Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Solo - Keberadaan sejumlah aktivis yang hilang masih menjadi misteri di tengah peringatan 20 tahun reformasi. Mereka dihilangkan secara paksa pada kurun 1997-1998, menjelang tumbangnya rezim Orde Baru. Hingga kini, kabar para aktivis yang dikenal vokal terhadap rezim saat itu bagai raib ditelan bumi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Aktivis yang masih hilang itu adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dua dasawarsa berbilang. Namun, tidak semua luka bisa disembuhkan oleh berlalunya waktu. Hal itu pula yang dirasakan keluarga Wiji Thukul, penyair yang juga aktivis Partai Rakyat Demokratik di masa itu. Saat Tempo bertandang ke rumah Sipon, istri Wiji Thukul, perasaan luka itu masih membekas.
"Ini bulan apa ya kok Mbak Pon dicari wartawan lagi. Oh iya, ternyata sudah Mei," kata Hastin Dirgantari, kerabat Sipon, saat Tempo bertandang ke rumah bercat biru muda di salah satu gang sempit di wilayah Kelurahan Jagalan, Jebres, Kota Surakarta, pada Selasa siang, 8 Mei 2018.
Mbak Pon atau Mbak Sipon adalah panggilan Dyah Sajirah, istri Wiji Widodo alias Wiji Thukul. "Tunggu sebentar ya, Mbak Pon tadi bilangnya mau istirahat karena kepalanya pusing sepulang dari Pasar Gede," kata Hastin.
Sepuluh menit berselang, Sipon muncul dari lorong ruang tengah yang gelap, kontras dengan ruang tamu yang bermandikan cahaya dari jendela kaca warung gado-gadonya. Terhimpit bangunan rumah tetangga di sisi timur, pintu belakangnya seperti tak kuasa mengantarkan sinar matahari ke ruangan yang salah satu temboknya digantungi foto pernikahan dan lukisan wajah Wiji Thukul itu.
"Saya agak pusing karena pekatnya aroma ikan laut saat cucu saya tadi mengajak ke Pasar Gede lantai dua," kata Sipon yang mengenakan baju batik lengan panjang coklat. Tanpa banyak basa-basi, segelas es teh dari warung tetangga segera dia suguhkan sembari menanyakan maksud kedatangan Tempo.
Saat Tempo menyebut tentang 20 tahun reformasi, kedua mata Sipon langsung memerah dan basah. Sebab, selama itu pula Wiji Thukul, suami sekaligus ayah dari kedua anaknya, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah, meninggalkan rumah dan sampai sekarang tak jelas rimbanya.
"Hingga detik ini kami tidak lepas dan terus berharap (agar Wiji Thukul ditemukan). Karena yang diberikan pada kami menyakitkan sekali," kata Sipon dengan suara lantang dan bibir bergetar menahan marah.
Sipon pun mengenang betapa panjang dan rumitnya perjalanan yang telah dia tempuh untuk mencari jawaban keberadaan Wiji Thukul. Sejak 2000-2011, Sipon tidak mau pasrah begitu saja menerima kenyataan suaminya direnggut penguasa.
Di sela kerepotannya mengasuh dua anak seorang diri, selama 11 tahun itu, Sipon menguras energi dan meredam emosi demi satu pertanyaan yang terus menghantuinya. Berbagai tempat sudah dia kunjungi, mulai dari kantor kepolisian, markas Kopassus di Cijantung, gedung DPR, hingga Istana Presiden. Semuanya nihil. "Saya sudah lelah. Saya kira anda ke sini membawa kabar terbaru dari pemerintah," kata Sipon.
Dia pun masih menyimpan harapan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla segera menuntaskan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penghilangan paksa para aktivis prodemokrasi pada kurun 1997-1998, seperti yang dijanjikan dalam Nawa Cita.
"Saya salut kepada Pak Jokowi yang ingin menyelesaikan semua masalah. Tapi Pak Jokowi, maaf kalau dengar atau baca ini, pesan saya jangan mudah berjanji," kata Sipon.
Dia mengaku masih ingat betul dengan pernyataan Jokowi dalam video pendek karya Lexy Junior Rambadeta. Video berdurasi 22 detik itu bisa dilihat di Youtube dengan judul Apa Jawaban Jokowi Saat Ditanya Soal Wiji Thukul.
Dalam video tersebut, Lexy menanyakan kepada Jokowi, jika menjadi presiden, bagaimana cara mencari Wiji Thukul. Di sela kesibukan berjabat tangan dengan sejumlah orang, Jokowi yang mengenakan baju kotak-kotak khasnya pada masa kampanye Pemilu Presiden 2014 menjawab, "Ya dicari biar jelas. Mbak Pon temen baik, anaknya temen baik saya."