Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Amin Soebandrio Ungkap Dampak Eijkman Gabung ke BRIN

Eks Kepala Lembaga Eijkman menyatakan perubahan sistem membuat pihak swasta kurang tertarik untuk kerja sama mendukung vaksin Merah Putih.

3 Januari 2022 | 08.33 WIB

Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof. Amin Soebandrio. ANTARA/Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional/pri.
Perbesar
Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof. Amin Soebandrio. ANTARA/Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional/pri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio, menilai perubahan sistem hingga diberhentikannya sejumlah peneliti Eijkman cukup mengganggu jalannya riset yang sedang dilakukan. “Sangat terganggu di masalah penganggaran dan kerja sama dengan pihak-pihak lain misalnya,” kata Amin kepada Tempo, Ahad, 2 Januari 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sebanyak 71 staf peneliti Eijkman diberhentikan karena berstatus honorer. Pemberhentian itu merupakan dampak penggabungan Eijkman ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Salah satu syarat agar mereka bisa kembali menjadi peneliti di Eijkman adalah dengan mengikuti seleksi CPNS atau PPPK, atau melanjutkan studi dengan skema by-research dan RA (research assistantship).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amin yang masih terlibat dalam riset vaksin Merah Putih ini mengungkapkan, perubahan sistem membuat pihak swasta kurang tertarik untuk melakukan kerja sama dalam mendukung vaksin Merah Putih. Pihak swasta, menurut dia, khawatir dengan bergabungnya Eijkman di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akan terkendala birokrasi, termasuk pembagian royalti.

“Itu masih dalam pembicaraan, tapi informasi awal ya mengindikasikan ada kebijakan yang agak kurang mendukung. Tapi mudah-mudahan masih bisa dinegosiasikan,” katanya.

Selain itu, dengan hilangnya sejumlah peneliti, Amin mengatakan bahwa beberapa pekerjaan terpaksa dihentikan. Salah satunya diagnosis PCR Covid-19 dan pengurutan keseluruhan genom atau whole genome sequencing (WGS). Pasalnya, alat untuk diagnosis tersebut digabungkan dan dipindahkan ke Cibinong. Padahal, kapasitas diagnosis di Eijkman jauh lebih besar.

“Besarnya sama dengan Litbangkes, bahkan sebelumnya Eijkman adalah kontributor terbesar WGS. Tapi kemudian dihentikan atau dikurangi, kami jadi lambat dan akhirnya sudah diputuskan tidak boleh melakukan lagi di Eijkman,” ujarnya.

Karena kegiatan tersebut dihentikan, Amin mengatakan bahwa Eijkman tidak bisa lagi mendukung upaya pemerintah dalam pengendalian Covid-19.

Amin mengaku tak mempermasalahkan reorganisasi Eijkman di bawah BRIN. Namun ia berharap Eijkman selalu didukung agar bisa menjadi lebih besar, kuat, dan mandiri apapun perubahannya. “Karena lembaga Eijkman selama ini lembaga yang melakukan berbagai penelitian strategis yang mendukung kebijakan pemerintah, fungsi-fungsi lain,” katanya.

FRISKI RIANA

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus