LEMBAGA Opstib (Operasi Tertib), jika boleh ditamzilkan, lahir dari ibu yang bernama Kopkamtib, berayah Instruksi Presiden (Inpres) 5 September 1977. Lembaga ini resmi dibubarkan pekan lalu, lewat Keppres No 30. Opstib pun menghilang mengikuti jejak induknya, Kopkamtib. Sebelum Opstib dilembagakan, gebrakan mulai diayunkan oleh Laksamana Sudomo yang ketika itu Kaskopkamtib. Sudomo turun tangan, mencoba membenahi kekacauan angkutan kota hingga penyelundupan di pelabuhan. Gebrakan itu dianggap ampuh untuk menangkal penyelewengan. Lahirlah Opstib yang saat itu menggoyang korupsi, penyalahgunaan wewenang, pungli, dan penyelewengan sejenis oleh aparat pemerintah. Opstib pun disambut acungan jempol. Kaskopkamtib Sudomo ketika itu sibuk bagaikan komandan tempur di saat krisis. Pungli di jalan raya, baik oleh polisi maupun petugas jembatan timbang, menjadi sasaran pertama. Sejumlah petugas ditindak. Dari jalanan Opstib melangkah ke departemen, membidik pelbagai penyelewengan. Lewat Inpres No. 9 tahun 1977, pemerintah mengamanatkan agar Opstib menindak penyelewengan tanpa pandang bulu. Sebagai pelaksana teknis adalah para menteri, pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, pimpinan sekretariat lembaga tinggi negara, dan Kopkamtib. Lembaga Kopkamtib, seperti tersebut dalam Inpres, bertugas membantu departemen dan lembaga negara dalam tindakan operasional penertiban. Dan Menpan J.B. Sumarlin ketika itu bertugas melakukan koordinasi pelaksanaan Opstib, di pusat dan daerah. Mayjen. E.Y. Kanter terpilih sebagai Kepala Opstibpus pertama. Ruang lingkup Opstib, seperti bunyi Inpres, sungguh luas. Selain menertibkan personalia, Opstib berwenang meluruskan bentuk organisasi dan tata kerja pemerintahan. Opstib diminta memerangi pungli atas gali atau pensiun pegawai negeri. Juga harus menyetop pungutan liar atas biaya perjalanan dinas, pencantuman harga fiktif dalam pengadaan barang, pungli terhadap perizinan usaha, paspor, di Bea Cukai, dalam penyetoran pajak, sampai pungli dalam pencairan kredit bank. Dalam waktu singkat Opstib berhasil menemukan ratusan kasus penyelewengan. Di lingkungan kejaksaan saja, dari September hingga Desember 1977, terjaring 80 oknum penyeleweng. Empat di antaranya dimejahijaukan. Lantas, kuartal pertama 1978, Opstib menindak 50 orang kejaksaan lainnya, tapi hanya seorang yang diajukan ke pengadilan. Agustus 1978, Opstib sempat mampir ke Polri. Kala itu, petugas Opstib menyeret empat polisi ke Mahkamah Militer Tinggi. Mereka harus mempertanggungjawabkan raibnya uang sisa anggaran Polri yang Rp 4,8 milyar. Layak pula dikenang, 10 tahun silam, Opstib membuka kotak pengaduan PO Box Jakarta 999. Hingga akhir 1979, kotak pos itu menampung lebih dari 26 ribu pengaduan. Ternyata, hanya 5.280 laporan boleh dipercaya. Pernah Opstib menelusuri tunggakan uang pupuk. Ketika itu, Agustus 1979, PT Pusri memang kerepotan: banyak piutangnya tertahan di tangan agen dan penyalur, dan banyak pupuk yang raib tak jelas rimbanya. Berkat gebrakan Opstib, harta negara senilai Rp 20 milyar bisa diselamatkan. Itulah masa kejayaan Opstib. Sejak awal 80-an, gaung Opstib menurun. Belakangan, sayup-sayup terdengar lagi dengungnya dalam pengawasan ganti rugi tanah di Jakarta. Namun, jala yang ditebar Opstib tak sampai menjaring alap-alap dalam rimba percaloan tanah. Bahkan, beberapa waktu lalu, terbetik berita ada oknum Opstib ikut bermain dalam sengketa penguasaan gedung Arthaloka, di Jalan Sudirman, Jakarta. Putut Tri Husodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini