MANGKUNEGARAN guncang lagi. Mangkunegoro IX, yang sebelumnya akrab dipanggil Mas Jiwo, memberhentikan Gusti Pangeran Hario Saktio Kusumo sebagai Pengageng Kabupaten Mondropuro Kepala Dinas Istana Mangkunegaran. Dalam surat keputusan yang ditandatangani orang Nomor 1 Mangkunegaran itu, Saktio, yang juga adik kandung Mangkunegoro IX, diperintahkan untuk meninggalkan istana bersama istri dan anak-anaknya. Alasannya: Saktio dianggap tidak dapat melaksanakan tugas sebagai pengageng, sehingga merugikan dan memperburuk citra Mangkunegaran. Dalam surat keputusan yang mulai berlaku April ini Mangkunegoro IX, selain melarang Saktio menggunakan nama yang berkaitan dengan Mangkunegaran, juga menitahkan Suciati, istri Saktio, menanggalkan gelar ningrat Raden Ayu yang melekat pada wanita yang datang dari kalangan kebanyakan tersebut. Suciati, menurut Mangkunegoro IX, tidak dapat menjalankan tugas sebagai istri pangeran. Tak dirinci apa saja kelakuan Suciati yang tak sesuai dengan tata krama Mangkunegaran. Gebrakan ini bukan gebrakan pertama Mangkunegoro IX dalam upaya memperbaiki citra Mangkunegaran. Ia antara lain pernah memberhentikan Sekretaris Istana, Kanjeng Raden Mas Hario Darsono, karena kurang berkenan dengan cara kerja kerabatnya itu. Bedanya: Hario dikembalikan ke dalam Himpunan Kerabat Mangkunegaran, sedangkan Saktio tidak lagi diperkenankan menginjak istana. Untuk mengisi dua jabatan yang lowong itu Mangkunegoro IX mengangkat KRMTH Darmono Tirtonoto sebagai pejabat sementara Pengageng Kabupaten Mondropuro, dan Supriyanto, sarjana ekonomi dari luar istana, sebagai sekretaris dan bendahara Mangkunegaran. Apa sesungguhnya yang mendorong Mangkunegoro IX mengeluarkan surat keputusan di atas? Akhir-akhir ini, katanya, banyak penjudi main kartu Cap Jie Kie di halaman Hotel Mangkunegaran, Solo, yang letaknya bersebelahan dengan Istana. Pengageng Kabupaten Mondropuro Saktio dikabarkan kurang tanggap dengan kondisi yang bisa memperburuk citra Mangkunegaran itu. Tak hanya itu keprihatinan Mangkunegoro IX. Ia juga menyayangkan sejumlah barang dan harta kekayaan istana, seperti porselin, gelas, piring, dan barang ukiran, semua berlogo Mangkunegaran, diketemukan dijual bebas di Pasar Triwindu, yang berada di depan Istana. ''Saya ingin pejabat istana itu disiplin dan bersih. Di sini harus dibedakan antara adik dan tugas,'' katanya. Tentang penjudi yang berkeliaran di halaman Hotel Mangkunegaran, kata Saktio, sudah pernah dihalaunya dengan baik-baik. Hanya saja, begitu ia tidak ada, para penjudi itu balik lagi. ''Itu bukan berarti saya memberikan perlindungan pada tukang judi,'' ujarnya. Soal beredarnya sejumlah kekayaan keraton di Pasar Triwindu, yang dikenal sebagai pasar barang antik dan juga barang hasil curian, lanjut Saktio, bukan disebabkan oleh pencurian. Ia menambahkan, banyak kekayaan keraton yang diamankan di luar istana dari ancaman banjir pada zaman dahulu tak kembali kepada pemiliknya. Barang itulah yang diperjualbelikan. Adanya guncangan dalam keluarga Mangkunegaran itu, menurut GRAY Retno Satuti, Kepala Rumah Tangga Istana dan fungsionaris Himpunan Kerabat Mangkunegaran, akan dibicarakan dalam musyawarah besar trah Mangkunegaran di Solo Juni depan. ''Kemelut istana akan kami padamkan dalam musyawarah besar mendatang,'' kata Satuti, yang juga kakak kandung Mangkunegoro IX. Agus Basri dan Kastoyo Ramelan (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini