Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Nur Rachmat Yuliantoro, mengatakan pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka belum memenuhi ekspektasi banyak orang terkait upaya pemberantasan korupsi. Selama 100 hari kerja pertama, Prabowo-Gibran sudah memberikan banyak tempat bagi pendukungnya di kursi pemerintahan.
“Pemerintahan yang baru sebenarnya bisa membawa perubahan yang diinginkan orang dalam artian pemberantasan korupsi. Persoalannya, pemerintahan Prabowo terlalu banyak memberikan ruang bagi mereka yang berkontribusi kepada kemenangan ketika pemilihan Presiden kemarin,” ujar Rachmat kepada Tempo pada Jum’at, 31 Januari 2025.
Dengan menempatkan timses atau pihak yang berkontribusi pada kemenangan Prabowo dan Gibran pada Pemilu 2024 lalu di jabatan strategis pemerintahan, maka terbuka peluang munculnya penyalahgunaan wewenang. Hal tersebut dapat mengindikasikan rendahnya akuntabilitas pemerintahan. Rendahnya akuntabilitas dapat mengarah pada ketiadaan transparansi yang mendorong munculnya tindak korupsi.
“Kalau orang yang menduduki jabatan bukan karena kompetensi tapi karena terima kasih, maka akuntabilitasnya mungkin akan rendah dan tanggung jawabnya (juga) akan rendah),” kata Rachmat.
Sebenarnya, tidak adil membandingkan pemerintahan Jokowi yang berjalan 10 tahun dengan pemerintahan Prabowo yang baru menginjak sekitar 100 hari kerja. Namun, Rachmat dapat menilai dengan mempertimbangkan banyak hal jika kebijakan pemberantasan korupsi Prabowo tidak akan jauh berbeda dengan Jokowi.
Rachmat menyoroti narasi Jokowi soal memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam masa pemerintahannya yang dalam realitanya justru melemahkan KPK atas beragam kasus yang telah terjadi. Hal serupa juga diungkapkan oleh Prabowo bahwa Presiden tersebut akan mengejar koruptor sampai ke Antartika.
Akan tetapi, Prabowo belakangan punya ide akan memberi maaf kepada koruptor asal mengembalikan uang yang dikorupsi. Dapat diamati bahwa muncul kontradiksi dari kedua pernyataan Prabowo tersebut. Rachmat mengatakan, “Kemudian, pelesetannya adalah koruptor akan saya (Prabowo) kejar sampai ke Antartika, tetapi kalau koruptor itu antar kita tidak akan dikejar. Jadi, mari lihat di hari-hari mendatang.”
Dalam menjalankan pemerintahan ke depannya, Rachmat berharap bahwa para menteri dan staf Prabowo dapat menjalani tugas dan wewenang yang telah diamanahi saat pelantikan dengan serius. Para pejabat yang menduduki kursi pemerintahan harus merupakan orang-orang yang kompeten atas dasar kemampuan untuk memimpin. Selama negeri ini masih dipimpin oleh orang-orang yang tidak punya kapabilitas, maka selama itu pula penegakan korupsi sulit direalisasikan.
Selain itu, Rachmat mengungkapkan harapannya soal adanya perubahan sistem politik yang lebih terbuka dan memihak kepada kepentingan rakyat. Pemerintah harus memahami kepentingan rakyat dibandingkan dengan kepentingan pribadi maupun kelompok.
Terkait hal tersebut, telah muncul perubahan sistem politik dari Mahkamah Konstitusi yang mengatakan tidak ada lagi presidential threshold untuk calon presiden. Partai politik manapun, terlepas dari berapa jumlah suara yang diperoleh dari pemilihan sebelumnya, mereka diperbolehkan mengusulkan calon presiden.
“Ketentuan tersebut dapat menjadi terobosan sehingga rakyat punya pilihan yang sangat banyak walau MK menyatakan masih adanya rekayasa konstitusional,” ujarnya.
Rachmat turut menyatakan pentingnya pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran bagi rakyat dan terutama elite politik untuk memandang bila korupsi bukan hanya soal uang atau materi. Korupsi dapat berupa penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Para pejabat sekaligus pendukung Jokowi yang mempertanyakan nominasi OCCRP membuktikan bahwa banyak elite politik yang berpikir bahwa konteks korupsi hanya berkutat pada suatu hal yang bersifat material. “Nah, itu perlu kita ubah. Mudah-mudahan ada perkembangan untuk pemberantasan korupsi di negeri ini,” kata dosen HI tersebut.
Pilihan Editor: 100 Hari Pemerintahan Prabowo: Blunder Kabinet Tangani Fiskal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini