YANG bertanda tangan di bawah ini Eliezer Jan Bonai, Umur 54
tahun, jabatan akhir pegawai eselon IV Departemen Dalam Negeri
di Jakarta (1964-1965), dengan segala kerendahan hati
menyampaikan kepada Bapak:
I. Empatbelas tahun lamanya dengan segala daya upaya telah
memperjuangkan hak asasi kami, namun sejauh itu belum ditanggapi
oleh yang berwajib
II. Empatbelas tahun lamanya, beberapa kali mengadakan
surat-menyurat melalui Pemerintah Daerah Propinsi Irian Jaya dan
Pemerintah Pusat, namun jawaban yang dinanti-nantikan tak
kunjung tiba.
III. Dari 1975 s/d 1977 berada di Jakarta untuk mengurus hal
ini, sampai lima kali berusaha menghadap SEKJEN Departemen Dalam
Negeri, selalu gagal oleh barikade birokrasi yang membudaya,
sehingga akhirnya mengirim surat tertanggal 6 Juni 1976 Nomor
011 /P/76.
Hal-hal yang menyangkut hak asasi kami yang dikemukakan dalam
surat 6 Juni 1976 Nomor 011/P/76 antara lain:
1. Gaji yang merupakan hak kami yang belum dibayar oleh Negara
2. Status kami sebagai Pegawai Negeri Tetap yang masih 'kabur
sejak 1966 hingga kini
3. Bila status yang dimaksud ayat 2 sudah diclearkan, maka
sebagai Pegawai Negeri Tetap berhak untuk menerima pensiun
Pegawai Negeri.
IV. Khusus mengenai pasal III ayat 1, sudah mau diselesaikan
pada tahun 1977: KBN I Jakarta telah menerbitkan sebuah SPM
kepada kami bernilai Rp 860 (delapan ratus enampuluh rupiah),
gaji untuk 14 bulan dari seorang Pegawai golongan IV/C, dengan
duabelas anggota keluarga.
Kami ajukan surat permohonan kepada Menteri Keuangan agar skala
yang dibuat KBN I Jakarta yakni 1000: 1, supaya di balik menjadi
1: 1000. Sebab dalam hal keterlambatan menerima gaji, bukan
salah kami tetapi kelalaian dari Departemen Keuangan sendiri,
dalam hal ini KBN Jayapura -- Irian Jaya waktu itu.
Dari Menteri Keuangan permohonan kami tidak dikabulkan. Dengan
demikian SPM bernilai Rp 860 (delapanratus enampuluh rupiah)
tidak dapat diuangkan -- suatu pemerkosaan yang lebih sadis dari
pembunuhan. Sungguh, suatu perikemanusiaan yang adil dan
beradab.
V. Selama empatbelas tahun telah mengorbankan semua yang ada
pada kami guna meraih hak-hak tersebut di atas, sedang
imbalannya hanya kemelaratan. Kerugian materi akibat status yang
kabur selama ini, sebesar Rp 15.000.000 (limabelas juta rupiah)
termasuk biaya yang terbuang dengan siasia untuk pengurusan ini.
VI. Belum adanya suatu tanggapan dari yang berwajib mengenai
masalah ini, selama empatbelas tahun sudah merupakan isyarat
bahwa hak untuk hidup di dalam Negara Republik Indonesia yang
tercinta ini sudah dicabut dari kami, tanpa disadari dan di
luar sepengetahuan kami pribadi. Sebaliknya sebagai warganegara
yang baik, tidak mau beranjak meninggalkan negara sendiri,
melainkan dengan tabah menerima perlakuan tidak adil dan tidak
berperi kemanusiaan sejauh kondisi fisik dan mental bisa
memikulnya. Namun demikian, dengan kondisi fisik yang sudah
menurun tertimpa usia yang semakin menanjak, untuk meneruskan
perjuangan demi hak asasi kami, tidak berdaya lagi.
VII. Akhirnya kami datang seraya memohonkan kesediaan untuk
mempertimbangkan agar kepada kami diberi kesempatan dan
dispensasi pergi ke luar negeri, dengan tujuan Negeri Belanda
untuk mengurus hak-hak sipil semasa Pemerintah Belanda menguasai
Irian Jaya dan yang belum terselesaikan akibat peralihan
kekuasaan atas Irian Jaya kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Demikianlah permohonan kami.
E. J. BONAI
Angkasa Indah III,
Jl. Lembah No, 2,
Jayapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini