Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berkat Dukungan Kiai

Upaya menggeser kedudukan abdurrahman wahid yang diprakarsai mahbub junaidi pada munas dan konbes nu di cilacap gagal. achmad siddiq dan ali ma'shum tak setuju. forumnya kurang tepat.

28 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUNAS dan Konbes NU sudah lebih sepekan usai, tapi Mahbub Djunaidi tampak masih menyimpan kesal. "Saya merasa dikhianati oleh para kiai," ujar Wakil ketua II PB NU itu pekan lalu. Dia menganggap para mustasyar (penasihat) NU tidak konsisten pada pendirian semula: memutasikan Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PB NU, dari Tanfidziah (eksekutif) ke Syuriah, lembaga legislatif NU. Menurut dia, Kiai As'ad Syamsul Arifin, misalnya, semula bukan saja menginginkan Abdurrahman Wahid dimutasikan, tapi malah menghendaki Ketua PB NU itu dipecat. Semua itu karena pernyataan-pernyataan Abdurrahman Wahid yang dinilai "menyeleweng": anjuran mengganti assalamualaikum dengan selamat pagi, siang, atau sore. Kemudian tak perlu pendidikan agama di sekolah-sekolah. Karena itulah 30 Oktober yang lalu Mahbub khusus dipanggil Kiai As'ad ke Situbondo. Kata Mahbub, ia bisa meyakinkan kiai besar NU itu agar Gus Dur, panggilan Abdurrahman Wahid, cuma dimutasikan. Tidak dipecat sebab bisa menimbulkan keguncangan. Segalanya pun sudah direncanakan dengan rapi. Melalui Munas dan Konbes di Cilacap 15-18 November akan diusahakan adanya muktamar luar biasa guna memutasikan Gus Dur. Tapi sebelum Munas dan Konbes tadi, Kiai As'ad menganggap perlu diadakan pertemuan mustasyar. Kiai itu ingin agar usaha menggeser Gus Dur itu merupakan sikap mustasyar sebagai lembaga bukan perorangan. Mahbub ditugasi mengundang anggota mustasyar yang lain menghadiri pertemuan yang direncanakan pada 7 November di rumah K.H. Mujib Ridlwan di Surabaya. Ternyata, pertemuan cuma dihadiri tiga mustasyar. Imron Rosjadi, Kiai Masykur, dan Kiai As'ad sendiri. Empat lainnya tak datang dengan bermacam sebab. Idham Chalid sakit, Anwar Musaddad terpaksa berangkat untuk suatu keperluan ke Brunei. Yang jelas tak mau datang adalah Kiai Haji Ali Ma'shum. Karena itu, menurut Mahbub, pertemuan gagal. Meskipun demikian, karena merasa sudah mendapat dukungan para mustasyar, terutama Kiai As'ad, Mahbub melemparkan masalah itu di Munas Cilacap. Anehnya, katanya, Kiai As'ad yang tak bisa hadir mengirimkan surat yang isinya sama sekali tak menyinggung muktamar luar biasa. "Itu saya anggap tidak konsisten pada pendirian semula," kata Mahbub. Akhirnya, begitulah yang terjadi: kedudukan Abdurrahman Wahid tak terguncang. Usul Mahbub mengenai "Khittah Plus" juga tak mendapat sambutan luas Munas dan Konbes memutuskan bahwa tetap berpegang pada Khittah 19 Mengapa usaha menggusur Gus Dur gagal, meski sejumlah tokoh utama NU termasuk Kiai As'ad, Kiai Masjkur, dan Imron Rosjadi -- semula sudah sepakat? Tampaknya, terutama karena sikap Rais Am Kiai Achmad Siddiq dan bekas Rais Am Kiai Ali Ma'shum-lah, usaha menggeser Gus Dur gagal. Kiai Ali Ma'shum, misalnya, secara tegas menolak hadir dalam pertemuan 7 November di Surabaya. "Saya memang sengaja tidak datang, karena kabarnya pertemuan itu akan membahas masalah-masalah yang tidak ada kaitannya dengan keputusan Muktamar dan agenda Munas 1987 di Cilacap, melainkan masalah mutasi Abdurrahman Wahid," katanya pada TEMPO pekan lalu. Menurut Kiai Ali Ma'shum, ia tidak setuju usaha penggeseran terhadap Abdurrahman Wahid, sebab forumnya tidak tepat. "Lebih-lebih di saat menjelang Sidang Umum MPR ini penggeseran itu dapat menimbulkan gejolak di kalangan warga NU," ujarnya. Sebuah sumber menyebutkan, menjelang Munas Cilacap, sebenarnya Kiai As'ad telah sampai di Yogyakarta. Namun, ia ditemui oleh Kiai Siddiq dan Kiai Ma'shum, yang memberi tahu bahwa di Cilacap nanti soal mutasi terhadap Abdurrahman Wahid tidak akan dibicarakan. Konon itu yang menyebabkan Kiai As'ad pulang kembali ke Situbondo dan urung hadir di Cilacap. Ia cuma mengirimkan surat, yang dibacakan di depan Munas, yang berpesan agar Munas dan Konbes tetap berpegang pada keputusan Munas dan Muktamar Situbondo. Kiai Achmad Siddiq mengakui, menjelang Munas Cilacap ia memang pernah mengadakan pertemuan dengan Kiai As'ad. "Tapi pertemuan itu bersifat konsultasi dan tidak menghasilkan suatu kesepakatan atau keputusan," tuturnya. Masalah yang dibicarakan, antara lain, acara munas. "Tapi tentang materi Munas tidak kami singgung". Bagaimanapun, kedudukan Abdurrahman Wahid kini "aman", setidaknya untuk sementara. Namun, itu tidak berarti bahwa para kiai yang kini mempertahankannya akan tetap mendukungnya. Tampaknya, mereka masih memendam rasa terhadap Abdurrahman Wahid. Ketika ditanya TEMPO tentang pandangannya terhadap cara Gus Dur memimpin NU, Kiai Achmad Siddiq menjawab, "Saya anggap Gus Dur sudah cukup baik. Walaupun kadang-kadang." Kadang-kadang bagaimana? "Ya ..., begitulah," sahutnya. Tapi mengapa Abdurrahman Wahid melemparkan pendapat-pendapat "aneh" itu? "Itu 'kan saya ungkap sebagai pendapat pribadi dan tidak bermaksud untuk membingungkan umat," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus