Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Peringatan ini diadakan untuk menghormati dan mengapresiasi jasa para guru yang telah berdedikasi dalam mendidik generasi muda di Indonesia. Tak hanya itu, para pendidik berperan dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sebelum kemerdekaan, para guru berjuang bukan hanya dalam mengajar dan mencerdaskan rakyat, tetapi juga dalam pergerakan, membangun kesadaran nasional, hingga angkat senjata. Oleh karena itu, simak lima tokoh guru yang diakui sebagai pahlawan nasional:
1. Jenderal Soedirman
Sebelum menjabat menjadi Panglima TNI, Jenderal Soedirman sempat berkuliah keguruan. Namun berhenti pada 1936 dan mulai bekerja sebagai guru. Bahkan, ia sempat menjadi kepala sekolah. Ia tercatat sebagai pengajar di Sekolah Dasar Muhammadiyah dan dikenal dengan metode pengajaran berbasis moral. Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, Soedirman tetap mengajar.
Lalu Pada 1944, Soedirman bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang. Selanjutnya, ia bergabung di Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kemudian ditunjuk sebagai Panglima TNI atau BKR pertama oleh Presiden Soekarno pada 27 Juni 1947 di Yogyakarta. Atas taktik perang gerilya, Soedirman diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 10 Desember 1964.
2. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara adalah pelopor pendidikan bagi rakyat pribumi. Panggilan jiwanya sebagai seorang pendidik mendorong dirinya mendirikan Perguruan Taman Siswa pada 1922. Ia memperjuangkan hak pendidikan untuk semua lapisan masyarakat, terutama pribumi, yang saat itu hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan dan penjajah Belanda. Tak hanya merintis Pendidikan, Ki Hajar Dewantara secara aktif menolak Undang-undang Sekolah Liar atau Wilde Scholen Ordonnantie pada 1932.
Kapasitasnya di bidang pendidikan membawanya di berbagai posisi penting di pemerintahan. Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 1950. Selain itu, dia mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1959. Karena pengabdiannya, Pemerintah Indonesia mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Pahlawan Nasional pada 1959.
3. KH Ahmad Dahlan
Dikutip dari Umj.ac.id, KH Ahmad Dahlan adalah sosok penting dalam pendidikan Islam di Indonesia. Ia mendirikan Muhammadiyah pada 1912, yang bertujuan untuk memperbarui pendidikan Islam dengan mengadopsi metode yang lebih modern. Melalui Muhammadiyah, ia menciptakan sekolah-sekolah yang memberikan pendidikan modern dan agama secara seimbang. Selain itu, Ahmad Dahlan aktif mengajar agama di lingkungan priyayi sebagai anggota Boedi Oetomo.
Ahmad Dahlan memantik kesadaran masyarakat atas nasibnya sebagai bangsa terjajah dan tertinggal dalam berbagai hal. Hingga kini, organisasinya konsisten bergerak memajukan, mencerdaskan dan mencerahkan bangsa melalui berbagai bidang, termasuk pendidikan. Atas jasa-jasanya, Ahmad Dahlan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 27 Desember 1961 oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden Nomor 657.
4. Raden Dewi Sartika
Dikutip dari Budaya.jogjaprov.go.id, Raden Dewi Sartika adalah pionir pendidikan bagi kaum perempuan pribumi di Indonesia. Pada 16 Januari 1904, ia mendirikan Sekolah Istri di Bandung, sebuah sekolah yang memberikan pelajaran dasar bagi perempuan pribumi. Sekolah ini terus berkembang dan berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi pada 1929. Mata pelajaran yang diberikan meliputi dasar-dasar berhitung, menulis, membaca, memasak, menyetrika, mencuci, membatik, dan merawat orang sakit.
Pada 1908, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduran Agah Suriawinata, seorang guru sekolah Karang Pamulang. Suami-istri itu pun berjuang untuk memajukan Pendidikan bagi kaum wanita. Usahanya meningkatkan pendidikan perempuan pribumi membuat Dewi Sartika dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 252 Tahun 1966.
5. Raden Ajeng Kartini
Raden Ajeng Kartini adalah salah satu pelopor pendidikan dan emansipasi perempuan. Meskipun terikat dalam tradisi yang membatasi ruang geraknya, Kartini tetap bersemangat untuk berbagi ilmu. Lewat surat-suratnya, Kartini menyuarakan pentingnya pendidikan bagi perempuan dan kesetaraan hak.
Pada 1903, Kartini menikah dengan K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang merupakan bupati Rembang saat itu. Setelah menjadi seorang istri, Kartini tetap bersemangat menjadi guru. Suaminya mendukung keinginan Kartini dan memberinya kebebasan untuk mendirikan sekolah wanita di Rembang, yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Karena dedikasinya, Kartini dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2 Mei 1964.
KHUMAR MAHENDRA | HAN REVANDA | TIARA JUWITA | HENDRIK KHOIRUL MUHID | BUDAYA.JOGJAPROV.GO.ID | UMJ.AC.ID | MYESHA FATINA RACHMAN
Pilihan Editor: JPPI: Guru Madrasah Diperlakukan Seperti Anak Tiri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini