Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Putra mantan Presiden Soeharto, yang juga Ketua Umum Partai Berkarya, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, menyinggung kondisi bangsa setelah 20 tahun reformasi saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Setelah 20 tahun reformasi, bukan kemajuan yang kita dapat, tapi malah keprihatinan," ujar Tommy saat berpidato dalam rapat konsolidasi Partai Berkarya di Museum Memorial Jenderal Besar H.M. Soeharto di Dusun Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta, Senin sore, 11 Juni 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tommy menjelaskan, kondisi keprihatinan yang utama karena utang Indonesia saat ini makin membengkak. Mengutip laporan Bank Indonesia, Tommy menyebut utang Indonesia sudah di angka Rp 5.000 triliun. Tommy juga mengacu data Institute for Development of Economics & Finance (Indef) bahwa utang Indonesia sudah mencapai Rp 7.000 triliun.
Dalam catatan Tempo, Kementerian Keuangan merilis data utang pemerintah per April 2018 sebesar Rp 4.180 triliun. Angka ini lebih tinggi dari Maret 2018 sebesar Rp 4.136 triliun.
Tommy pesimistis seluruh utang itu akan terbayar mengingat bunganya sangat tinggi.
"Partai Berkarya tidak anti utang, apalagi untuk pembangunan, tapi kita harus tahu kapan utang itu kembali, apalagi reformasi sudah 20 tahun," ucapnya.
Tommy menuturkan, setelah 20 tahun reformasi, kekayaan alam bangsa juga belum dikelola dengan baik dan dimaksimalkan pemanfaatannya untuk rakyat. Hal ini terbukti dari masih maraknya impor bahan pangan.
"Investasi asing pun kini tak hanya membawa modalnya dan peralatan industrinya, tapi juga bawa tenaga kerja asingnya," tuturnya.
Tommy menyesalkan kebijakan dana desa yang tak sesuai harapan dan hanya untuk mengesankan pemerintah memperhatikan rakyat.
"Dana desa katanya untuk kesejahteraan rakyat, tapi faktanya hanya bisa dipakai untuk bangun infrastruktur. Apa infrastruktur bisa sejahterakan rakyat?" katanya.
Tommy menilai dana desa hanyalah kebijakan pengalihan anggaran untuk bidang infrastruktur, yang sumbernya tetap berasal dari pos anggaran infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ataupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. "Jadi seolah-olah dana desa ada untuk memakmurkan, kenyataannya tidak demikian," ujarnya.
Tommy Soeharto menyerukan agar semua kader Partai Berkarya menganggap semua persoalan bangsa itu sebagai tantangan dalam mengelola bangsa lebih baik ke depan melalui jalan politik.
"Sebagai partai baru, kita memang belum bisa mengusung calon presiden sendiri, tapi kita bisa mengontrol siapa pun presiden nanti melalui Senayan," ucapnya.