Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUMAH dinas Menteri Badan Usaha Milik Negara di Jalan Widya Chandra IV Nomor 15, Jakarta Selatan, lebih sering sepi. Dalam sebulan, biasanya hanya sekali rumah itu didatangi Menteri BUMN Rini Soemarno. "Terakhir, Rabu pekan lalu, ada tamu sekitar 15 ibu-ibu pejabat," ujar Andi, penjaga rumah di kompleks Widya Chandra.
Rumah itu menjadi sorotan setelah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu, melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi soal dugaan gratifikasi dari Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino. Masinton menyodorkan data berupa nota dinas Pelindo II kepada anak usahanya, PT Pelabuhan Tanjung Priok, per 16 Maret 2015 tentang kucuran uang Rp 200 juta untuk pengadaan barang di rumah dinas Menteri Rini.
Dalam nota dinas yang salinannya diperoleh Tempo, pencairan uang itu dipakai buat membeli satu kursi sofa tiga dudukan senilai Rp 35 juta, dua kursi sofa Rp 25 juta, dan satu set perlengkapan ruang kerja senilai Rp 59 juta. Juga untuk pembelian satu meja sofa Rp 10 juta dan enam kursi makan seharga masing-masing Rp 3,5 juta.
Lino mengakui memerintahkan pembelian barang kebutuhan kantor untuk rumah dinas Menteri BUMN. Menurut dia, pembelian itu memang dilakukan PT Pelabuhan. "Pelindo II urusan triliunan rupiah, yang kecil-kecil biar ditangani anak perusahaan," katanya.
Namun dia menyangkal mebel dan peralatan kantor itu sebagai gratifikasi. Menurut Lino, istrinya, yang diangkat menjadi Ketua Persatuan Ibu-ibu BUMN, diminta Rini memakai rumah dinas yang memang tak ditempati tersebut sebagai kantor. Rumah itu lalu dilengkapi dengan peralatan kantor, sofa, dan meja makan. Istri Lino, Betty, juga memajang 15 lukisan karyanya. "Ada tandanya, itu semua inventaris Pelindo II," ujarnya.
Lino, lewat pengacaranya, balik melaporkan Masinton ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI pada Rabu pekan lalu dengan tuduhan melakukan pencemaran nama. Bukan hanya itu, sejumlah pegawai Pelindo turut dilaporkan dengan tuduhan mencuri dokumen perusahaan.
Adapun Rini menolak menanggapi laporan itu. "Saya ketawa saja, itu laporan apa," katanya. Juru bicara Menteri BUMN, Teddy Purnama, membantah ada gratifikasi dari Lino.
KPK belum memutuskan apakah pemberian pada Maret lalu itu tergolong gratifikasi. "Masih ditelaah," kata pelaksana tugas pemimpin KPK, Johan Budi S.P., Kamis pekan lalu
Tuduhan gratifikasi menjadi episode lanjutan kemarahan politikus PDI Perjuangan kepada Lino. Dia sebelumnya disorot ketika penyidik Badan Reserse Kriminal menggeledah kantornya dalam kasus pembelian crane, Agustus lalu. Kala itu, Lino berang dan menyatakan siap mundur kalau tidak didukung Istana.
Penggeledahan itu berujung pada lengsernya Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Budi Waseso, yang digantikan Komisaris Jenderal Anang Iskandar. Pencopotan Budi ini banyak disesalkan politikus PDI Perjuangan.
Seorang politikus PDI Perjuangan mengatakan laporan dugaan gratifikasi itu hanya sasaran antara untuk menanduk Rini. Menurut dia, kemarahan partainya kepada Rini hingga saat ini belum mereda. "Kasus ini bisa merembet ke mana-mana," ujarnya.
Rini memang sudah lama digoyang partai banteng agar terdepak dari Kabinet Kerja. Kendati pada awalnya sangat dekat dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, belakangan dia dinilai tak bisa mewakili kepentingan partai di pemerintahan.
Masinton membantah tudingan bahwa langkah melaporkan Lino itu sekadar sasaran antara sebelum menyeret Rini. "Laporan ini karena memang ada dugaan gratifikasi yang melibatkan mereka berdua," katanya.
Jobpie Sugiharto, Arief Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo