku." Tampaknya Dirjen PT bakal
tambah sibuk. Kebetulan, 10 hari pada awal Juni ini, Dody untuk
sementara juga berfungsi sebagai Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah, selama Prof. Dardji Darmodiharjo berada di Jerman
Barat.
"Saya senang dengan tugas pejabat rektor ini," kata Dody sambil
makan siang di kantornya. "Saya ingin berfungsi sebagai payung,
agar rekan-rekan di ITB melaksanakan tugas dengan baik." Menurut
Dody, sebetulnya soal NKK di ITB kini tak ada masalah lagi. Apa
Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) sudah terbentuk? "Ya,
sudah. Hanya masih ompong, wakil mahasiswa belum ada."
Diceritakannya bahwa kegiatan mahasiswa ITB berjalan sebagaimana
biasa ada kegiatan olahraga, kesenian dan lain-lain. Soal
duduknya mahasiswa dalam BKK "tentu saja sangat diharapkan, tapi
bukan paksaan." Yang penting, menurut Dody: "Biar BKK-nya
ompong, tapi mahasiswa bisa belajar dengan baik, bisa berkreasi
dengan baik."
Tak Akan Dipaksa
Dari pihak mahasiswa ITB, harapan agar persoalan bisa selesai
dengan baik memang juga terdengar. Lewat telepon Ausie menjawab
pertanyaan TEMPO: "Kami optimis dengan Pak Dody, sebab dia
banyak tahu tentang kehendak mahasiswa." Meski demikian,
sambutan sekelompok mahasiswa ITB ketika selesai upacara serah
terima di Balai Penelitian Ilmiah ITB Rabu pagi itu, agak
sumbang juga. Sambil membawa karangan bunga "Ikut Berdukacita"
mereka menyoraki Dody. Kata Dirjen PT itu ketika menjawab
pertanyaan seorang Menwa dari ITB yang baru datang dari Timur
Tengah: "Wah, saya disoraki anak-anak. Katanya saya tidak boleh
kembali ke ITB."
Toh, Dody tetap optimis, dan sangat berharap "agar kedua belah
pihak menaruh kepercayaan" kepadanya. "Sorakan anak-anak ITB
itu, mah, biasa," katanya. Dan Dody bukannya tak tahu, seperti
juga kata Ausie kepada TEMPO, bahwa hakekat NKK bagi mahasiswa
sudah tidak merupakan persoalan lagi. Yang menjadi masalah ialah
struktur organisasinya. Untuk ini kata Dody: "Kita perlu melihat
Indonesia secara keseluruhan, dan jangan ITB saja. Di daerah
lain NKK sudah berjalan. BKK itu adalah aparat rektor, bukannya
pengganti Dewan Mahasiswa yang dibekukan itu. Soal mahasiswa tak
mau duduk di dalamnya, tak akan dipaksa kalau tak mau."
Sebelum kembali ke Jakarta Sabtu awal Juni, Dody sempat
mengangkat dua pembantunya: Moedomo dan Wiranto. Rencananya,
dalam seminggu ia akan berada di Jakarta 3 hari, di Bandung 3
hari. Apakah ia akan meninjau penskorsan Ausie dan Hendrajit?
"Ah, yang jelas saya akan melanjutkan keputusan dan
kebijaksanaan Rektorium, selama tak ada perkembangan apa-apa,"
jawabnya diplomatis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini