Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKSA Agung Muhammad Prasetyo menjadi bulan-bulanan para anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis pekan lalu. Dalam rapat kerja itu, ia diberondong pertanyaan menyangkut hasil pemeriksaan internal terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan anak buahnya, Asisten Pidana Khusus Tomo Sitepu.
Jumat dua pekan lalu, Prasetyo mengumumkan hasil pemeriksaan internal dengan menyebutkan tidak menemukan hubungan keduanya dengan kasus dugaan suap yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi menduga suap itu untuk penghentian kasus PT Brantas Abipraya di Kejaksaan Tinggi Jakarta. "Kami menuntut penjelasan atas hal ini," kata anggota Komisi Hukum, Sarifuddin Sudding. Pertanyaan anggota Komisi Hukum lainnya, Wenny Warouw, lebih garang: "Apa tidak terlalu cepat menyatakan mereka clear?"
Nama Sudung dan Tomo terseret kasus dugaan penyuapan itu setelah penyidik menangkap Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko, Senior Manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno, dan seorang kurir suap bernama Marudut Pakpahan. Mereka baru saja melakukan transaksi suap Rp 1,9 miliar untuk upaya menghentikan kasus perusahaan itu di Kejaksaan Tinggi Jakarta. Dua orang itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Dari radar KPK, tim penyidik mendeteksi data awal dugaan duit akan diserahkan ke Sudung dan Tomo. Keduanya langsung diperiksa pada hari penangkapan dua tersangka lain. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tak membantah soal ini. "Indikasinya ada," ujarnya.
Atas pertanyaan anggota Komisi Hukum, Prasetyo mengatakan tidak ada yang salah dengan pemeriksaan internal itu. Menurut dia, tim sudah memeriksa Sudung, Tomo, dan tersangka kasus itu. Marudut, kata Prasetyo, mengaku bahwa suap merupakan inisiatifnya. Dia juga beranggapan Sudung tidak memenuhi kriteria sebagai penerima suap lantaran tidak aktif menghubungi Marudut.
Selain dalam kasus suap PT Brantas, Kejaksaan Agung pun seperti pasang badan untuk dua jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang ditangkap KPK pada 11 April lalu. Keduanya ditangkap karena menerima uang suap Rp 528 juta dari Bupati Subang Ojang Sohandi pada 11 April lalu. Di hadapan para anggota Komisi Hukum, Prasetyo menangis saat bercerita ihwal sosok Devianti. "Suami Devi seorang sopir. Dia jualan kue, dan ditangkap ketika menyiapkan kue untuk pengajian. Sekarang uang hasil penjualan disita KPK," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Raymond Ali mengatakan uang yang dipegang Devianti merupakan uang pengganti kerugian negara yang hendak disetor ke kas negara. "Kami menyesalkan penyitaan oleh KPK," ujarnya. Pernyataan ini cepat dibantah Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, yang tetap berkukuh itu uang suap. "Tersangka yang menyerahkan uang itu kepada penyidik KPK saat ditanya mana uang yang pemberian," tuturnya.
Seorang penegak hukum mengatakan, akibat pengusutan dua kasus itu di KPK, Prasetyo tidak kunjung menerbitkan surat mengesampingkan perkara (seponering) atas kasus penyidik senior komisi antikorupsi, Novel Baswedan. Kejaksaan, menurut dia, sengaja memperlambat upaya itu sampai KPK bisa menjamin para jaksanya tidak akan terjerat.
Aroma barter ini juga terendus Ketua Komisi Hukum DPR Bambang Soesatyo. Kepada Prasetyo dalam rapat Kamis pekan lalu, politikus Partai Golkar itu meminta Jaksa Agung menjawab soal ini. "Langsung saja, apa ada barter kasus?" ujarnya. Prasetyo masih belum mau berkomentar tentang tuduhan itu. Ia mengatakan punya alasan belum memutuskan seponering perkara Novel. "Masih mempelajari manfaat dan mudaratnya," katanya.
Muhamad Rizki, Anton Aprianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo