Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Alasan Menteri HAM Meminta Kapolri Menghapus SKCK

Menteri HAM Natalius Pigai bersurat kepada Kapolri Listyo Sigit meminta penghapusan SKCK, ini alasannya.

25 Maret 2025 | 11.48 WIB

Petugas melayani pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) di ruangan Layanan Publik Polres Tegal, Jawa Tengah, Selasa 12 November 2019. Menurut petugas pelayanan, jumlah pemohon pembuatan SKCK untuk syarat pendaftaran CPNS 2019, dua hari terakhir meningkat hingga 50 persen dari biasanya 50 pemohon menjadi 100 pemohon. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Perbesar
Petugas melayani pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) di ruangan Layanan Publik Polres Tegal, Jawa Tengah, Selasa 12 November 2019. Menurut petugas pelayanan, jumlah pemohon pembuatan SKCK untuk syarat pendaftaran CPNS 2019, dua hari terakhir meningkat hingga 50 persen dari biasanya 50 pemohon menjadi 100 pemohon. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengajukan usulan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencabut persyaratan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dalam proses pencarian kerja. Kementerian HAM menilai bahwa persyaratan ini menjadi hambatan bagi mantan narapidana yang ingin mendapatkan pekerjaan dan membangun kembali kehidupan mereka.

Surat resmi Menteri HAM terkait dengan usulan tersebut telah dikirimkan ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pada Jumat, 21 Maret 2025. Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM, Nicholay Aprilindo, mengungkapkan harapannya agar Kapolri memberikan respons positif terhadap permintaan ini.

Menurut Nicholay, dasar utama penghapusan SKCK ini berkaitan dengan tingginya angka residivisme di berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan). Berdasarkan kunjungannya ke sejumlah lapas dan rutan di Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, dan Daerah Khusus Jakarta, ia menemukan bahwa banyak mantan narapidana memilih kembali ke dalam sistem pemasyarakatan karena sulit mendapatkan pekerjaan setelah bebas.

“Setiap mereka mencari pekerjaan terbebani dengan SKCK yang dipersyaratkan oleh perusahaan-perusahaan atau tempat kerja,” ujar Nicholay. Ia menjelaskan bahwa kesulitan ini mendorong mantan narapidana untuk kembali melakukan tindak kejahatan agar dapat kembali ke lapas atau rutan, di mana mereka merasa kehidupannya lebih terjamin meskipun dalam keterbatasan.

Nicholay menegaskan bahwa ketika seorang narapidana telah menyelesaikan masa hukumannya, seharusnya mereka mendapat kesempatan untuk kembali ke masyarakat dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Persyaratan SKCK justru membuat mereka seolah-olah menjalani hukuman seumur hidup karena sulit diterima di dunia kerja.

“Padahal mereka sudah berkelakuan baik ketika dinyatakan selesai menjalani hukuman,” kata dia.

Kementerian HAM pun berharap kepolisian mempertimbangkan dampak sosial dari persyaratan ini dan mengambil langkah progresif dengan menghapusnya. Jika dalam waktu satu bulan tidak ada tanggapan dari kepolisian, Kementerian HAM akan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas kemungkinan pembentukan Peraturan Kementerian yang mengatur hal ini.

Selain meminta penghapusan SKCK sebagai syarat administratif dalam melamar pekerjaan, Kementerian HAM juga mendorong perusahaan dan instansi terkait untuk lebih terbuka terhadap mantan narapidana. Menurut Nicholay, reintegrasi sosial yang baik akan membantu mengurangi angka kejahatan berulang serta memberikan kesempatan kedua bagi mantan narapidana untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

“SKCK ini sangat tidak bermanfaat bagi masyarakat tertentu, terutama mereka yang ingin kembali ke jalur yang benar setelah menjalani hukuman,” ujar Nicholay.

Alfitria Nefi P berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Tanggapan Polri Soal Wacana Penghapusan SKCK

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus