Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan mulai melawan sikap semena-mena aparat kepada massa aksi penolak pengesahan rancangan Undang-undang TNI. Perempuan, dari muda hingga tua, ikut turun ke jalan untuk mendukung mahasiswa serta anak-anak muda yang berdemonstrasi. Mereka mengecam sikap represifitas aparat kepada demonstrasi yang memuncak di berbagai daerah. Kelompok ibu-ibu menginisiasi gerakan Suara Ibu Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gerakan yang diinisiasi oleh aktivis perempuan, buruh, hingga akademisi berkonsolidasi dengan cepat. Aksi perlawanan mereka sudah berlangsung di Jakarta dan Yogyakarta. Kota-kota lain akan menyusul seperti Bandung dan Semarang. Tuntutannya sejalan: mengecam tindakan kekerasan aparat kepada mahasiswa, dan menuntut UU TNI dicabut.
Suara Ibu Indonesia merupakan reinkarnasi dari Suara Ibu Peduli. Itu adalah gerakan perempuan yang melawan otoritarianisme Soeharto sebelum reformasi 1998. Mereka punya peran krusial saat runtuhnya Soeharto sebagai presiden kala itu.
Gerakan Suara Ibu Peduli bermuara dari diskusi di kalangan redaksi Jurnal Perempuan. Gerakan ini pertama kali dirancang pada November 1997.
Belasan perempuan mematangkan rencana aksi selama tiga bulan. Mereka rapat di kantor Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta pada pertengahan Februari 1998.
Sepekan berselang, Karlina Supelli bersama 14 perempuan yang lain berunjuk rasa di sekitar bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Para perempuan itu memprotes harga susu yang kelewat mahal karena krisis ekonomi.
Isu yang dibawa dalam aksi hari itu hanya sebagai kamuflase. "Kami sadar akan langsung ditangkap kalau terang-terangan menuntut pelengseran Soeharto," ujar Karlina yang kala itu sebagai dosen di Universitas Indonesia, dalam wawancara pada Selasa, 16 Mei 2023.
Isu kelangkaan susu itu diusulkan oleh Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan Gadis Arivia. Dia memperhatikan stok susu yang kerap habis di toko swalayan sekitar rumahnya. Isu kelangkaan susu juga dinilai dekat dengan ibu-ibu, sehingga mudah menarik simpati dari perempuan lain.
Ide sebenarnya dari aksi tersebut ialah memprotes kepemimpinan Soeharto. Kelompok perempuan itu menilai, bahwa kepemimpinan Presiden ke-2 otoriter.
Karlina dan Gadis diangkut oleh polisi setelah baru setengah jam berdemonstrasi. Keduanya dituduh sebagai motor demonstrasi Suara Ibu Peduli. Dalam mobil patroli itu, juga sudah ada aktivis perempuan asal Salatiga, Wilasih Nophiana.
Mereka menginap semalam di Polda Metro Jaya, sebelum akhirnya diperintahkan untuk wajib lapor. Di sana, ketiganya diinterogasi oleh polisi ihwal alasan berunjuk rasa.
Saat gelombang demonstrasi mahasiswa pecah pada Mei 1998, Suara Ibu Peduli mendirikan pos logistik di titik unjuk rasa, yaitu gedung DPR. Pos logistik itu juga mereka dirikan di kantor Yayasan Jurnal Perempuan.
Aksi itu mendapat reaksi positif dari publik. Beberapa bantuan berdatangan ke markas Suara Ibu Peduli. Kala bantuan mengalir deras, Suara Ibu Peduli membangun pos khusus di halaman gedung DPR. Di titik itulah, Karlina bersama mayoritas anggota Suara Ibu Peduli berada saat Soeharto membacakan surat pengunduran diri sebagai presiden pada 21 Mei 1998.
Raymundus Rikang berkontribusi dalam penulisan artikel ini.