Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

AHY-Moeldoko Kini Salaman Dulu Diwarnai Cap Jempol Darah, Kader PDIP Pernah Melakukannya

Aksi cap jempol darah pernah dilakukan kader Demokrat pimpinan AHY melawan Moeldoko Cs. Dulu, PDIP pernah lakukan aksi cap jemol darah.

27 Februari 2024 | 16.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kader Partai Demokrat menempelkan jempolnya pada spanduk di saat kegiatan cap jempol darah Kantor DPD DKI Partai Demokrat, Jakarta, Ahad, 7 Maret 2021. AHY selaku Ketum Partai Demokrat saat ini menyebut KLB Deli Serdang sebagai kongres ilegal. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sekarang dilantik Joko Widodo sebagai Menteri ATR/BPN, dalam sidang kabinet pertama yang diiuktinya bertemu Kepala Staf Presiden Moeldoko.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keduanya punya riwayat berseteru mengenai upaya Moeldoko mengambil alih Partai Demokrat beberapa waktu lalu. Hingga kader Demokrat melakukan cap jempol darah sebagai bentuk perlawanan Moledoko Cs.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aksi cap jempol darah menjadi lazim dilakukan dalam beberapa kurun waktu terakhir. Aksi ini biasanya digunakan sebagai bentuk tuntutan, dukungan, atau bahkan suatu protes. Dalam sejarah perpolitikan Indonesia, aksi cap jempol darah pernah dilakukan berkali-kali oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan dua kali oleh Partai Demokrat.

Aksi cap jempol darah oleh PDIP

Aksi cap jempol darah paling fenomenal oleh kader PDIP boleh dibilang terjadi pada 2011 ketika ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, hendak dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rencananya, KPK akan memanggil Megawati terkait dugaan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom yang terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

KPK dijadwalkan memanggil Megawati pada Senin, 21 Februari 2011 untuk dimintai keterangan terkait perkara dugaan suap yang menjadikan sejumlah politisi PDIP ditahan sebagai tersangka. Megawati dipanggil KPK atas permintaan dua orang politisi PDIP yang menjadi tersangka, yaitu Poltak Sitorus dan Max Moein.

“Ya hari ini Megawati dijadwalkan datang ke KPK untuk dimintai keterangan,” ujar salah satu pimpinan KPK, Haryono Umar.

Koran Tempo edisi Ahad, 20 Februari 2011 melaporkan Megawati dipastikan tidak akan hadir memenuhi panggilan pemeriksaan dari KPK. Megawati hanya menunjuk Tim Hukum PDIP untuk mempertanyakan panggilan tersebut kepada pimpinan Komisi. Ketua Departemen Hukum DPP PDIP saat itu, Gayus Lumbuun, mengatakan Megawati menolak datang karena tidak mengetahui kasus suap tersebut.

“Ketua umum (Megawati) kami tidak mengetahui dan tidak terkait,” kata Gayus.

Para kader PDIP di Jawa Barat kemudian menggelar aksi cap jempol darah untuk menolak pemanggilan Megawati oleh KPK pada Senin, 21 Februari 2011 di Bandung. Ketua DPD PDIP Jawa Barat Rudy Harsa Tanaya mengatakan aksi tersebut sebagai bentuk loyalitas mati. Mereka menilai pemanggilan Megawati oleh KPK sarat muatan politis ketimbang hukumnya.

“(Cap jempol darah) ini loyalitas mati, kita bukan bicara struktur, tapi hubungan personal yang sudah lama,” kata Rudy Harsa Tanaya di Bandung, Senin, 21 Februari 2011.

Para pejabat struktural dan kader DPW PDIP, termasuk Ruddy, silih berganti menusukkan jarum ke jempol tangan mereka, kemudian dibubuhkan di atas kain putih empat kali satu meter. Rudy mengatakan sedikitnya 60 ribu kader PDIP Jawa Barat akan mendatangi KPK jika Megawati jadi dipanggil oleh lembaga antirasuah itu. Para kader akan senantiasa siaga dan mengawal jika Megawati dipanggil.

Tak hanya di Bandung, aksi cap jempol darah juga digelar di hari yang sama oleh Pengurus dan kader Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Tarakan, Kalimantan Timur. Aksi itu dilakukan di Monumen 99, tepatnya di samping gerbang Bandara Juwata Tarakan. Puluhan kader PDIP Tarakan menusuk jempolnya dengan peniti yang telah disiapkan. Setelahnya, satu persatu mencap darah yang mengalir di jempol ke kain putih.

Aksi cap jempol darah ini dipimpin Ketua DPC PDI Perjuangan Suhardjo Trianto yang juga Wakil Wali Kota Tarakan. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk dukungan kepada Megawati yang rencananya akan diperiksa KPK. Suhardjo Trianto mengaku, keluarga besar DPC PDIP Tarakan menganggap pemanggilan Megawati sebagai bentuk penghinaan bagi partai. Untuk itu, pihaknya siap mengawal dan menjaga Megawati.

Aksi serupa juga dilakukan oleh kader PDIP Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sehari kemudian, Selasa, 22 Februari 2011. Mereka menilai pemanggilan Megawati oleh KPK sebagai bentuk penghinaan dan pelecehan harga diri partai. Sebagai bentuk pembelaan dan kesetiaan terhadap Megawati, ratusan pengurus dan simpatisan PDIP menyerahkan cap jempol darah mereka di atas kain putih sepanjang 50 meter.

“Pemanggilan itu membuat kami sakit hati, dilecehkan, dan diinjak-injak,” kata Sekretaris DPD PDIP DIY, Bambang Prastowo kepada wartawan usai memberikan cap jempol darahnya di kantor DPD PDI Perjuangan DIY, Selasa 22 Februari 2011

Bambang mengaku kader partai banteng di Yogyakarta kaget mendengar ketua umum mereka dipanggil KPK. Sebab, pemanggilan itu bersifat politis dan dinilai memiliki agenda tertentu. Di hadapan kadernya, Bambang menyatakan DPP PDIP telah menyatakan siaga satu kepada kader PDIP se-Indonesia sejak Jumat, 18 Februari 2011.

“Sampai hari ini (Selasa, 22 Februari) siaga satu belum dicabut,” katanya.

Aksi cap jempol darah oleh PDIP pertama kali dilakukan pada 1996. Aksi tersebut guna mendukung Megawati jadi Ketua Umum PDIP. Ada 42 ribu orang yang berpartisipasi dalam aksi berjuluk Promeg alias Pro Megawati itu. Lalu, PDIP kembali melakukan aksi “berdarah” pada 1999 untuk mendukung Megawati maju Pilpres. Terkumpul 96 ribu partisipan dalam aksi ini.

Pada 2004, saat Megawati maju sebagai Capres, para pendukungnya yang tergabung dalam Tim Aksi Promeg ’96 juga ramai-ramai melakukan aksi cap jempol darah di sekretariat PDIP yang terletak di Jalan Darmokali 5 Surabaya. Menurut Koordinator Tim Aksi Promeg ’96, Rony Aritonang, tujuan aksi tersebut untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa Megawati masih mempunyai pendukung militan di tingkat bawah.

“Selama ini banyak yang menganggap Mega telah ditinggal pengikutnya. Dengan aksi ini kami ingin menunjukkan bahwa Mega masih memiliki pendukung fanatik,” ujarnya kepada Tempo.

Pada 2005, aksi cap jempol darah kembali dilakukan oleh sekitar 50-an partisipan yang bergabung dalam Komite Pendukung Megawati atau KPM. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk dukungan kepada Megawati sebagai satu-satunya calon Ketua Umum periode 2005-2010 dalam Kongres PDIP di Bali, 28 Maret – 3 April 2005. Ketua KPM Rio Kris Tjiptaning mengatakan simbol darah menandakan keberanian wong cilik untuk mendukung Megawati.

“Megawati merupakan aset nasional bangsa, kami memberikan dukungan bukan semata sebagai partisipan PDIP,” kata Rio di depan Kantor DPP PDIP Lenteng Agung Jakarta, Selasa, 1 Maret 2005.

Aksi cap jempol darah Partai Demokrat

Partai Demokrat bergejolak pada Maret 2021 lalu. Internal partai berlambang bintang mercy itu pecah jadi dua kubu. Sejumlah kader dan mantan kader berupaya membersihkan trah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di tubuh Demokrat. Mereka menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatra Utara pada Jumat, 5 Maret 2021 dan menunjuk Moeldoko sebagai Ketua Umum.

Padahal ketika itu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) masih resmi menjabat sebagai Ketua Umum untuk periode 2020-2025. AHY terpilih secara aklamasi pada Kongres V di JCC Senayan, Jakarta, Maret 2020. Menanggapi kudeta tersebut, pada Ahad,7 Maret 2021, ratusan kader Partai Demokrat di Ibu Kota menggelar acara cap jempol darah di kantor DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Jalan Bambu Apus Raya, Cipayung, Jakarta Timur,.

“Ini dilakukan bukan hanya sebagai bentuk loyalitas kita kepada AHY, kegiatan ini juga bagian dari sikap kita terhadap adanya ketidakadilan yang dilakukan penguasa saat ini,” ujar Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Santoso sambil menangis sebelum acara dimulai.

Kasus sengketa kepemimpinan ini berlanjut hingga jalur hukum. Singkat cerita, kepemimpinan Moeldoko dinyatakan tidak sah oleh Kementerian Hukum dan HAM karena berbagai alasan. Tak menyerah, pada 15 Mei 2023 kubu Moeldoko kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap SK Menteri Hukum dan HAM tentang kepengurusan Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA).

Menanggapi upaya PK tersebut, ratusan kader Partai Demokrat kubu AHY dari berbagai daerah memenuhi kantor pusat partai pada 16 Juni 2023. Mereka kembali menggelar aksi cap jempol darah untuk melawan upaya PK kubu Moeldoko. Kepala Badan Pembinaan Jaringan dan Konstituen (BPJK) Demokrat Umar Arsal menyebut aksi akan digelar tiap pekan hingga putusan PK Moeldoko dibacakan oleh MA.

“Ini akan bergelombang tiap minggu dan insya Allah dari daerah juga. Sampai menjelang keputusan (MA),” kata Umar di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat, 16 Juni 2023.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  | M YUSUF MANURUNG | IMA DINI SHAFIRA | YOLANDA AGNE | BERNADA RURIT | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus