PRAMUDYA Ananta Toer, penulis sejurnlah novel terkenal (antara
lain Keluarga Gerilya) yang pernah ditahan Belanda dan kini
telah 1 tahun di tahan di P. Buru, termasuk di antara mereka
yang belum dibebaskan.
Kabarnya ia ditahan bukan karena kegiatannya sebagai novelis,
tapi sebagai pemimpin rubrik Lentera dalam Binta/Timur, yang
beberapa belas tahun yang silam galak berkampanye membersihkan
mereka yang tak satu pendirian dengan "sastra revolusioner" yang
dianutnya.
Nama Pram selama dalam tahanan selalu dibela oleh Amnesti
Internasional. Pram sendiri konon pernah menyerang Amnesti,
ketika organisasi ini di pertengahan 60-an mengritik pemerintah
Indonesia (aman Bung Karno) yang menahan Mochtar Lubis. Di P.
Buru dua pekan yang silam, wartawan Far Eastern Economic Review
David Jenkins menanyainya tentang benar atau tidaknya cerita
itu. Pram katanya tak langsung menjawab . Ia keluar sebentar,
kemudian datang mengatakan: "Setiap orang bisa melakukan
kesalahan."
Di bawah ini adalah wawancara wartawan TEMPO Salim Said
dengan penulis itu, di hari ketika 1.500 "war~ga" Inrehab
(Instalasi Rehabilitasi) P. Buru dibebaskan. Berlainan dengan
potretnya ~ahun 1971, Pram kini nampak tegap dan berkulit
bersih. Wawancara ini berlangsung dalam kamar (untuk kerja
dan tidur sekaligus~) yang berukuran 2 x 1,5 MÿFD. Pram
satu-satunya tahanan yang dapat keistimewaan punya kamar
seperti itu. "Ini dibangun oleh teman-teman saya," katanya
menjelaskan.
Kabarnya anda menulis novel dalam masa penahanan ini. Berapa
novel yang telah anda tulis?
7 yang sudah selesai, 1 yang sedang dalam penyelesaian.
Sejak kapan anda mulai menulis? Sejak akhir 73.
Mesin ketik yang anda pakai dari mana diperoleh?
Ini dari barang yang tidak bisa dipakai. Kami perbaiki lalu saya
pergunakan.
Dulu ada kabar bung Pram bakal dikirimi mesin ketik oleh
Presiden. Apa betul cerita itu?
Tidak betul.
Apa anda mendapat kebebasan untuk menulis?
Dalam menulis, kebebasan itu harus saya bikin.
Waktu untuk menulis itu diberikan atau tidak?
Ya, ada.
Sementara teman-teman anda melakukan pekerjaan kasar, apakah
anda boleh tetap menulis?
Boleh. Ini ada semacam pembagian tugas. Saya ini hanya menulis.
Hidup saya ditanggung oleh teman-teman. Cuma air mandi yang saya
peroleh sendiri.
Lalu setelah karang,an itu selesai, naskah itu anda serahkan ke
mana?
Dibawa oleh petugas ke Jakarta.
Tentang apa saja karangan-karangan itu?
Suatu rangkaian roman tentang oeriode kebangkitan nasional dari
tahun 1898, kebangkitan di Manila, perang Jepang-Rusia sampai
berdirinya Volksraad. Itu te,rdiri atas 4 jilid. Ini sebenarnya
merupakan ide lama, ketika dulu saya mengumpulkan bahan sejarah
dari periode itu.
Kesukaran apa yang terutama anda hadapi untuk menulis novel itu?
Kesukaran saya ialah karena saya tidak bisa membaca arsif dan
dokumen dari Arsip Nasional. Ini bisa mengakibatkan karangan itu
tidak mempunyai bumi untuk berpijak. Pijakannya rapuh dan saya
bisa dituduh memutar-balik sejarah, meski saya sebenarnya
membikin roman, bukan sejarah.
Bagaimana komentar pihak yang berwajib terhadap
karangan-karangan anda itu? Betulkah ada naskah anda yang akan
diterbitkan oleh Ajip Rosidi (penerbit Pustaka Jaya)?
Sejauh yang saya dengar, belum ada komentar dari yang berwajib.
Naskah saya yang ke Jakarta hanya ke Bapreru, tidak ada yang ke
Ajip.
Kapan anda bisa menyelesaikan novel-novel itu sebelum pada
akhirnya diterbitkan?
Ya setelah saya bebas, akan segera saya selesaikan.
Kapan kira-kira pembebasan itu?
Saya tidak tahu. Tapi kebebasan itu bukan keinginan saya,
melainkan hak saya.
Apa sebenarnya arti masa penahanan ini bagi diri anda?
Untuk saya, ini merupakan masa agregasi untuk menulis yang lebih
baik.
Adakah masa ini mengubah ide atau pikiran yang anda biasa
tuangkan dalam karangan anda sebelumnya?
Saya menjadi lebih percaya kepada kemanusiaan. Tadinya saya
pernah ragu-ragu, sekarang saya lebih percaya pada hari depan
kemanusiaam Karena saya tahu bahwa apa yang saya derita kan
sekarang ini tidak perlu diderita oleh orang lain sesudah saya.
Apakah anda merasakan adanya perubahan keyakinan, atau perubahan
mental setelah mengalami pembinaan mental di tempat tahanan ini?
Saya dididik secara tradisionil, seperti orang Indonesia
umumnya, untuk erbuat baik dan percaya pada Tuhan. Saya kira
saya seperti dulu saja, tidak berubah. Dari muda saya didik
untuk samadi, meski saya berasal dari keluarga Islam. Dan samadi
itu saya lakukan hingga sekarang. Terutama di masa-masa sulit.
Bagaimana perasaan anda terhadap perlakuan yang anda terima
sebagai seorang tahanan?
Saya anggap itu semua sebagai proses nasional di mana saya
ditempatkan dalam tahanan.
Bagaimana dengan tuduhan bahwa anda dulu memberi angin kepada
politik PKI?
Itu terserah yang menuduh. Toh hingga kini tidak pernah
dibuktikan di pengadilan.
Jadi anda tidak punya ikatan organisasi?
Saya diangkat sebagai pengurus Lekra, tapi saya tidak tahu
organisasi.
Lalu kapan tepatnya Lekra mulai mendekati anda?
Tahun 1956. Di tahun 1958 saya diundang ke kongres Lekra di
Solo. Di sana saya diminta memberi sambutan dan pada akhir
kongres ternyata saya diangkat jadi pengurus. Tidak hanya dalam
kegiatan kebudayaan itu terjadi, sebab juga dalam konperensi
perdamaian saya diajak dan diangkat jadi pengurus.
Berapa jauh anda merasa bahwa Lekra bisa membawa atau
melaksanakan ide-ide anda?
Sejauh yang saya ketahui tidak ada. Saya ini kan tidak tahu
organisasi. Saya orang penyendiri.
Anda mengasuh rubrik Lenter di koran Bintang Timur. Kata-kata
keras dipakai di sana, sementara anda sebagai pimpinannya,
merasa berjuang untuk kemanusiaan. Bagaimana ini?
Itu semua karena saya kecewa terhadap hasil revolusi. Dalam
menulis sastra, saya berhadapan dengan diri saya sendiri, dalam
menulis artikel saya berhadapan dengan dunia. Berbeda. Saya
mengharapkan yang lebih baik dan lebih cepat kepada dunia ini.
Mungkin itu yangmenyebabkan bahasanya jadi kasar.
Bagaimana komentar anda terhadap perkembangan kebudayaan
sekarang ini?
Saya mendengar banyak lagu lewat pita-pita rekaman. Rasanya kita
ini makin jauh dari bumi kita sendiri. Mengenai kesusasteraan,
saya tidak bisa baca.
Jika nanti anda bebas dan berkesempatan aktif kembali dalam
kegiatan kebudayaan, apakah penggunaan kata-kata keras dalam
artikel anda masih akan terjadi?
Tidak lagi. Soalnya saya makin tua. Sekarang ini saya sudah 52
tahun. Ketika saya ditangkap usia saya 40 tahun. Padahal dulu
saya pernah bercita-cita bahwa jika usia 40 saya akan kembali
menulis karya sastra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini