TEROWONGAN Al-Muaisim, seperti halnya puluhan lainnya di Mekah, berbentuk setengah lingkaran. Dibangun oleh kontraktor Turki, dalam tujuh tahun terakhir, dengan biaya 15.000 rial per meter persegi. Terowongan sekitar 600 meter ini dibuat dari semen beton dicampur semacam pecahan keramik. Pada kedua sisi jalan beraspal licin, yang lebarnya 15 meter, terdapat lajur untuk pejalan kaki. Tinggi atapnya sembilan meter. Sabtu lalu, rombongan Menteri Agama Munawir Sjadzali, didampingi Dubes Soekasah, meninjau terowongan Al-Muaisim. Berikut laporan wartawan TEMPO, Wahyu Muryadi, yang ikut meninjau ke sana, kemudian berziarah ke kubur para syuhada: Temperatur di dalamnya panas. Tiga deret lampu neon 40 watt terpasang di sepanjang langit-langitnya. Tiga pasang kipas angin besar dipasang berjarak 200 meter. Sebuah panel listrik tertanam di dinding kiri dan kanan, pada setiap 50 meter, dihubungkan dengan gardu di ujung terowongan sebelah barat. Gardu itu dilindungi pagar kawat yang di beberapa bagiannya dililit kawat berduri. Maksudnya agar tidak terganggu oleh jemaah yang melewatinya. Tapi beberapa bagian pagar kawat berduri itu ringsek akibat desakan lautan manusia pada 2 Juli yang lalu. Ada yang mengatakan, kematian para jemaah bukan karena kekurangan oksigen. Sebab, ruang sirkulasi udara cukup luas. Mereka meninggal karena terjatuh dan terinjak-injak. Menurut Mayor Jenderal Abdul Kadir A. Kamal, komandan Polisi Keamanan Haji Arab Saudi, ketika musibah itu terjadi dalam terowongan itu berjubel sekitar 50.000 jemaah, pria dan wanita. "Sekitar 10 meter dari mulut terowongan dan 20 meter dari jembatan di mulut terowongan, para jemaah berebut masuk," tuturnya. Sementara itu, jembatan di luar sudah tak mampu lagi menampung jemaah yang kian berdesakan. Karena kekuatan arus manusia yang berlawanan, banyak jemaah jatuh. Dan para jemaah pun panik. "Tidak ada unsur sabotase sama sekali. Sebagai komandan di sini, sayalah yang paling bertanggung jawab. Semula itu musibah semata-mata. Saya bicara apa adanya," katanya. Kabarnya ketika itu Al-Muaisim hanya dijaga dua orang polisi? "Tidak benar itu. Jangan hiraukan suara-suara di luaran. Percayalah apa yang saya katakan. Saya seorang mukmin. Dan sayalah yang paling bertanggung jawab di sini." Korban yang ribuan itu sebagian besar karena terinjak-injak, lainnya jatuh dari jembatan, atau jatuh dan terinjak ketika menyelamatkan diri dari tangga darurat. Korban diangkut dengan tangan, dengan mengerahkan pasukan dari berbagai kesatuan. "Tidak benar jenazah diangkut dengan forklift atau alat berat lainnya," kata kepala polisi itu. Sorenya, rombongan berziarah ke kubur para syuhada. Mula-mula ke Ma'la, di Mekah. Di sini sekitar 400-jenazah haji Indonesia dikuburkan. Kuburan itu rata dengan tanah. Jumat lalu, Syekh Yasin al-Padangi, ulama asal padang yang lama mukim dan menjadi ulama terkenal di Mekah, juga dimakamkan di sana. Liang lahat yang berisi hanya ditandai pecahan-pecahan batu. Beberapa anggota rombongan kecewa. "Bagaimana sanak keluarga bisa tahu bahwa anggota keluarga mereka dikuburkan di sini?" tanya mereka. Yang dikubur di sana memang bukan hanya jemaah Indonesia saja. Setelah itu ziarah ke padang Arafah. Sekitar 200 syuhada dimakamkan di situ. Juga rata dengan tanah. Tapi bau anyir sangat menyentak. Rupanya, liang lahat tidak langsung ditutup dengan tanah, tapi dengan beton penutup got. Mungkin tutup beton tak menutup rapat-rapat. Rombongan kemudian menziarahi kubur 70 syuhada di Muzdalifah. Dan akhirnya berziarah ke kubur 200 syuhada di perbukitan Mina. Di sini, bau anyir lebih menyengat. Lalat pun beterbangan. Innalillahi wainna ilaihi rajiun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini