Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bangsa Ini Memerlukan Pertahanan...

Wawancara Tempo dengan panglima ABRI merangkap Ketua Bakorstanas Jenderal Try Sutrisno, tentang Bakorstanas, Kopkamtib, penanganan sisa PKI, dwifungsi ABRI, hubungan Golkar dengan ABRI, dll.

17 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUGAS Jenderal Try Sutrisno, 53 tahun, bertambah berat. Selain sebagai Panglima ABRI (Pangab), ia kini merangkap Ketua Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakorstanas), lembaga baru pengganti Kopkamtib, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden 5 September yang lalu. Jabatan baru itu rupanya tak membuat Jenderal Try menjadi angker. Ia tetap ramah pada wartawan. Jumat pekan lalu, misalnya ia dengan senang hati meladeni pertanyaan-pertanyaan Agus Basri, Bambang Harymurti, dan Diah Purnomowati dari TEMPO, serta seorang wartawan dari media lain, selama hampir dua jam di ruang VIP Lanuma Halim Perdanakusuma, Jakarta. Ketika itu, ia, bersama Menhankam Jenderal L.B. Moerdani, sedang menunggu kedatangan tamu dari negara tetangga. Sebelumnya, beberapa pekan yang lalu, Jenderal Try Sutrisno secara tertulis menjawab sejumlah pertanyaan TEMPO. Berikut rangkuman wawancara langsung dan tertulis itu: Mengapa Kopkamtib diganti Bakorstanas? Kopkamtib ini lahir dari situasi yang khusus: pemberontakan PKI. Karena itu, istilahnya pemulihan keamanan dan ketertiban. Dalam sejarahnya, Kopkamtib itu berkembang, dan akhirnya tidak lagi ditujukan pada PKI saja, tapi juga ekstrem kiri, ekstrem kanan, pokoknya yang tidak segaris dengan Pancasila, dan termasuk pengamanan pembangunan. Itulah Kopkamtib. Sebagai sarana pengaman perjuangan bangsa, Kopkamtib itu telah selesai menjalankan tugasnya dengan baik. Mengapa disebut sarana pengaman perjuangan? Timbulnya Kopkamtib itu sendiri juga karena spontanitas kejuangan Pak Harto sebagai prajurit saptamarga. Sebagai pejuang prajurit, tanpa mendapat perintah ia sudah terpanggil karena ketika itu ia tahu negaranya dalam keadaan kritis. Sebelum Sidang Umum MPR, soal ini 'kan sudah direncanakan. Kok baru sekarang realisasinya? Nah, Kopkamtib itu besar. Untuk diganti badan lain 'kan memerlukan persiapan yang baik. Sesuatu yang belum waktunya dipaksakan akan ada dampak. Cari waktu yang tepat, minta ridha Tuhan. Apa perbedaan Kopkamtib dengan Bakorstanas? Kopkamtib diarahkan pada pemulihan keamanan dan ketertiban. Bakorstanas pada stabilitas. Stabilitas itu harus selalu baik. Stabilitas yang dinamis. Selama 20 tahun ini kita sudah mencapai hasil banyak sekali. Masalah keamanan dan ketertiban sudah tidak ada lagi. Satu hal yang tak boleh dilepaskan -- sesuai dengan amanat MPR melalui GBHN kepada mandatarisnya -- pembangunan harus dilanjutkan. Pembangunan itu bertumpu pada trilogi, salah satunya, yang harus selalu ada untuk menopang pembangunan, ialah stabilitas. Ukuran stabilitas itu apa? Stabilitas itu 'kan luas, meliputi stabilitas politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam. Luas. Stabilitas itu menjadi tanggung jawab pemerintah -- itu berarti departemen dan instansi -- dan seluruh masyarakat. Stabilitas selama ini baik. Berarti Kopkamtib sukses? Jelas, dong. Kopkamtib sudah menjalankan tugas dengan baik selama 20 tahun ini. Kita harus mengakui itu. Apa yang sudah dicapai ini bukan hal yang kecil. Tujuan Bakorstanas itu ke mana? Badan ini arahnya terus menciptakan dan mempertahankan stabilitas secara bersama-sama. Ya, itu tadi, mengikutsertakan semua departemen, instansi, dan masyarakat. Apa bedanya dengan Kopkamtib? Ya, dinamika to? Kopkamtib itu 'kan mengurusi keamanan dan ketertiban. Yang ini 'kan untuk stabilitas. Ini 'kan lebih diperlukan. Ini koordinatif sifatnya. Jadi, kita mendorong semua departemen dan instansi. Ini militer atau semimiliter? Ini 'kan badan ABRI. Cuma ada anggota tetap dan tidak tetap. Anggota tetapnya sudah disebutkan kemarin, ada ABRI, ada Polri, Kejaksaan, Bakin, dan sekretaris Menko. Termasuk Departemen Hankam? Hankam dan ABRI itu jadi satu, tak bisa dipisahkan. Hankam itu 'kan departemennya ABRI. Organnya sama saja. Hankam -- ABRI itu 'kan dwitunggal. Sekretariat badan itu bagaimana? Seperti Sekretaris Kopkamtib sekarang. Dari militer juga? Itu sedang kami pikirkan. Sekarang ini sedang kami jabarkan keppres ini menjadi suatu struktur organisasi, kami rumuskan tata kerjanya, mekanismenya. Apakah screening eks PKI akan ditangani Bakorstanas? Mengko disik, to (Nanti dulu). Semua 'kan sedang dalam proses. Ini 'kan masa transisi dari Kopkamtib yang militer dan represif, sekarang .... Siapa bilang represif? You tidak mengikuti perkembangan Kopkamtib. Kopkamtib, akhir-akhir ini, pendekatannya yang nomor satu sudah preventif-edukatif. Lalu ada yang ndak bisa ditanggulangi, baru ada represif, tapi terbatas. Tapi itu nggak pernah digunakan. Nanti masih ada pemberedelan koran? Pokoknya, ini saja: Introspeksi semua pihak dengan baik, mengapa mesti terjadi bredel-membredel. Apa prioritas yang akan digarap Bakorstanas? Tentunya stabilitas. Mana yang kira-kira ada distorsi ya dipulihkan. Yang sudah bagus dipelihara, kalau perlu ditingkatkan. Bangsa ini terus memerlukan suatu pertahanan yang total. Bertahan kompak, walau ada goyangan apa pun, guncangan apa pun, luar dalam, dia tetap stabil. Kapan serah terima Kopkamtib dengan Bakorstanas? Serah terima itu ndak perlu diekspos. Yang penting 'kan permasalahannya. Sekarang sudah berproses sampai di atas. Nanti Pak Benny akan mengumpulkan stafnya, kita ngomong-ngomong masalah. Ndak akan sampai vakum. Apakah keppres untuk membentuk Bakorstanas dikeluarkan Presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI? Begini, ya. Pak Harto sebagai Mandataris MPR, sebagai Presiden, sebagai Kepala Negara, sebagai Panglima Tertinggi ABRI, termasuk tugas pembangunn dan pengamanannya. Tentu you harus tahu. Tapi sebagai seorang pendekar sejati dari demokrasi Pancasila ini, pimpinan Indonesia ini mempunyai budaya Timur. Orientasinya bukan kepada kekuasaan tapi pada tanggung jawab. Tak usah Pak Harto, saya yang cuma punya kewenangan yang kecil, orientasinya juga begitu. Filosofi saya, kalau seorang punya kewenangan dari rakyatnya, tentu dalam menghimpun power itu orentasinya bukan power oriented. Saya ingin tanggung jawab oriented. Bakorstanas itu apa? Hanya untuk mengkoordinasikan, menciptakan, meningkatkan, memelihara stabilitas yang diperlukan untuk pembangunan. Tak lebih dari itu. Tapi kalau keadaan sangat darurat? Dalam pembangunan ini ABRI 'kan selalu siaga. ABRI itu selalu ditekankan kesiapsiagaan, ketanggapsegeraan. Kalau terjadi apa-apa ya, sudah ada SOB-nya. Kalau dulu 'kan ada Supersemar, apakah akan ada terjadi seperti ini? Supersemar itu 'kan sudah menjadi TAP MPR. Tapi ketetapan itu nggak gampang dipakai. Kalau sekali-sekali dipakai 'kan dipertanggungjawabkan ke DPR. Penggunaan itu yang tahu Presiden. Itu tak ada kaitannya dengan keppres ini. Presiden nggak akan mau menggunakan TAP ini. Presiden menggunakan kewenangan reguler, kewenangan biasa, membentuk keppres ini. Bagaimana hubungan badan ini ke daerah? Saya membentuk eselon di bawah saya, Bakorstanasda. Mereka menerima instruksi, dan mereka kembangkan sesuai dengan kondisi di daerahnya. Dengan harapan mereka mengadakan koordinasi yang baik. Kalau itu dijamin baik, tentunya tidak ada masalah-masalah yang sampai jadi mbureng. Bagaimana penanganan sisa PKI? Kalau soal PKI itu tetap. Dari keppres itu 'kan Bakorstanas punya fungsi monitoring data dan informasi. Saya punya kewenangan untuk dokumentasi data dari masalah lama maupun baru. Bagaimana kegiatan eks PKI sampai saat ini. Adakah terlihat suatu peningkatan? Melihat masalah kegiatan G30-S/PKI tidaklah semudah seperti melihat naik turunnya nilai dolar terhadap yen. Bagi ABRI tak boleh terjadi sedikit pun kelengahan dalam mengevaluasi dan menganalisa setiap indikasi yang ada di linkungan masyarakat. Hanya saja pengamatan atas indikasi-indikasi itu bukan merupakan bahan yang baik untuk disebarluaskan. Bagaimana caranya merangsang tumbuhnya dinamika. Ada kesan, sekarang ini orang takut berbeda pendapat atau berpolemik? Beda pendapat itu sih boleh. Kalau tidak, itu mengingkari kenyataan hidup. Jangankan bernegara, wong di rumah saja beda pendapat, kok. Perbedaan itu kodrat. Itu sebabnya ada demokrasi. Ndak ada orang yang berani menyetop perbedaan karena itu sama dengan menyetop hidup. Cuma kalau perbedaan itu yang ditonjol-tonjolkan, 'kan ndak akan selesai-selesai. Bagaimana mengakomodasikan perbedaan, kita cari titik-titik persamaannya, dan itu kita sepakati, kita dukung bersama. Orang Indonesia hidup dengan ber-Pancasila, mengatur perbedaan itu dengan suatu mekanisme yang bagus, serasi, harmonis. Nggak ada kata-kata kekuatan mayoritas, tirani minoritas, pressure group, dan sebagainya. Itu istilah orang lain. Karena pendidikan dan ekonomi kita semakin membaik, maka, seperti di Korea Selatan, ada tuntutan ingin lebih bebas. Bagaimana? Apa pun, modern, makmur, dan lain-lain, jangan lupa kepada nilai-nilai dasar bangsa kita. Mulai filosofinya, ideologinya, sampai tata nilainya. Kalau kita lupa, biasanya akan guncang. Bagaimana pendapat Pak Try tentang gerakan ekstrem kiri, ekstrem kanan, dan masalah kesenjangan ekonomi. Apakah itu merupakan tantangan terhadap usaha memantapkan stabilitas nasional? Itu saya anggap perlu untuk diwaspadai saja. Dalam hidup ini, kenyataannya orang-orang ekstrem itu tak bisa dihapus. Yang penting, ia jangan berkembang. Untuk menghadapi ekstrem kanan dulu, ketika menjabat pangdam, Anda sering berceramah ke masjid. Sekarang kok nggak lagi? Pendekatan apa lagi sekarang yang dilakukan? Oh, nggak. Kalau saya ke masjid itu bukan apa-apa. Saya 'kan umat Islam. Masih aktif memberikan pengajian? Lho, masakan kondho-kondho kowe, ah. Soal itu nggak boleh 'kan diomong-omongkan. Tuhan 'kan mengatakan tidak boleh itu. Kampus selama ini dimonitor. Apakah Anda melihat sesuatu yang membahayakan? Tidak. Semuanya baik. Apakah ancaman terbesar -- dari luar maupun dari dalam -- yang dihadapi bangsa Indonesia dalam jangka 10 tahun mendatang? Ancaman terbesar adalah pengaruh budaya dan ajaran serta paham dari luar, bilamana penghayatan dan pengamalan Pancasila tidak secara berlanjut di masyarakat. Di dalam UU nomor 2/1988 tentang prajurit ABRI, disebutkan ABRI sebagai kekuatan sospol. Sedang sebelumnya di dalam UU nomor 20/1982 yang sudah di gantikan UU yang baru tadi, ABRI disebut sebagai kekuatan sosial. Apa makna perubahan itu? Pertimbangannya adalah untuk menegaskan bahwa ABRI selain sebagai kekuatan hankam juga adalah kekuatan sosial politik. Sebagai kekuatan sospol, ABRI mempunyai hak, wewenang, kewajiban, dan kemampuan untuk turut serta mewujudkan cita-cita bangsa dalam arti yang luas. Ditegaskan pula bahwa ABRI turut serta dalam urusan politik. Kekaryaan ABRI sering disalahtafsirkan hanya sebagai upaya mencarikan pekerjaan ABRI di luar profesi militer konvensional. Sekarang itu bisa dihilangkan. Karena ABRI adalah kekuatan sospol diharapkan tidak dimasalahkan lagi mengapa ABRI melaksanakan kegiatan sospol. Sebagai kekuatan sospol, dalam melaksanakan peranan di bidang sospol, ABRI tidak akan menggunakan kekuatan senjata. Dengan kata lain, di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ABRI tidak pernah menerapkan militerisme. Ada pendapat bahwa dwifungsi ABRI dinilai semakin berhasil bila peranan ABRI berkurang. Keberhasilan dwifungsi ABRI justru bergantung pada seberapa besar pelaksanaan peranan dan pengabdiannya itu dilaksanakan secara konstitusional. Bagaimana hubungan ABRI -- Golkar belakangan ini? Dari dulu sampai sekarang tetap baik dan harmonis dalam satu keluarga besar Golkar. Dalam Musda Golkar dapat dilihat kemantapan dan keserasian dari tiga jalur yang ada dalam menentukan kesepakatan, senantiasa dengan musyawarah untuk mufakat. Sebagai stabilisator, baikkah dampaknya bagi stabilitas bila salah satu kekuatan sospol terlalu dominan dibandingkan dua kekuatan sospol lainnya? Semua kedudukan kekuatan sospol itu sejajar sama tinggi. Sesuai dengan demokrasi Pancasila, kita tidak mengenal dominasi mayoritas atau tirani minoritas karena ciri kita, semua kegiatan dilandaskan pada musyawarah untuk mufakat. Peranan ABRI sebagai dinamisator dan stabilisator akan terus mendorong terlaksananya demokrasi Pancasila.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus