Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Uang Kaget Setelah Safari

Anggaran pembelian alat utama sistem senjata diduga hanya diketahui oleh Kementerian Pertahanan. Pemerintah menyiapkan payung hukum agar anggaran tak diotak-atik hingga utang lunas.

5 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rencana pembelian alutsista dipercepat setelah KRI Nanggala-402 tenggelam.

  • Menkopolhukam Mahfud Md. mengklaim pemerintah tak mau pembelian alutsista memberatkan keuangan negara.

  • Sejumlah negara disebut berkomitmen memberikan pinjaman untuk belanja alutsista.

BERKALI-KALI dicecar wartawan perihal rencana pembelian alat utama sistem senjata, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto malah menuding juru warta lebih tahu persoalan itu. Ia ogah menjelaskan detail belanja alutsista yang memakan anggaran lebih dari Rp 1.700 triliun tersebut. “Kok kamu tahu? Lebih tahu kamu,” ujar Prabowo seusai rapat dengan Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu sore, 2 Juni lalu.

Tujuh jam sebelumnya, Prabowo menggelar rapat tertutup dengan Komisi Pertahanan. Pertemuan itu berlangsung setelah dokumen rancangan Peraturan Presiden tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2021-2024 beredar ke publik. Dalam draf tersebut terlihat Kementerian Pertahanan berniat membelanjakan duit hingga US$ 124,995 miliar. Sebagian besar dana tersebut berasal dari utang luar negeri yang bunganya mencapai hampir Rp 200 triliun.

Menurut Prabowo, umur alat utama sistem senjata Indonesia sudah tua sehingga harus diganti. Dia mengklaim sudah membuat konsep rencana induk pertahanan dan menyusun kebutuhan anggarannya. Rancangan itu masih perlu didiskusikan dengan lembaga lain, seperti Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Rencana belanja alat-alat pertahanan sesungguhnya mulai rutin digelar sejak dua bulan terakhir. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud Mahmodin mengungkapkan dia beberapa kali berdiskusi dengan Prabowo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa. Tak merinci waktunya, Mahfud menyebut pembahasan terakhir rencana pembelian alutsista berlangsung di Istana Merdeka.

Membuka sejumlah data, pemerintah menyimpulkan kebutuhan minimal alat pertahanan untuk semua matra TNI belum terpenuhi. Kementerian Pertahanan juga membandingkan kekuatan militer Indonesia dengan negara lain. “Kami melihat peta kekuatan serta persenjataan militer Indonesia,” ujar Mahfud.

Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan rapat itu tak membahas sama sekali soal besaran anggaran pembelian alutsista. Termasuk mengupas rincian anggaran senilai lebih dari Rp 1.700 triliun yang akan dibelanjakan Kementerian Pertahanan. Nama PT Teknologi Militer Indonesia—perusahaan milik Kementerian dan dikelola sejumlah kader Gerakan Indonesia Raya—yang disebut-sebut bakal mendapat proyek pengadaan peralatan pertahanan juga tak muncul dalam diskusi.

Menurut Mahfud, rapat berjalan alot saat membahas skema pembiayaan karena para menteri tak mau belanja alat pertahanan membebani keuangan negara. Dalam sejumlah diskusi, pemerintah menghitung peluang mengangsur pembelian alutsista dari kantong Kementerian Pertahanan selama beberapa tahun tanpa menaikkan anggaran. “Kami mengatur pelunasan kredit dengan anggaran tahunan yang tersedia,” ucap Mahfud. Dalam pembahasan terakhir, pemerintah sedang merampungkan produk hukum agar skema kredit tak bisa diotak-atik sampai utang lunas. Kementerian Pertahanan juga mengkaji kelayakan alutsista yang akan dibeli.

Pembahasan mengenai peremajaan alutsista terus bergulir setelah kapal perang Republik Indonesia Nanggala-402 tenggelam di perairan utara Bali. Sepekan setelah insiden tersebut atau pada 28 April lalu, Presiden Joko Widodo mengundang sejumlah menteri dan anggota Komite Kebijakan Industri Pertahanan. Seorang pejabat Istana yang mengetahui pertemuan itu bercerita, dalam rapat yang hanya berlangsung sekitar sepuluh menit itu Presiden memerintahkan Kementerian Pertahanan segera mengevaluasi kondisi semua alutsista. Presiden meminta karamnya Nanggala-402 menjadi momentum untuk menilai kelayakan peralatan.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menjelaskan isu alih teknologi juga turut disinggung dalam rapat terbatas tersebut. Presiden Jokowi ingin modernisasi alutsista ikut mendorong kemajuan industri pertahanan di dalam negeri. “Pemerintah ingin pembelian peralatan baru itu sekaligus menyerap teknologinya dari produsen,” ucap Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini.

Anggaran jumbo belanja alutsista dipersoalkan Komisi Pertahanan DPR. Anggota komisi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Effendi Simbolon, menilai pinjaman luar negeri akan membebani keuangan negara. Peremajaan alutsista juga berpotensi mangkrak jika pemerintahan selanjutnya enggan melanjutkan program tersebut. “Dasar hukumnya juga harus diperkuat, tak hanya dengan peraturan presiden,” katanya.

Menurut Effendi, Prabowo dalam rapat pada Rabu, 2 Juni lalu, pembelian alutsista tak akan mengganggu anggaran negara. Bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu menyebut skema kredit dari luar negeri akan diberikan oleh negara produsen peralatan pertahanan. Namun ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Didik J. Rachbini, memperkirakan pembelian peralatan itu akan membebani anggaran negara. Berdasarkan catatan Didik, jumlah utang pemerintah saat ini mencapai lebih dari Rp 6.300 triliun. “Pemerintahan akan mewariskan utang lebih dari Rp 10 ribu triliun,” ujarnya.

Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan Mayor Jenderal Rodon Pedrason mengklaim skema kredit alutsista tak akan mengganggu anggaran pendapatan dan belanja negara. Rodon menjelaskan, pemerintah telah memperoleh komitmen pinjaman senilai US$ 5-7 miliar, setara dengan Rp 70-100 triliun. Tenor pinjaman disebut mencapai 28 tahun dengan bunga di bawah 1 persen. “Jadi pinjaman sangat lunak. Pembayarannya diangsur setiap tahun dari bujet pertahanan yang diberikan negara dan jangka waktu cicilannya lama,” ucapnya.

Kementerian Pertahanan, menurut Rodon, sudah mengantongi komitmen dari negara pemilik hak veto di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Negara-negara itu diyakini akan menjadi calon pemberi utang ke Indonesia dalam belanja alutsista TNI. Di New York—kantor pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa, lima negara anggota tetap Dewan Keamanan punya hak tolak, yakni Amerika Serikat, Cina, Prancis, Rusia, dan Inggris.

Prabowo telah bersafari ke semua anggota tetap Dewan Keamanan PBB sejak menjadi Menteri Pertahanan pada Oktober 2019. Dia menjajaki peluang Indonesia membeli alat-alat pertahanan dari negara tersebut. Prabowo juga sempat melirik alutsista bekas. Bersurat kepada Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner, dia berminat mengakuisisi 15 jet Eurofighter Typhoon. Hingga saat ini, belum ada kejelasan ihwal pembelian pesawat bekas tersebut.

RAYMUNDUS RIKANG, HUSSEIN ABRI DONGORAN, EGI ADYATAMA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus