Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ayo, Cari Duit untuk Bela Negara

Diam-diam, program-program untuk melatih rakyat sudah mulai dijalankan. Tujuannya untuk mengamankan pemilu.

18 Januari 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada saat pembentukan Rakyat Terlatih (Ratih) masih menjadi kontroversi, ternyata program-program untuk melatih rakyat sudah mulai dijalankan di beberapa kodam. "Cara untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan aparat adalah dengan melaksanakan latihan bagi rakyat," begitu alasan Panglima ABRI Jenderal Wiranto di DPR, dua pekan lampau. Bentuk latihan itu, katanya, bisa berupa wanra (perlawanan rakyat) yang akan diperbantukan di kodim, kamra (keamanan rakyat) yang akan ditempatkan di kepolisian, tibum (ketertiban umum), dan linmas (perlindungan masyarakat).

Nah, dalam program wanra atau balacad (bala cadangan) ini, sejak Agustus 1997 lalu Kodam IV/Diponegoro sudah mencetak satu kompi (120 orang) yang kini berpangkat prada (prajurit dua). Kini, secara rutin mereka melakukan latihan militer ulang di kesatuan tempur terdekat. Mereka ini direkrut dari lulusan SLTA yang berbadan sehat dan masih menganggur. Persyaratan yang terakhir ini tampaknya dimasukkan untuk menolong para pencari kerja. Tapi nyatanya, dua orang prada yang ditemui bukanlah pengangguran melainkan satpam.

Cece Chaerul Akbar, salah satunya, mengaku bahwa dari perusahaannya (PT Barata Tegal) ada lima satpam yang melamar, tapi hanya dua orang yang diterima. Selama 3,5 bulan Cece dan temannya sekompi dididik secara militer di Cilacap. "Tak ada bedanya dengan latihan militer. Senjata standar saya M-16," ujarnya. Lulus dari sana, ia dikontrak selama lima tahun sebagai balacad, tapi selama itu ia hanya berdinas aktif selama sembilan minggu. Selebihnya, ia boleh meneruskan karirnya sebagai satpam dengan mendapat uang tunggu yang disebutnya sebagai "uang sabun" karena hanya Rp 35 ribu per bulan.

Program serupa juga dijalankan di Kodam I/Bukit Barisan sejak Oktober lalu. Menurut Kapendam I/Bukit Barisan Letkol Nurdin Sulistyo, mereka merekrut satu kompi karyawan perkebunan yang ada di wilayah Provinsi Riau dan dididik kemiliteran selama tiga bulan. Lulus dari sana, semua karyawan BUMN itu digembleng lagi dengan kegiatan kemiliteran di batalion 132 Riau selama sebulan. Berbeda dengan Cece, para wanra-wan ini berhak menyandang pangkat prajurit satu (pratu), satu tingkat di atas prada. Uang tunggunya pun jauh lebih banyak, dari Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu.

Sementara itu, Kodam V/Brawijaya yang sudah mencetak satu kompi wanra, kini meneruskan program pelatihan rakyat. Mulai tanggal 11 Januari hingga 12 Maret mendatang, mereka membuka pendaftaran untuk kamra. Menurut Kadispen Polda Jatim Letkol Sutrisno TS, mereka akan merekrut 6.000 orang kamra. "Itu didasarkan pada kebutuhan menjaga keamanan saat pemilu dan mengantisipasi kerusuhan lain," ujarnya.

Syarat untuk menjadi kamra ini begitu mudah, yaitu pemuda-pemuda yang minimal berijazah SLTP, berumur 18-45 tahun, tinggi badan minimal 155 sentimeter, dan berat seimbang. Nyatanya, selama dua hari pendaftaran di mapolda ini baru 12 orang yang mendaftar. Mungkin tak banyak pemuda yang tahu lowongan tersebut karena kurangnya publikasi. Padahal, ini jelas peluang mereka untuk mendapatkan penghasilan yang lumayan. Bayangkan, setelah digojlok selama tiga bulan dan lulus, mereka boleh kembali ke tempat pekerjaan semula. Hanya saja, mereka harus siap-siap bila sewaktu-waktu ada panggilan dari ABRI. Bagi mereka, jelas ada ongkos tunggu yang kabarnya Rp 200 ribu tiap bulannya.

Dari mana sumber dana untuk menggaji para rakyat yang terlatih ini? Menurut Kapendam I/BB Letkol Nurdin, gaji itu diambil dari pos Hankam di APBN. Bila setiap kodam mencetak sekompi wanra dan ribuan kamra, dana yang dikeluarkan tiap bulannya tidaklah sedikit. Taruhlah gaji kamra itu Rp 200 ribu, maka tiap bulannya biaya untuk menggaji 6.000 orang kamra di Kodam V/Brawijaya mencapai Rp 1,2 miliar. Lalu, berapa uang yang akan mengalir dari delapan kodam waktu pemilu--saat mereka akan dipergunakan secara maksimal—yang baru berlangsung lima bulan lagi?

Padahal, anggaran untuk subsektor Rakyat Terlatih dan perlindungan masyarakat sudah ditentukan dalam APBN 1998/1999. Besarnya, kata Menteri Keuangan Bambang Subianto, Rp 10,6 miliar. Namun, menurut Menhankam/Pangab Wiranto, tahun ini pemerintah sudah menyediakan dana Rp 135 miliar. Itu belum termasuk rencana anggaran untuk penyelenggaraan Ratih yang besarnya sungguh aduhai, Rp 300 miliar.

Agaknya karena itulah, Wiranto tak ragu-ragu merekrut rakyat untuk dilatih militer. Meskipun dasar hukum untuk itu hingga kini belumlah jelas. "Kami berusaha mengaitkan pembentukan Rakyat Terlatih dengan fungsi kamra melalui UU Nomor 2 /1982 tentang pokok-pokok pertahanan keamanan negara," hanya begitu jawab Wiranto.

Diah Purnomowati, Andari Karina, Bambang Soedjiartono (Medan), Munib Rofiqi (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus