Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Bea Siswa Dari Pegawai

Proyek "anak angkat" (terbatas di lingkungan pemda kodya bandung), memberikan bea siswa kepada anak pegawai rendah, dana terkumpul dari korpri. (pdk)

18 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK piatu itu tak lagi membolos karena takut bertemu guru yang menagih uang BP3. Minggu lalu Thalib pun sudah melunasi uang foto dan pendaftaran THB. Beberapa hari sebelumnya dia sempat menangis di pangkuan ibunya yang tak mampu membayarkan syarat ujian akhir itu, Rp 950. "Sekarang saya dapat bantuan Walikota," katanya. Murid kelas 6 SD Soka di Bandung Thalib terpilih jadi "anak angkat Korpri Pemda Kodya Bandung," suatu gagasan menghimpun bea siswa untuk mereka yang tidak mampu. "Ini hanya proyek kecil-kecilan," kata Walikota Husen Wangsaatmadja, pencetus ide ini. Baru saja dia menyerahkan bea siswa yang terkumpul kepada 10 murid SD, 5 siswa SMP dan seorang mahasiswa, masing-masing Rp 3.000, Rp 5.000, dan Rp 10.000 tiap bulan. Mereka adalah anak pegawai rendah (golongan I) di lingkungan Pemda Kodya Bandung, salah satu syarat untuk jadi "anak angkat" itu. Dana bea siswa diperoleh dari sesama pegawai kodya juga, tapi yang sudah termasuk golongan III dan IV. "Pegawai golongan itu dianggap sudah bisa hidup layak," menurut Husen. Begitu pun mereka tak dipaksa menyumbang, dan jumlahnya seikhlas hati. Jadi, dari 289 pegawai jenis itu (2 di antaranya gol.IV) hanya 80 yang bersedia jadi donatur, kebanyakan hanya Rp 1.000 per bulan. Masih ada sedikit tambahan dari bunga deposito uang kas Korpri setempat. Setiap bulan Korpri mengutip uang itu, lalu mengkoordinasikan pemberian bea siswa, sekaligus mengawasinya apakah dimanfaatkan secara benar. "Kalau dibelikan radio bantuannya diputus," kata Walikota. Ide ini muncul dua tahun yang lalu, semula direncanakan semacam adopsi, yaitu para pejabat mengangkat anak dan membiayai pendidikan putra-putri "si rendahan". Belakangan terpikirkan, pelaksanaannya sulit. Maka dipilih bentuk sekarang yang lebih sederhana. Yang penting, menurut Rusmana, Ketua Korpri Unit Pemda Kodya Bandung, "yang kuat menolong si lemah." Di Pemda Kodya Bandung terdapat 3.400 pegawai gol. I, tapi dana baru tersedia hanya untuk 21 anak. Karena itu dipilih hanya anak-anak yang punya prestasi belajar. Nyatanya repot juga, lima paket Rp 7.500 sebulan per orang untuk SLA sampai sekarang belum terpakai. Rupanya sulit mencari anak upas kantor, tukang angkut sampah, penjaga gudang, dan sejenisnya itu yang sekolah sampai SLA. Thalib, misalnya, baru masuk SD setelah umur 9 tahun itu pun secara sambilan berjaja pisang gnreng dan ubi rebus di sekolah. lnak itu masih beruntung dibandingkan dengan 4 kakaknya yang tak lagi bersekolah. Ayahnya, Soepardi, penjaga gudang kotamadya, meninggal 3 tahun lalu tanpa pensiun. Sang ibu, Ny. Onih berjualan ubi dan pisang rebus menghidupi anak-anaknya. Beruntunglah Thalib terpilih. Sejak kelas 1 ia menonjol dalam pelajaran. "Saya rajin belajar karena ingin jadi montir," katanya. Yang lain, Diat (murid kelas 2 SD Cikadut), tahun lalu malah juara kelas. Ayahnya hampir mencabut Diat dari sekolah, karena "tak ada biaya," ujar pcgawai yang menjaga kuburan Cina di Cikadut, Bandung. Honornya Rp 21.700 per bulan. Sri Rahayu, meski anak pegawai gol. 1, tahun ini bisa kuliah di IKIP Bandung. Ayahnya, Tjutju, montir mobil di bengkel Pemda. "Sekarang saya tak minta ongkos colt lagi dari ibu," kata Sri Rahayu yang dibiayai Korpri Rp 10.000 sebulan. Pihak penyumbang pun rupanya gembira. "Sumbangan itu tak memberatkan kami," ujar Oekasah Soehandi, Kabag Umum Kodya Bandung. Makanya, kata Husen, bea siswa itu akan diteruskan selama anak-anak itu bersekolah dengan baik. "Mana tahu, di antara mereka nanti ada yang jadi walikota." Dan Walikota Bandung itu tertawa lebar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus