Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Alita Tidak Kebal, Monsieur

Alita Damar, 31, warga Indonesia terpilih menjadi atase pers kedutaan besar prancis. Kasus yang pertama di Indonesia. Pihak Prancis punya alasan khusus, a.l: agar lebih mudah mengenal Indonesia.

26 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALITA Damar itu nama Indonesia asli memang benar. Tapi bila dalam daftar nama korps diplomatik Kedutaan Besar Prancis di Jakarta ada pula nama itu, ini juga benar. Dan itu nama satu orang yang ramping, berusia 31 tahun. Dialah sejauh ini pemegang KTP DKI Jakarta yang diangkat menjadi korps diplomatik asing. Tepatnya, 16 November lalu, ibu satu anak kelahiran Yogyakarta ini diangkat sebagai atase pers Kedubes Prancis di Jakarta. "Mulanya saya agak bimbang, apakah pekerjaan ini cocok untuk saya," tuturnya kepada TEMPO. "Tapi saya sudah siap mental menduduki jabatan ini," tambahnya. Alita mengalahkan 37 calon pelamar lainnya. Tapi, "Sebenarnya saya tidak pernah mengajukan lamaran," katanya. Bekas atasannya di perusahaan minyak Prancis, Elf Aquitaine Indonesie, yang menghubungkan dia dengan orang kedua di Kedubes Prancis. Memang, dari pihak Kedubes menginginkan orang Indonesia untuk jabatan yang sudah lowong satu tahun itu. Tentu saja yang bisa ngomong Prancis, di samping Inggris. Dan Alita setidaknya sangat memenuhi persyaratan bahasa itu. Boleh dikata bahasa Prancis merupakan bahasa kedua setelah bahasa Jawa bagi anak pertama dari dua bersaudara keluarga Pudjiutomo ini. Sewaktu berusia 10 tahun dia harus hijrah ke Paris mengikuti ayahnya yang bertugas sebagai atase pers, merangkap Atase Kebudayaan di KBRI, 1966-1970. Pulang dari Prancis, Alita hanya sekitar 3 tahun tinggal di Indonesia. Kembali ia harus ikut ayahnya, yang kali itu ditugasi sebagai Political Council di PBB, New York, 1973. Di Amerika Alita kuliah di Jurusan Sastra Prancis di Lehman College, New York. Pada 1979 ia kembali ke tanah air. Ia lalu bekerja di beberapa perusahaan patungan Indonesia-Prancis, sebelum menjadi Manajer Proyek di Institut Pengembangan Managemen Indonesia. Akhir Juli, seorang bekas manajernya di Elf Aquitaine Indonesie bertanya, "Apakah kamu berminat mengisi jabatan atase pers di kedubes Prancis? Kalau ya, saya bisa mengenalkanmu dengan Bapak Duta Besar," tutur Alita, menirukan tawaran Adamy manajer itu. Singkat cerita, September lalu ia dites, membuat analisa dari 10 koran Indonesia dan membuat ringkasannya dalam bahasa Prancis. Dan Alita lulus. Dan memang itulah -- membuat ringkasan berita untuk dilaporkan kepada Duta Besar -- salah satu tugas Alita, yang bercita-cita jadi menteri itu, kini. Menurut Alita, hak-haknya sebagai atase pers diperolehnya penuh. Termasuk gaji dan fasilitas mobil diplomatik untuk tugas sehari-hari. "Ini merupakan kehormatan bagi Indonesia, bahwa warga negaranya cukup berbobot untuk menduduki jabatan ini," ujar Alita, yang gemar merancang mode ini. Bedanya, cuma ia tak memiliki kekebalan diplomatik. Adapun kebijaksanaan pihak Kedubes Prancis memilih orang Indonesia untuk jabatan itu, "Karena orang Indonesia akan lebih mudah mengenal negaranya," kata Renaud Levy, Konselor Pertama Kedubes tersebut. "Di samping itu, dia akan lebih cepat dan mudah untuk mengadakan kontak dengan tokoh pers di Indonesia." Lain daripada itu, menurut Levy, Dubes Prancis Jean-M. Soulier ingin bertemu dengan wartawan Indonesia sesering mungkin. "Dan karena itu diperlukan kehadiran warga Indonesia dalam tim kami," kata Levy pula. Seorang Indonesia bekerja di kedutaan besar asing memang biasa. Tapi bila ia menduduki jabatan atase memang baru Alita. Apa komentar pihak Departemen Luar Negeri Indonesia? Bahwa jabatan atase pers di Kedubes Prancis kosong dan sementara ini dirangkap oleh Atase Kebudayaan-nya memang benar. Tapi, bahwa kini ada seorang Indonesia di kursi itu, Deplu belum memperoleh pemberitahuan resmi. "Rasanya, tidak mungkin kalau mereka mengangkat orang Indonesia sebagai atase pers," kata Alex Rumambe, Dirjen Protokol dan Konsuler Deplu, kepada TEMPO. Alasan Alex, orang Indonesia tak mungkin memiliki kekebalan diplomatik sebagaimana pejabat kedutaan asing di Jakarta. Alex menduga, Alita mungkin hanya sebagai Kepala bagian pers di bawah naungan Atase Kebudayaan. "Dia bisa membawahkan beberapa personel itu tidak jadi soal," kata Dirjen itu. R.N.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus