BELUM dapat dipastikan apakah ibukota Kabupaten Bandung jadi
dipindah ke Ciheulang di Kecamatan Ciparay -walau untuk itu
Menteri Dalam Negeri, 5 Oktober pekan lalu telah mengeluarkan
surat keputusan. Sebab, sebelum Ciheulang, sudah tiga calon
lokasi ibu kota dibatalkan Mendagri, setelah sebelumnya
disetujuinya. Padahal untuk tiga tempat itu, Baleendah, Soreang
dan Jelengkong-Ciheulang, biaya cukup banyak telah dikeluarkan
yaitu untuk pembebasan tanah rakyat dan pembangunan berbagai
sarana.
Karena itu Baleendah, Kecamatan Dayeuhkolot, yang pertama kali
ditetapkan untuk menjadi ibukota kabupaten (yang sekarang masih
menumpang di Kodya Bandung), sejak beberapa bulan ini sepi.
Usaha pembangunan gedung-gedung Pemda kabupaten yang selama ini
menyibukkan wilayah itu, sekarang praktis terhenti.
Rencana menjadikan Baleendah sebagai ibukota Kabupaten Bandung
sebenarnya sudah lama dibicarakan. DPRD Kabupaten Bandung,
mengeluarkan Perda no 4/73, tentang lokasi ibukota kabupaten di
Baleendah. Biaya pun dikeluarkan untuk membuat gedung-gedung
perkantoran dan perumahan. Tetapi Mendagri kemudian
membatalkannya sambil menyarankan agar ibukota kabupaten pindah
ke Soreang melalui suratnya 12 Januari 1976. Rencana ini juga
dibekukan kembali oleh Mendagri pada 13 Juli 1977.
SK Mendagri, 19 Juli 1980 menunjuk lokasi baru untuk ibukota
yaitu Jelengkong-Ciheulang. Untuk itu persiapan dilakukan Bupati
Bandung Lily Sumantri, berupa porskot pembebasan tanah sebesar
Rp 10 juta, dan persiapan-persiapan lainnya sebesar Rp 46 juta.
Tetapi sekali lagi Mendagri mengubah keputusannya, dengan
membatalkan lokasi Jelengkong Ciheulang dan hanya memilih
Ciheulang-Ciparay.
Mengapa begitu simpang siur? "Tidak ada yang simpang siur,
pembatalan karena semua itu baru berupa konsep dan belum ada
yang didasari keputusan pemerintah," jawab jurubicara Depdagri,
Feisal Tamin.
Masih konsep atau belum, kesulitan Pemda Kabupaten Bandung
timbul terutama akibat pembatalan Baleendah menjadi ibukota.
Sebab di sana sudah dikeluarkan biaya sebanyak Rp 3,5 milyar
yang diambil dari APBD dan APBN untuk berbagai sarana. Sehingga
untuk membangun di lokasi yang baru, pihak Pemda kekurangan
dana.
Pendopo
Untuk mencari dana itulah, Pemda merencanakan menjual pendopo
Kabupaten Bandung sekarang yang terletak di Jalan Dalemkaum
dalam kota Bandung. Rencana penjualan itu sudah direstui
Departemen Dalam Negeri dengan syarat "asal tidak dijadikan
toko." Sebuah tim peneliti calon ibukota Kabupaten Bandung, di
bawah Dirjen PUOD sudah menyebutkan, sumber keuangan adalah
pelepasan asset kabupaten, berupa pendopo itu.
Penjualan pendopo itu sudah hampir matang, walau ada protes dari
masyarakat. Sekitar Juli 1980, ada pertemuan antara Dirjen PUOD,
Pemda Kabupaten Bandung, Pemda Propinsi Ja-Bar dengan calon
pembeli yaitu Edward Tando, Presdir Aldiron Plaza Jakarta.
Edward ternyata telah mengajukan penawaran tertinggi dengan,
sebesar Rp 2,2 milyar.
Pendopo kabupaten di Dalemkaum itu pertama kali dipakai oleh
Dalem Wiranatakusumah tahun 1810. Karena itu dianggap sebagai
bangunan bersejarah. Berbagai pihak menyatakan protes terhadap
rencana penjualan pendopo itu. Misalnya Majelis Ulama, Seniman
dan Budayawan Bandung untuk kegiatan organisasi mereka. Tetapi
yang paling keras adalah permintaan Pengurus Besar Pagoejoeban
Pasoendan. "Kalau tidak bisa diminta, akan kami beli," kata
Ketua Umum Pasoendan, Sukanda Bratamanggala. Dari mana duitnya?
"Mudah saja, seluruh rakyat yang masih cinta kebudayaan Sunda
akan dikeprak untuk menyumbang Rp 100 seorang," katanya.
Tetapi calon-calon pembeli boleh gigit jari. Rencana penjualan
pendopo yang pernah diungkapkan Mendagri Amirmachmud, dibantah
pula oleh Feisal Tamin. "Belum ada rencana untuk menjual pendopo
itu," kata Feisal.
Bupati Bandung, belum menerima instruksi pembatalan penjualan
pendopo itu. "Saya baru tahu dari koran," kata Bupati Lily
Sumantri pekan lalu kepada TEMPO. "Tapi kalau memang menteri
membatalkan penjualan itu, sebagai aparat bawahan, saya
berkewajiban mengamankan keputusan itu," tambahnya. Tapi I.
Suyatna, Ketua DPRD Kabupaten Bandung tetap berniat akan menjual
Pendopo, "sebab sudah ada restu dari Menteri," ujarnya.
Kalau pendopo itu tak jadi dijual, Pemda Bandung agaknya akan
sulit mencari biaya pembangunan Ciheulang. Apalagi Feisal Tamin
juga membantah berita seolah-olah Mendagri menjanjikan biaya
pembangunan pendopo baru sebesar Rp 2,2 milyar. "Kalau mau
mengeluarkan anggaran 'kan tidak bisa diputuskan Menteri
sendiri, kecuali kalau uang sebesar itu langsung dari kantong
beliau," kata Feisal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini