Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

'Miqot' Kiai Langitan

1 Juni 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada konspirasi yang ingin menjegal kepemimpinan saya di PKB," ujar Abdurrahman Wahid di depan majelis Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PKB di Hotel Santika, Jakarta, 27-29 Mei. Mengenakan batik berwarna biru muda dengan motif hiasan sulur-suluran daun warna hitam, Abdurrahman Wahid, yang disapa Gus Dur, melontarkan pernyataannya usai mendengar pertanyaan tentang dukungan beberapa ulama Nahdlatul Ulama yang menjagokan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Muzadi, sebagai calon presiden 2004 kepada Dewan Pengurus Pusat PKB. Pernyataan Gus Dur langsung disambut riuh ratusan warga PKB yang memadati ruang Balai Betawi. Sehari sebelum Mukernas, di tempat terpisah, di Ballroom Hotel Sahid, digelar forum silaturahmi tokoh NU se-Indonesia dengan DPP PKB. Forum ini merekomendasikan nama Hasyim sebagai calon presiden 2004." Ini dimaksudkan agar Mukernas PKB tidak memunculkan calon tunggal," kata Mas'ud Machfoedz, Pengurus Wilayah NU Yogyakarta. Forum inilah yang menurut Gus Dur salah satu bentuk konspirasi yang bertujuan menjegal kiprahnya di arena politik. Sebabnya, forum ulama ini tidak institusional, bersifat individual, tetapi malah diberitakan sebagai keputusan PBNU. Masa indah hubungan Hasyim dan Gus Dur memang sudah tutup buku. Padahal, secara historis, hubungan antara NU dan PKB ibarat ayah dan anak. Kok bisa? Simpul keruwetan antara keduanya bermula setelah Gus Dur dilengserkan. Dia merasa NU sebagai ayah tidak membela anaknya yang dicopot dari kursi presiden. Menurut Hasyim, dirinya sebagai pemimpin NU kala itu memang mempunyai keterbatasan. Saat Gus Dur diserang, semua warga NU marah dan mengkristal lewat pasukan berani mati. "Kebijakan NU, mencegah tindakan anarki warganya karena ini menyangkut nama besar NU," tutur Hasyim kepada Adi Prasetyo dari TEMPO. Mungkin, dengan situasi begitu, Hasyim terkesan berseberangan dengan Gus Dur. Soal luka hati, juru bicara Ketua Dewan Syuro Adhie Massardi sempat "membeberkan" dosa Hasyim. Di antaranya, Hasyim tidak menghadiri Muktamar Luar Biasa PKB di Yogyakarta, Januari tahun lalu. Padahal, menurut Adhie, PKB kala itu membutuhkan dukungan penuh NU. Hasyim juga dinilai tidak tegas terhadap PKB Batu Tulis ciptaan Matori Abdul Djalil. Jurang perseteruan yang "menganga" antara pemimpin ormas dan partai politik warga nahdliyin ini turut meresahkan para kiai sepuh NU. Ujungnya, digelarlah pertemuan kiai khos NU dalam forum kiai Langitan. Pertama, diadakan pada 28 April di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Sekitar 25 kiai sepuh NU hadir. Pertemuan kedua digelar di Pondok Pesantren Tegal Rejo, Magelang, Jawa Tengah, 17 Mei. Sebanyak 24 kiai dari 41 kiai sepuh hadir di sana, termasuk Hasyim Muzadi. "Maksud pertemuan adalah untuk menjaga kebersamaan warga NU, khususnya antara Hasyim dan Gus Dur," tutur anggota majelis Langitan, K.H. Yusuf Muhammad. Setelah bertemu dengan Hasyim, kiai Langitan menemui Ketua Umum Dewan Syuro, Gus Dur, di Jakarta, pada Senin 26 Mei lalu. Inti pertemuan, meminta klarifikasi kepada Gus Dur tentang permasalahan yang berkembang berkaitan dengan keretakan hubungannya dengan Hasyim. "Paling tidak upaya menjaga kebersamaan, menyatukan langkah, menghilangkan kesalahpahaman, meminimalkan pertentangan dan perpecahan, sudah kami lakukan," kata Gus Yus, begitu ia kerap disapa. Gus Yus juga tidak menafikan pertemuan kiai Langitan membahas juga soal kesiapan PKB menghadapi Pemilu 2004. Untuk itu para tokoh NU dan PKB supaya menyatukan langkah, dan kalau memang ingin dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden, miqot (pintu masuknya) harus melalui PKB. "Ini semata-mata untuk menjaga keutuhan dan kebersamaan," ujar kiai asal Jember ini. Menurut Ketua PBNU Achmad Bagja, pertemuan kiai Langitan tidak untuk merapatkan hubungan antara NU dan PKB, tetapi lebih pada siapa nama calon presiden PKB. "Yang menjadi permasalahan karena nama Hasyim dicalonkan ulama NU. Mungkin ini akar persoalannya," tutur Bagja. PBNU sendiri sampai saat ini belum membicarakan masalah siapa calon presidennya. Bagja menambahkan, kalau memang dukungan menderas ke Hasyim, itu bukan permasalahan. Partai politik terdekat dengan warga NU adalah PKB, dan sekarang, menurut dia, bagaimana sikap PKB melihat dukungan terhadap Hasyim. K.H. Achmad Subadar, pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Ulum Pasuruan, Jawa Timur, yang juga anggota forum kiai Langitan, menyatakan hingga saat ini belum ada kiai Langitan yang menerima wangsit tentang siapa calon presiden dari NU atau PKB yang akan mendapat rekomendasi dari kiai sepuh. Terlepas dari belum jatuhnya wangsit ke pangkuan Kiai, dalam Mukernas PKB kemarin, rapat Komisi B yang membahas pencalonan presiden dan wakil presiden merekomendasikan Gus Dur sebagai kandidat. Munculnya nama Gus Dur, menurut A.S. Hikam, belum harga mati. Jika kondisi politik berubah, bukan hal yang tidak mungkin PKB melakukan perubahan. "Bisa jadi nama Gus Dur surut, bisa juga lebih mantap," kata Ketua Dewan Pengurus Pusat PKB ini yakin. Cahyo Junaedy, Suseno (Tempo News Room), Adi Mawardi (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus