Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga riset politik Digitroops memaparkan sepuluh hoaks termasyhur di media sosial, yang menyerang salah satu kandidat dalam pemilihan presiden 2019. Temuan ini dipublikasi hari ini, Kamis 11 April 2019 di Bakoel Koffie, Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Berita terkait: KPU Minta Polisi Tangkap Penyebar Hoaks Pemilu di Luar Negeri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Isu yang paling banyak tersiar di media sosial saat ini adalah tentang ‘Jokowi dituding sebagai Partai Komunis Indonesia (PKI)’. Sebanyak 76.778.491 akun di media sosial telah terpapar berita bohong ini, dan sebanyak 173.110.667 kali diakses.
Hoaks itu masuk dalam tiga besar berita bohong yang selama ini menyasar Joko Widodo atau Jokowi. Menurut peneliti Digitroops Yusep M Sofyan, hoaks sejauh ini memang lebih banyak menyerang Jokowi.
Hoaks selanjutnya yakni ‘Jokowi akan hilangkan adzan’ dilihat oleh 52.428.745 akun, diakses 98.229.910 kali. Ketiga, ‘Jokowi dianggap anti Islam’, dilihat 25.000.002 akun, diakses 28.386.156 kali.
Keempat baru hoaks soal Prabowo Subianto. Kali ini hoaks yang cukup menguntungkan, yakni ‘Erdogan mendukung Prabowo’. Hoaks ini dilihat 22.893.116 akun, dan diakses 23.768.600 kali.
Hoaks berikutnya adalah: ‘Jokowi legalkan pernikahan sejenis’, ‘surat suara sudah tercoblos’, ‘Jokowi tawarkan Bogor ke China’, ‘PBNU dukung Prabowo’, ‘Jokowi membiarkan Indonesia dibanjiri tenaga kerja asing’, dan ‘Prabowo termasuk komplotan ISIS’.
Yusep mengatakan, dalam survei yang dilakukan lembaganya, mayoritas responden, terutama pengguna media sosial mengaku resah dengan hoaks. Bila berlanjut, kata dia, dapat merusak sendi demokrasi yang telah lama dibangun, dan melunturkan persatuan. “Mayoritas publik merasa hoaks sudah terlalu banyak.”
Survei ini mengkonfirmasi isu hoaks yang berkembang di media sosial selama kurun waktu Agustus 2018 - Maret 2019. Riset dilakukan dengan survei tatap muka, Focus Group Discussion, analisis media, dan wawancara mendalam.
Foto 
