Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Nyawa Dibayar Nyawa?

18 Januari 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANAH Rencong kembali bersimbah darah. Luka warga Aceh akibat kekejaman DOM kembali menganga. Awalnya adalah kegelisahan warga akibat isu ninja dan perlakuan tak senonoh seorang oknum ABRI terhadap seorang perempuan, yang diikuti dengan aksi sweeping serta penculikan sembilan prajurit. Tujuh di antaranya dibantai massa. Militer yang murka lalu menggelar Operasi Satgas Wibawa '99, yang kemudian menjelma menjadi mirip sebuah "operasi balas dendam". Timah panas dan bogem tentara lalu membuat 15 nyawa penduduk sipil melayang. Agar lebih jernih melihat ujung pangkalnya, berikut ini adalah kronologi peristiwa berdarah itu, yang dihimpun dari data Kontras dan pemantauan TEMPO langsung dari lapangan.

2 November 1998

Meletus aksi massa di Lhokseumawe, Aceh Utara, yang dipimpin orang tak dikenal yang bersenjata. Mereka menyebarkan isu rencana kerusuhan. Aparat membiarkannya dan tidak terjadi bentrokan atau kerusuhan. Bendera Merah Putih dibakar.

Minggu Ke-2 Desember

Isu ninja menyebar melalui teror telepon.

21 Desember

Seorang anggota komando rayon militer (koramil) merampas mukena seorang wanita warga Desa Bayu, Lhokseumawe, setelah salat tarawih. Warga yang marah lalu memblokir jalan dan melakukan operasi KTP dengan sasaran utama anggota ABRI. Terjadi pembakaran gedung pemerintah dan mobil Komando Pasukan Khusus.

Selasa, 29 Desember

Dua ratus massa bersenjata parang melakukan aksi sweeping di Lhoknibong, Aceh Timur. Tujuh prajurit yang tidak bisa menunjukkan KTP disandera, lalu dibantai massa. Mayat mereka ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Di antaranya adalah Prajurti Satu (Pratu) Mangaliat Turnip, Prajurit Dua (Prada) Respons Siallagan, Prada Mangasi Sinaga, Prada Yusuf Tarigan, dan Pratu Tulus Sidabutar.

Rabu, 30 Desember

Mayor (Marinir) Edyanto Abbas dan Serka Syaefuddin diculik di kawasan jalan pipa PT Mobil Oil. Hingga kini, nasib mereka tak tentu rimbanya. Dibentuk Operasi Satgas Wibawa '99.

Minggu, 3 Januari 1999

Tentara menyerbu Desa Kandang, Aceh Utara, yang diduga menjadi markas Ahmad Kandang, pentolan Gerakan Aceh Merdeka dan dalang penculikan anggota ABRI. Ribuan warga--beberapa menyandang senapan AK-47--bergerak dari Masjid Desa Pusong ke Kantor Kabupaten Lhokseumawe. Bentrokan serupa terjadi di beberapa lokasi lain. Akibat tembakan aparat, 17 orang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka.

Sabtu, 9 Januari

Pukul 06.30

Desa Kandang diserbu lagi. Sekitar 1.000 prajurit diterjunkan dalam sebuah tim gabungan. Tak berhasil menangkap Ahmad Kandang, tentara lalu menciduk 40 warga. Salah satunya perempuan.

Pukul 10.00

Dua warga yang tertembus pelor lalu dibawa ke Rumah Sakit Umum Lhokseumawe. Sisanya diangkut dan ditahan di Gedung KNPI Lhokseumawe, di sebelah markas komando resor militer (makorem). Tiga orang provos dan lima orang tentara dari korem setempat menjaganya.

Pukul 10.30

Para tahanan diperiksa oleh tim penyidik dari Kepolisian Resor Aceh Utara. Secara sembunyi-sembunyi, beberapa orang tentara dari Yonif 121/MK, Korem Lilawangsa, dan Kodim Aceh Utara yang masih berada di situ melakukan pemukulan terhadap beberapa tahanan. Provos mencegahnya dan meminta mereka keluar.

Pukul 11.30

Mayor Inf. Bayu Najib, pelaksana tugas harian Komandan Yonif 113/JS, datang. Dengan emosional ia lalu memukuli beberapa tahanan dengan kabel. Tanpa dikomandoi lagi, anak buahnya ikut beraksi. Komandan Kodim dan Kepala Polres Aceh Utara buru-buru mencegahnya. Pemeriksaan dilanjutkan.

Pukul 17.45

Sepuluh tahanan yang akan diproses lebih lanjut dipindahkan ke Markas Polres Aceh Utara.

Pukul 18.30

Petugas membagikan makanan untuk berbuka puasa.

Pukul 19.45

Tiba-tiba, tanpa bisa dicegah provos, sekitar 50 orang oknum ABRI yang mengenakan kaus oblong hijau menyerbu masuk. Diidentifikasi, mereka berasal dari Detasemen (Den) Rudal 001, Batalyon Infanteri (Yonif) 131/YS, Yonif 111/KB, Den Bekang RFM 011/LW, Makodim 0103/AUT, dan Makorem 011/LW. Lalu, dengan brutalnya mereka memukuli dan menendangi para warga itu. Beberapa tersangka pelaku penganiayaan adalah Serka Obet, Praka M.H. Thamrin, Prada Josdarton Situmorang, dan Prada Hendrik Saragih dari Den Arhanud Rudal 001/Bukitbarisan, Praka Nofrizon dari Yonif 131/BRS, serta Pratu Wiman Rahman dari Yonif 111/KB.

Pukul 20.45

Para tahanan dievakuasi ke RSU Lhokseumawe. Empat orang meninggal, yakni Murtadha M. Daud, Syaifuddin Ibrahim, Hamzah Mahmud, dan Herman Husen, karena kepalanya remuk akibat benturan benda tumpul. Dua orang koma dan sisanya luka parah dengan kondisi kepala bonyok serta darah mengalir deras dari telinga, mata, hidung, dan mulut.

Karaniya Dharmasaputra (Jakarta), Mustafa Ismail, Setiyardi, Zainal Bakri (Aceh)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum