Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Yoga menuntut

Yogaswara, calon tetap anggota dprd i ja-bar menggugat ketua dpd pdi duddy singadilaga sebesar rp 537 juta. pasalnya yoga dibatalkan dari calon anggota dprd. gugatan yoga dianggap telah gugur.

26 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUNTUT Pemilu masih ada, di Bandung, awal Desember lalu. Pengadilan Negeri Bandung menyidangkan perkara perdata gugatan Yogaswara, calon tetap anggota DPRD tingkat I dari PDI dalam Pemilu yang lalu, terhadap Ketua DPD PDI Jawa Barat, Dudy Singadilaga. Sidang hanya berlangsung sekitar 5 menit dan masing-masing diwakili oleh kuasa hukum mereka. Sementara kursi pengunjung penuh, mungkin karena ini menyangkut nama PDI. Seperti biasanya, majelis hakim yang diketuai Djaelani mengusulkan ditempuh jalan damai sebelum perkara ini dilanjutkan. Langsung saran hakim ditolak oleh pihak penggugat. Perkara ini berawal dari urungnya Yoga dilantik, padahal ia termasuk dalam daftar calon tetap anggota DPRD Jawa Barat. Ia menduduki peringkat ke-17. Memang, waktu itu untuk DPRD Tingkat I provinsi partai bergambar kepala banteng itu cuma kebagian 15 kursi. Artinya, bila normal berjalan, Yoga memang tak kebagian kursi. Tapi, seperti telah diketahui, calon nomor 15, Djaya W., ditarik oleh PDI dari calon untuk DPRD tingkat I menjadi calon DPR Pusat. Lalu calon nomor 16, John Paul Manoa, ternyata memilih menjadi anggota DPRD Tingkat II Bogor. Otomatis Yoga pun menjadi berada di urutan ke-15 untuk calon DPRD Jawa Barat. Tapi apa yang terjadi? Menurut Yogaswara, secara "mistering" Ketua DPD PDI Tingkat I Jawa Barat menetapkan calon nomor 21 naik menduduki urutan ke-15 menggantikan Djaya. Yoga, lelaki kelahiran Brebes ini, sewot. Lantas ia menggugat. Tak tanggung, ia menuntut ganti rugi rasa kecewanya sebesar Rp 537 juta. Bagaimana angka itu diperoleh, itulah yang menarik. Perhitungannya, menurut Direktur Utama sebuah perusahaan kontraktor di Bandung ini, begini. Seandainya ia diangkat menjadi anggota DPRD Tingkat I, ia akan menerima honorarium Rp 600.000 per bulan. Keanggotaan itu biasanya berlangsung 5 tahun, maka total seharusnya ia memperoleh uang 5 x 12 X Rp 600.000 = Rp 36 juta. Lalu untuk modal menjadi calon anggota DPRD Yoga mengaku telah mengeluarkan uang Rp 1 juta. Dan sebagai ganti rugi pencemaran nama baik ia menuntut Rp 500 juta. Jumlah seluruhnya Rp 537 juta. Sementara itu, Dudy Singadilaga, tergugat, rupanya kalem-kalem saja, dan tak bersedia banyak bicara. "Semuanya sudah saya serahkan pada pengadilan dan kuasa hukum saya. Saya tak mau banyak komentar," katanya. Sesungguhnya, besarnya gugatan Yoga berkembang. Pada gugatan pertama ia minta ganti rugi Rp 286 juta. Sebab, waktu itu ia hanya minta ganti rugi pencemaran nama baik sebesar Rp 250 juta. Mengapa? "Saya sulit membedakan Dudy sebagai pribadi dan Dudy sebagai ketua DPD PDI Jawa Barat," katanya kepada TEMPO. Bagi Husen Sumadiredja, penasihat hukum Dudy Singadilaga, gugatan itu sebenarnya sudah digugurkan hakim. Yakni pada sidang 23 September lalu. Sebabnya, menurut pendiri Biro Bantuan Hukum Unpad itu, karena pihak penggugat tak hadir. Dudy, yang digugat, pun menganggap gugatan Yoga juga sudah gugur dengan adanya surat bersegel tertanggal 30 Juni 1987. Surat itu berisi, antara lain, permohonan pengunduran diri sebagai calon tetap jika partai memberi beban tugas lain. Dan itu bukan surat gelap, karena diteken oleh Yoga sendiri. "Jadi, apa lagi yang ia tuntut? Dia 'kan sudah mengundurkan diri dari pencalonan," kata Husen, penasihat hukum itu. Yoga membenarkan ihwal surat bersegel. Tapi, "Semua calon diharuskan menandatangani formulir pengunduran diri. Dan surat itu diperlukan jika partai memberi tugas lain kepada yang bersangkutan. Saya selama ini tak mendapat tugas dari partai," kata Wakil Ketua DPC PDI Kodya Bandung ini. Ketidakhadiran pihaknya dalam sidang, menurut alumnus kedokteran hewan IPB ini, karena ada misunderstanding. Dalam persidangan pertama itu, sebenarnya pagipagi dia sudah hadir. Karena Fihak Dudy belum datang, maka sldang dlundur slang hari. "Ketika saya datang lagi, ternyata sidang dikatakan batal. Alasannya, saya tak datang," katanya dengan kesal. Mengapa dia menolak jalan damai? Yoga tanpa ragu menjawab, "Keadilan itu mahal, dan dalam kasus ini keadilan ingin saya tegakkan." Hasan Syukur dan Agung Firmansyah (Biro Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus