Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan evakuasi korban hilang akibat likuifaksi di Desa Jono Oge, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah masih terkendala ketiadaan alat berat eskavator jenis ampfibi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Di sana perlu eskavator amfibi karena lumpurnya basah, belum kering semua," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di kantornya, Jakarta, Ahad, 2 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Sutopo, luas wilayah yang terdampak likuifaksi di Jono Oge seluas 202 hektar. Proses melunaknya tanah akibat gempa itu menghancurkan 366 rumah dan ditaksir merusak 168 unit rumah lainnya.
Sutopo mengatakan dibandingkan dengan luas areal terdampak dan jumlah rumah rusak, jumlah korban yang ditemukan tergolong sedikit, yakni 33 orang tewas. Menurut dia, ketiadaan alat berat amfibi menyebabkan jumlah korban yang berhasil dievakuasi lebih sedikit. "Kondisi lumpur yang basah menyulitkan tim gabungan untuk mengevakuasi korban," kata dia.
Ia pun memperkirakan tim evakuasi membutuhkan sedikitnya enam eskavator jenis amfibi untuk mempercepat proses pencarian korban di kawasan tersebut. Tim, kata dia, berlomba dengan waktu karena target evakuasi korban harus selesai pada 11 Oktober 2018. "Evakuasi ditargetkan rampung pada 11 Oktober sesuai dengan masa tanggap darurat bencana," kata dia.
Desa Jono Oge di Kabupaten Sigi merupakan salah satu daerah yang terdampak fenomena likuifaksi. Sampai Ahad kemarin, tim evakuasi dari TNI menyebut kawasan tersebut masih terisolir.