INILAH pertemuan penting mengenai Timor Timur dengan hasil tak terlalu penting. Tiga perunding Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Ali Alatas, Menteri Luar Negeri Portugal, Durao Barosso, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Boutros Boutros Ghali yang bertemu di ruang sidang Hotel Excelsior, Roma, Rabu pekan lalu, hanya sepakat untuk melanjutkan pertemuan. ''Kami setuju tak bicara detail pada forum kali ini,'' kata Menteri Ali Alatas. Tapi mereka menyebut perlunya tindakan untuk saling membangun kepercayaan (confidence building measure) agar pembicaraan terus berlanjut. Tampaknya, memang masalah itu saja yang penting dari pertemuan Roma. Sesuai dengan kesepakatan, Ali Alatas, Barosso, dan Ghali akan kembali bicara di New York, September depan. Kesepakatan di Roma itu barangkali memang upaya maksimal yang bisa dicapai Ali Alatas. Soalnya, sorotan dunia mengenai Timor Timur sedang mengalami pasang naik. Awal Maret lalu, misalnya, sebuah resolusi dilayangkan Komisi Hak Asasi Manusia PBB ke alamat pemerintah Indonesia. Komisi yang berkedudukan di Jenewa itu meminta pemerintah Indonesia agar mengizinkan PBB melakukan penyidikan atas tuduhan adanya penyiksaan dan pembunuhan ekstrayudisial di bekas daerah jajahan Portugal tersebut. Dalam pertemuan segi tiga di Roma, semula Portugal yang merupakan sponsor utama resolusi tadi dikhawatirkan akan memainkan ''kartu'' resolusi itu. Apalagi, tak lama setelah Resolusi Jenewa meluncur, Amos Wako, utusan khusus Sekjen PBB, kembali mengunjungi Dili dan sempat mengadakan pembicaraan dengan banyak tokoh di sana termasuk Xanana Gusmao, gembong Fretilin yang tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Dili. Apa isi laporan Wako kepada Ghali sehingga kartu Resolusi Jenewa tak sampai dimainkan Barosso? ''Saya belum mendapatkan laporan lengkap Wako. Saya hanya membaca sebagian kesimpulan dan rekomendasi. Ada beberapa rekomendasi yang sebenarnya sudah kita lakukan. Tapi saya tak bisa mendetail, sebab laporan itu sifatnya rahasia,'' kata Menteri Ali Alatas. Dari hasil pertemuan di Roma, tampaknya laporan Wako tak ''memberatkan'' Indonesia. Hanya saja di luar ruang sidang, sebagaimana pertemuan- pertemuan antara Indonesia dan Portugal sebelumnya, juga terlihat sejumlah demonstran anti-Indonesia. Ada sekitar 50 pemuda Portugal yang datang dengan bus ke Roma, membentangkan poster Free East Timor di depan Hotel Excelsior, tapi tak ada yang peduli. Pertemuan segi tiga antara Menlu Indonesia, Menlu Portugal, dan Sekjen PBB ini merupakan pertemuan lanjutan tingkat menteri dalam membahas soal Timor Timur. Pada pertemuan di New York Oktober lalu, ketiga perunding Menlu Portugal waktu itu adalah Joao de Deus Pinheiro mencapai banyak kesepakatan, yang menguntungkan Indonesia, di antaranya Portugal tak lagi menuntut agar wakil rakyat Timor Timur ada yang ikut bicara. Jadi, kalau di Roma hanya disepakati perlunya membangun kepercayaan untuk saling bertemu lagi, bukankah itu sebuah keputusan yang tak begitu penting? Lisa Sallusto (Roma) dan Toriq Hadad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini