Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT mengungkapkan adanya perubahan aksi teror yang kini cenderung “lembut” dalam melakukan aksinya. Kepala BNPT Komisaris Jenderal Mohammed Rycko Amelza Dahniel mengatakan, aksi-aksi teror sebelumnya cenderung serangan fisik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, aksi para teroris kini mengalami perubahan dengan memilih generasi muda sebagai target. Perubahan tersebut terjadi ketika di Indonesia tidak mengalami serangan teror sejak 2023. “Terjadi shift of paradigm, shift of approach, dari hard attack berubah menjadi soft attack,” kata Rycko dalam rapat bersama Komisi III DPR di Gedung DPR Senayan, Jakarta, pada Kamis, 27 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Rycko, tokoh-tokoh intelektual di balik sel teroris kini paham bahwa Indonesia tidak dapat dihancurkan melalui serangan terbuka. “Serangan bom jegar-jeger di beberapa kota, di beberapa tempat tidak menggoyahkan rakyat Indonesia,” ujar perwira polisi yang ikut melumpuhkan gembong teroris Dr Azhari itu.
BNPT saat ini berfokus mendalami kenaikan angka radikalisasi di Indonesia. Hasilnya, kata Rycko, memang ada kenaikan angka intoleransi atau proses perubahan seseorang menjadi intoleran. “Meskipun serangan di atas permukaan nol, di bawah permukaan terjadi peningkatan proses radikalisasi,” ujar Rycko. Sel-sel teroris kini menjadikan perempuan, anak-anak, dan remaja menjadi sasaran proses radikalisasi.
Rycko juga menyebutkan ada beberapa indikator yang menunjukkan tren peningkatan konsolidasi dan radikalisasi yang dilakukan sel-sel teroris. Di antaranya terlihat dari banyaknya penangkapan pelaku terorisme meski tak ada serangan. Jumlah penangkapan itu dia sebut meningkat dari sebelumnya. “Penyitaan barang bukti senjata api, senjata tajam, jumlahnya jauh lebih besar,” ucap Rycko.
Selain itu, ada juga peningkatan pengumpulan dana atau fundraising yang dilakukan sel-sel teroris. Rycko mengatakan mereka menggunakan berbagai momentum untuk melakukan kegiatan pengumpulan dana. Contohnya, ucap dia, penggunaan kotak-kotak sumbangan yang mereka sediakan di berbagai tempat. “Terjadi peningkatan fundraising atau pendanaan, pengumpulan dana-dana dengan meminta sumbangan dititipkan di masjid, di musala, bahkan ditaruh di persimpangan lampu merah pun jadi,” kata Rycko.
Pilihan Editor: