Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NUSRON Wahid mendendangkan sepotong lirik dalam pertemuan dengan ketua Golkar tingkat kabupaten/kota se-Jawa Tengah di Hotel Sunan, Solo, pada Sabtu dua pekan lalu. "Kita kan sama-sama suka berselawat. Bedanya, Anda selawatnya, 'Ya dana, ya dana'," kata Nusron dengan nada khas Timur Tengah seperti ditirukan seorang peserta, Kamis pekan lalu. Potongan lirik "Ya dana, ya dana" ini disambut ger-geran peserta rapat.
Hari itu Setya Novanto mengumpulkan kader partai berlambang beringin tersebut meminta dukungan pencalonannya sebagai Ketua Umum Golkar. Sebelumnya, Nusron mengatakan pertemuan antara kandidat ketua umum dan pemilik suara seharusnya tak perlu berpanjang-panjang. Semua kader sudah sama-sama tahu untuk apa pertemuan sebelum musyawarah nasional dilakukan.
Nusron tak membantah kabar kehadirannya dalam acara kampanye Setya Novanto. Dia mengatakan tak sengaja hadir karena menginap di hotel yang sama. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ini mengaku baru memberi ceramah dalam acara Nahdlatul Ulama di Kabupaten Karanganyar. Dia memilih menginap di Hotel Sunan, tempat Setya mengumpulkan kader. "Saya mampir, katanya ada acara di sana," ucap Nusron.
Setya didampingi Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Kahar Muzakir dan anggota Dewan dari Jawa Tengah, Endang Maria Astuti. Mantan terpidana korupsi Fahd El Fouz Rafiq, yang selama ini dikenal sebagai tangan kanan Setya, juga hadir. Dimulai setelah salat isya, Setya berbicara banyak soal visi-misinya sebagai calon Slipi-1, tempat Golkar bermarkas.
Setelah pemaparan, peserta rapat diberi kesempatan mengajukan pertanyaan. Diskusi berlangsung gayeng, sesekali diselingi lelucon. Hampir dua jam berdiskusi, pertemuan bubar pada pukul 10 malam. Kelar acara, Setya tak langsung tidur. Bersama Ketua DPD Golkar sekaligus Bupati Karanganyar, Yuliatmono, dia berziarah ke makam Soeharto di Astana Giribangun, Karanganyar.
Tatkala Setya beranjak pergi itulah pendukungnya mulai beroperasi. Seorang peserta menuturkan, Fahd dan beberapa anggota staf Setya di Fraksi Golkar menggiring mereka ke ruangan lain di hotel tersebut. Para ketua Golkar kabupaten/kota itu diminta meneken surat dukungan, yang sudah disiapkan sebelumnya. Kompensasinya, tim Setya menyodorkan amplop putih berisi uang dolar Singapura. Seorang peserta menyebutkan ketua DPD definitif memperoleh 10 ribu dolar atau setara dengan Rp 95 juta. Pelaksana tugas mendapat nominal lebih kecil. "Hanya seribu dolar Singapura," kata peserta ini.
Transaksi ini tak berlangsung gangsar. Pimpinan Golkar daerah tak begitu saja menyerahkan dukungan tertulis. Kader Golkar se-Jawa Tengah berdebat kencang soal kewajiban menyerahkan dukungan dengan tim sukses Setya. Seorang anggota staf perempuan Setya memaksa peserta menandatangani surat dukungan. Sebabnya, di tengah pertemuan, amplop sudah dibagikan. "Tak ada surat dukungan!" ujar seorang peserta. Mereka berkukuh tak bakal meneken surat pernyataan.
Hingga tengah malam, negosiasi buntu. Gagal melobi sendiri, seorang anggota tim sukses menelepon Setya yang berada di Astana Giribangun. Mereka memberi kabar terbaru perihal penolakan ini. Peserta tetap menunggu sembari menanti kepastian. Seorang kader menuturkan, Setya mengalah dan tak memaksa adanya dukungan tertulis. Kedua belah pihak sepakat dengan jalan tengah, menyebutkan sejumlah kriteria ketua umum yang bakal dipilih ketika musyawarah nasional.
Fahd A. Rafiq membantah adanya bagi-bagi duit dalam bentuk dolar Singapura. Menurut dia, tim kampanye Setya hanya mengganti tiket kereta api eksekutif peserta dan uang makan. Nilainya, kata dia, disesuaikan dengan perjalanan bolak-balik ke Kota Solo. "Sekitar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per kabupaten/kota," kata Fahd. Setya Novanto menegaskan tak ada lagi bagi-bagi duit menjelang suksesi kepemimpinan ini. Dia juga tak yakin calon lain melakukan praktek itu. "Saya rasa itu tidak benar," ucap Setya.
Dua pekan lalu, pimpinan daerah Golkar se-Jawa Tengah seperti ketiban berkah. Mereka dikumpulkan secara bergilir oleh sejumlah kandidat ketua umum di Hotel Sunan, Solo. Calon yang datang antara lain Ketua DPR Ade Komarudin, Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto, dan Sekretaris Fraksi Aziz Syamsuddin. Sebelum pulang, kader partai beringin tak pergi dengan tangan hampa. Semua kandidat membagikan duit dalam bentuk dolar Singapura dan rupiah. "Ini saatnya panen," kata kader Golkar Jawa Tengah ini.
Panen fulus dimulai dua hari sebelum pertemuan Setya. Ketika itu mereka dikumpulkan dua kandidat lain, yakni Aziz Syamsuddin dan Ade Komarudin, secara bergiliran. Aziz memulai pertemuan setelah salat asar. Ketua Kosgoro 1957 itu datang bersama anggota DPR dari Jawa Tengah, Bowo Sidik Pangarsa. Bowo Sidik adalah sekretaris jenderal di organisasi pendiri Golkar tersebut. Tak banyak hal yang dibicarakan Aziz. Pertemuan berakhir sesaat azan magrib berkumandang. "Pembicaraan utamanya, bagaimana anak muda memimpin partai," ujar seorang peserta.
Sebelum membubarkan diri, tim sukses Aziz menyematkan amplop kepada semua peserta. Seorang sumber menuturkan, nilainya bervariasi, 1.000-3.000 dolar Singapura. Lagi-lagi perbedaan angka ini ditentukan status daerah, apakah sudah memiliki ketua definitif atau masih pelaksana tugas. Bowo Sidik mengakui memberikan uang saku kepada peserta rapat. "Tapi nilainya tidak ratusan juta seperti calon lain," kata Bowo. Sedangkan Aziz mengatakan hanya mengganti uang makan dan rokok peserta. Menurut Aziz, "Lain-lain, saya tidak ikut-ikutan."
Setelah magrib, giliran Ade Komarudin yang menyampaikan visi-misi. Rombongan Ade termasuk paling lengkap, dipimpin politikus senior Mohamad Suleman Hidayat. Sejumlah anggota Dewan ikut menyertainya, seperti Misbakhun, Ichsan Firdaus, Firman Soebagyo, dan Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto. Dibanding yang lain, menurut seorang peserta, pertemuan ini yang paling formal.
Bupati Karanganyar Yuliatmono bersuara keras atas kedatangan Ade. Yuliatmono mengkritik pendekatan elite Jakarta yang hanya datang ketika membutuhkan suara daerah. Saat Golkar dilanda konflik dan musim pemilihan kepala daerah, tak ada petinggi partai mendamaikan perseteruan di tingkat bawah. "Kalau ada perlu saja kalian baru datang," ujar Yuliatmono. Ketika dimintai konfirmasi, Yuliatmono membenarkan suara kerasnya dalam forum.
Setelah bubar, pimpinan Golkar diarahkan ke ruangan lain di Hotel Sunan. Tim Ade meminta ada dukungan tertulis sembari menyisipkan amplop. Menurut seorang peserta, DPD yang ketuanya definitif memperoleh uang 10 ribu dolar Singapura. Yang belum hanya kebagian 1.000 dolar. "Sempat ribut juga karena nilainya dibedakan," kata peserta ini.
Ade Komarudin menampik adanya pemberian uang oleh tim suksesnya. Dia juga tak tahu apakah ada uang transportasi untuk kader di daerah yang datang. "Uang dari mana? Sudah miskin dituduh-tuduh pula," ujar Ade. Yuliatmono juga mengatakan tak tahu-menahu ada pembagian uang. Setelah acara, dia menemani calon ke makam Soeharto. "Minimal saya tidak dapat, enggak tahu yang lain," katanya.
Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan model bagi-bagi duit ini bakal mubazir. Sebab, penjaringan calon ketua umum akan dilakukan secara tertutup sesuai dengan hasil rapat pengurus harian pada Selasa pekan lalu. Dia meminta panitia pengarah menyusun tata cara yang meminimalkan terjadinya transaksi politik. "Termasuk pelibatan KPK, PPATK, dan kepolisian."
Wayan Agus Purnomo, Diko Oktora (Jakarta), Artika Rachmi Farmita (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo