Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wihaji mengatakan target prevalensi stunting sebesar 18 persen pada tahun ini. Saat ini angka stunting di Indonesia masih tergolong tinggi dengan prevalensi sebesar 21,5 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan editor: BKKBN Bertekad Turunkan Angka Stunting Pada 2025
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Berdasarkan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) 18 persen, kami ikhtiarlah. Tentu saya akan mengerjakan semua itu semampu saya," kata Wihaji saat ditemui di kantor BKKBN, Jakarta Timur, Rabu, 15 Januari 2025.
Angka 18 persen yang disebutkan oleh Wihaji merupakan penurunan dari target sebelumnya, yaitu 14 persen pada 2024. BKKBN, kata Wihaji, akan bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional atau BGN untuk menurunkan angka stunting ini lewat program Makan Bergizi Gratis. Program tersebut akan menyasar ibu hamil, batita, dan balita yang rencananya dilaksanakan pada 20 Januari 2025.
Selain itu, Wihaji juga menyiapkan program bernama Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting. Ia menjelaskan bahwa program ini telah melibatkan sekitar 7.000 orang yang berperan sebagai orang tua asuh. Wihaji juga mengklaim BKKBN telah membantu sekitar 34.000 anak asuh.
"Salah satunya tadi kita punya Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting yang tidak mengganggu APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," kata Wihaji.
Program ini tidak menggunakan APBN karena pelaksanaannya dilakukan secara langsung tanpa perantara, dengan melibatkan masyarakat. Hubungan yang terjalin pun langsung antara penerima manfaat dan orang tua asuh.
Ia menuturkan telah mengantongi data mengenai keluarga risiko stunting atau KRS. Ia juga mengatakan bahwa pihaknya tengah melakukan monitoring terhadap program tersebut dan berencana menyusun standar operasional prosedur (SOP) untuk mempermudah pelaksanaan program pada masa mendatang.
"Karena sudah 1 bulan lebih kami monitoring, kami evaluasi, dan kami bikin SOP yang nanti mempermudah dan memperlancar program tersebut," kata dia.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno mengatakan akan memperhatikan pembangunan infrastruktur termasuk air bersih dan sanitasi yang baik untuk menurunkan angka stunting.
"Kesehatan masyarakat membutuhkan air bersih dan sanitasi yang baik. Kalau kita tidak memperbaiki sanitasi dan air bersih, maka kita akan kesulitan menurunkan stunting. Ini bukan hanya soal asupan gizi, tetapi juga tentang infrastruktur," ujar Pratikno dalam keterangan resminya, Selasa malam, 14 Januari 2025.
Di tingkat Asia Tenggara, hanya Timor Leste yang memiliki prevalensi stunting lebih buruk daripada Indonesia. Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Betta Anugrah, mengatakan pada 10 tahun pemerintahan sebelumnya, yaitu Presiden ketujuh Joko Widodo, prevalensi stunting menurun dalam jumlah yang cenderung lambat. Untuk 2024 saja hanya turun 0,1 persen.
Betta menilai penyebab rendahnya rata-rata penurunan prevalensi stunting karena penggunaan anggaran yang tidak tepat. Dia mengatakan penanganan stunting di banyak daerah bersifat insidental dan tanpa audit data yang konsisten.
Dia mengatakan sebagian besar anggaran penanganan stunting digunakan untuk membereskan masalah di hilir. Padahal, kata dia, stunting merupakan persoalan yang disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari kemiskinan ekstrem hingga akses yang sulit terhadap pelayanan kesehatan.
Nandito Putra berkontribusi dalam tulisan ini.