Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sejarah Parsel Lebaran, Dari Simbol Balas Budi Hingga Dicurigai sebagai Gratifikasi

Kebiasaan berkirim parsel tak pernah luntur, khususnya pada masa Lebaran. Bagaimana perkembangan tradisi ini di Indonesia?

5 April 2024 | 10.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Hampers Lebaran (Sumber: Instagram @les.celle)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lebaran akan terasa janggal bila tidak disertai dengan kiriman parsel atau hampers. Tradisi mengirim bingkisan itu lekat dengan perayaan hari besar sejumlah agama, tidak hanya Idul Fitri. Kebiasaan itu ternyata berkembang dari suatu sejarah yang memiliki makna mendalam.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dosen Sejarah Universitas Airlangga atau Unair, Moordiati, mengatakan budaya berbagi bingkisan sudah ada sejak zaman kolonialisme. "Namun, tentunya terdapat berbagai perubahan, baik dari sisi istilah, bentuk, dan makna yang terkandung dalam budaya tersebut," katanya melalui keterangan resmi pada Kamis, 5 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada zaman kolonialisme Belanda, kata Moordiati, aktivitas berkirim bingkisan hanya untuk kalangan tertentu. Penyebab adalah ketidaksetaraan sosial dan ekonomi pada saat itu.

Budaya parsel itu juga tidak populer pada masa penjajahan Jepang yang terkenal dengan kekejamannya. Masyarakat lebih berfokus bertahan hidup dan menghadapi kesulitan sehari-hari. Kebiasaan ini masih belum populer pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Pengiriman parsel baru berkembang lagi pada era 1980. Pada saat itu, parsel Lebaran cenderung berisi makanan khas hari raya. “Tetapi kemudian isi parsel berubah seiring perkembangan zaman. Ada pakaian, barang pecah belah seperti cangkir, dan bunga," tutur Moordiati.

Pada era 2000 silam, ketika masuk milenium baru, budaya berbagi parsel semakin populer, Saat itu istilah hampers semakin sering terdengar. Akhirnya tidak sedikit pelaku usaha yang menjadikan bingkisan sebagai produk jual beli.

Menurut Moordiati, kepopuleran hampers sempat menyebabkan menimbulkan penyalahgunaan status di tengah masyarakat. Pada 2005, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan aturan bagi pejabat dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk tidak menerima hampers Lebaran.

Hal tersebut berkaitan dengan gratifikasi yang seringkali terjadi via hampers. Hingga saat ini, peraturan tersebut masih berlaku sesuai dengan Surat Edaran (SE) KPK Nomor 1636IGTF.00.02/01/03/2024 mengenai Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi di Hari Raya.

 

Makna Sosial Hampers Lebaran

Dulunya hampers hanya menjadi ucapan terima kasih dan balas budi kepada penerima. Seiring perkembangan zaman, makna hampers berubah menjadi wujud apresiasi dan penghargaan kepada orang lain, terutama pada perayaan keagamaan dan acara sosial. Makna ini juga yang menjadi tonggak awal tradisi parsel lebaran.

Makna hampers, Moordiati meneruskan, berkembang menjadi simbol yang kompleks dalam masyarakat modern. Perkembangan itu mengikuti perubahan budaya dan nilai-nilai sosial.

Kini, penggunaan hampers sering menjadi penanda status sosial, baik dari sisi pengirim maupun penerima. Pemberian hampers yang mewah atau eksklusif bisa menjadi cara untuk menunjukkan status atau kekayaan. Di lain pihak, penerima hampers dapat menganggap kiriman bingkisan sebagai pengakuan atas kedudukan sosial dalam masyarakat.

" Semakin tinggi nilai hampers yang diberi atau diterima, bisa menjadi penanda tingginya status sosial," ucap Moordiati.

Bila disimpulkan, hampers tak sebatas menjadi simbol kedermawanan dan rasa terima kasih, namun juga mencerminkan dinamika struktur sosial dan budaya yang rumit di masyarakat.

Aktivitas berkirim hampers, kata Moordiati, telah menjadi bagian dari ritual sosial. Tradisi itu tak sebatas pertukaran materi. “Tapi juga melibatkan permainan status dan pengakuan.”

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus