Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hampir satu jam Ridwan Hisjam berbicara di ruang rapat Komisi Kebudayaan Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa pekan lalu. Di depan puluhan anggota Komisi, politikus Partai Golkar ini menjelaskan asal-usul masuknya pasal kretek tradisional dalam draf Rancangan Undang-Undang Kebudayaan. Ia menyatakan klausul kretek telah dibahas dan disepakati dalam beberapa rapat harmonisasi antara panitia kerja rancangan beleid itu dan Badan Legislasi DPR.
Namun beberapa fraksi di Komisi memprotes penjelasan Ridwan. Mereka meminta pasal kretek tetap dicabut dari draf rancangan. "Kami minta pasal kretek dihilangkan," kata anggota Komisi dari Fraksi Hanura, Dadang Rusdiana. Protes serupa disampaikan anggota Komisi dari Fraksi Demokrat, Jefri Riwu Kore. Fraksi NasDem, PDI Perjuangan, dan Partai Keadilan Sejahtera mengajukan keberatan serupa.
Fraksi-fraksi itu berpedoman pada draf rancangan yang mereka terima setelah harmonisasi di Badan Legislasi tuntas, pertengahan September lalu. Mereka tak menemukan pasal kretek tradisional tercantum dalam draf tersebut. Draf yang menyebutkan klausul kretek, kata Dadang, baru diterima fraksinya beberapa hari sebelum pertemuan di ruang Komisi.
Masuknya pasal kretek bermula dari rapat harmonisasi RUU Kebudayaan di Badan Legislasi, awal September lalu. Rapat ini diikuti sejumlah anggota Badan Legislasi dan anggota Panitia Kerja RUU Kebudayaan.
Ketika rapat tengah membahas pasal tentang warisan budaya, seorang anggota Badan Legislasi tiba-tiba menginterupsi. Jefri Riwu Kore, yang juga ikut rapat itu, mengatakan interupsi berisi pertanyaan tentang kretek. "Kretek itu termasuk warisan budaya atau tidak?" ucap Jefri, menirukan pertanyaan rekannya di Badan Legislasi. Ridwan Hisjam menjawab celetukan tadi. "Iya, itu warisan budaya," katanya.
Anggota Badan Legislasi dari Fraksi NasDem, Taufiqulhadi, membenarkan kejadian ini. Menurut dia, bukan tanpa sebab pertanyaan tentang kretek terlontar dalam rapat. Persis sebelum harmonisasi draf RUU Kebudayaan, Badan Legislasi melangsungkan rapat serupa. Topiknya: RUU Pertembakauan. "Suasana batin teman-teman saat itu masih soal RUU Pertembakauan," katanya.
Seorang peserta rapat mengatakan pertanyaan tentang kretek diakomodasi Wakil Ketua Badan Legislasi, Firman Soebagyo, yang saat itu memimpin harmonisasi. Firman mengusulkan kretek dimasukkan ke salah satu pasal di draf RUU Kebudayaan.
Politikus Partai Golkar ini berusaha mempengaruhi peserta rapat dengan mengutip pendapat sejumlah budayawan yang menyatakan kretek merupakan warisan budaya. "Dia sampaikan latar belakang dan sejarah kretek," ujar peserta itu. Namun usul Firman tak mendapat respons. Peserta rapat tak setuju atas usul tersebut. Jefri membenarkan soal itu. Ia mengatakan tak pernah ada kesepakatan pasal kretek masuk draf RUU Kebudayaan.
Panitia Kerja RUU Kebudayaan rupanya diam-diam menyetujui usul tersebut. Panitia Kerja kemudian "melinting" pasal kretek ke dalam draf. Seorang peserta rapat mengatakan klausul kretek dimasukkan persis setelah Firman mengutarakan usulnya.
Firman mengakui mengusulkan pasal kretek masuk draf RUU Kebudayaan saat harmonisasi berlangsung. Menurut dia, kretek adalah warisan budaya bangsa yang mesti diatur undang-undang. "Ini perlindungan hukum supaya budaya kita tidak dicuri negara lain," ujarnya. Dia menyatakan usulnya diterima peserta rapat sehingga bisa menjadi salah satu pasal.
Reni Marlinawati membenarkan pernyataan Firman. Anggota Panitia Kerja RUU Kebudayaan itu mengatakan kretek masuk draf rancangan, bersamaan dengan klausul olahraga dan permainan tradisional. Ketiganya tercantum dalam Pasal 37 di draf RUU Kebudayaan yang diserahkan Badan Legislasi ke Badan Musyawarah DPR. Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini tak mempersoalkan penambahan klausul kretek di Badan Legislasi. "Wajar ada pasal yang hilang atau bertambah. Namanya juga harmonisasi," ujarnya.
Ridwan Hisjam mengungkapkan, kesepakatan tentang kretek sebagai warisan budaya bukan simsalabim. Menurut dia, klausul kretek sudah ada di naskah akademik yang menjadi acuan penyusunan RUU Kebudayaan. "Para akademikus yang menyusun naskah pada 2008 memasukkan kretek sebagai budaya Nusantara yang harus dilestarikan," katanya. Mereka berpedoman pada buku Kretek, The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes karya Mark Hanusz.
Ridwan mengatakan Panitia Kerja tidak sepenuhnya berpedoman pada naskah akademik sehingga tak mencantumkan kretek di salah satu pasal dalam draf RUU Kebudayaan. "Kami hanya memasukkan kretek di penjelasan draf," ujar Wakil Ketua Komisi Kebudayaan ini. Panitia Kerja, kata dia, akhirnya memasukkan kretek ke pasal setelah menyetujui usul Badan Legislasi.
Satu pekan setelah Firman mengusulkan klausul kretek, Panitia Kerja dan Badan Legislasi kembali menggelar rapat harmonisasi. Agendanya penyampaian pandangan mini fraksi. Beberapa fraksi saat itu menyetujui draf RUU Kebudayaan. "Kami setuju karena tak ada pasal kretek di draf yang kami pegang," kata Jefri.
Masuknya pasal kretek di draf RUU Kebudayaan memercikkan kecurigaan. Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo menduga ada permainan untuk melindungi industri rokok. Indikasi itu terlihat dari pembahasan draf RUU Pertembakauan yang waktunya berbarengan dengan RUU Kebudayaan. Kedua rancangan itu masuk Program Legislasi Nasional prioritas 2015. Draf RUU Pertembakauan, kata Prijo, mentok di tengah jalan karena isinya menonjolkan kepentingan industri rokok.
Atas dasar itu, Prijo menduga ada yang berusaha melindungi industri rokok melalui dua jalur pembahasan rancangan undang-undang. "Gagal masuk di jalur satu, dicoba jalur lain," ujarnya. Firman Soebagyo membantah sinyalemen tersebut. Dia berdalih pasal kretek bisa menyelamatkan nasib petani tembakau dari tekanan perusahaan di industri tembakau.
Ribut-ribut pasal kretek tak lantas membuat draf RUU Kebudayaan dihentikan. Draf kini berada di Badan Musyawarah untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna. Setelah itu, rancangan beleid akan dikembalikan ke Komisi Kebudayaan untuk dibahas bersama pemerintah.
Belum juga sampai ke tangan pemerintah, rancangan beleid sudah mendapat penolakan. Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta pasal kretek dicabut dari draf. Adapun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan berpendapat bahwa kretek, yang identik dengan kegiatan merokok, merupakan warisan budaya yang tak perlu dilanggengkan.
Prihandoko, Istiqomatul Hayati, Reza Aditya
Tarik Ulur Klausul Kretek
Klausul kretek pernah diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang Kebudayaan. Klausul ini tercantum dalam naskah akademik yang menjadi panduan penyusunan rancangan beleid tersebut.
2008
Pembahasan naskah akademik oleh pakar budaya dari sejumlah universitas. Kretek tercantum sebagai salah satu warisan budaya.
2009
Naskah akademik diubah menjadi draf RUU Kebudayaan lewat panitia kerja komisi.
Juli 2014
Rapat paripurna DPR mengesahkan Draf RUU Kebudayaan dan resmi menjadi RUU inisiatif DPR.
Juli-September 2014
DPR dan pemerintah membahas RUU Kebudayaan. Pembahasan tak tuntas hingga akhir masa sidang DPR periode 2009-2014.
Februari 2015
DPR periode 2014-2019 membahas RUU Kebudayaan dan membentuk panitia kerja komisi.
Juni 2015
Draf RUU Kebudayaan diajukan ke Badan Legislasi DPR.
Agustus-September 2015
Proses harmonisasi draf RUU Kebudayaan berlangsung di Badan Legislasi DPR.
Pasal Kretek
Dari 100 pasal draf RUU Kebudayaan, kretek dibahas di Pasal 37 huruf l dan Pasal 49. Pasal 36 memberi payung kepada budaya Indonesia secara umum.
Pasal 36
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menghargai, mengakui, dan/atau melindungi sejarah dan warisan budaya.
Pasal 37
Penghargaan, pengakuan, dan/atau pelindungan sejarah dan warisan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 meliputi:
a. Bahasa dan aksara daerah
b. Tradisi lisan
c. Kepercayaan lokal
d. Sejarah
e. Arsip, naskah kuno, dan prasasti
f. Cagar budaya
g. Upacara tradisional
h. Kesenian tradisional
i. Kuliner tradisional
j. Obat-obatan dan pengobatan tradisional
k. Busana tradisional
l. Kretek tradisional
m. Olahraga tradisional
n. Permainan tradisional
Pasal 49
Penghargaan, pengakuan, dan/atau pelindungan sejarah dan warisan budaya melalui kretek tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf l diwujudkan dengan:
a. Inventarisasi dan dokumentasi
b. Fasilitasi pengembangan kretek tradisional
c. Sosialisasi, publikasi, dan promosi kretek tradisional
d. Festival kretek tradisional
e. Perlindungan kretek tradisional
Naskah: Prihandoko Sumber: Wawancara, situs DPR, PDAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo