Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Brankas dan Harta Sri Sultan

12 almari dan brankas milik almarhum HB IX dibuka di hadapan putra-putrinya. GPH Prabukusumo menyebutkan 3 kategori harta peninggalan sultan. Perhiasan yang diberikan kepada Nindyokirono bisa diambil kembali.

19 November 1988 | 00.00 WIB

Brankas dan Harta Sri Sultan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
APA isi almari besi dan brankas di kamar kerja Almarhum Sri Sultan di Jalan Prapatan 42, Jakarta? Desas-desus pun berkecamuk sejak Jumat 4 Nopember lalu, setelah kedua almari itu tak bisa dibuka karena kuncinya tak ditemukan. Hari itu setelah berlangsung pertemuan khusus antara K.R.Ay. Nidyokirono dan para putra-putri Sri Sultan di bekas kantor Sultan itu, dilakukan pembukaan ruang kerja Sultan. Ruang itu disegel para putra Sultan begitu berita wafatnya Sultan di Amerika mereka dengar. Saat itu, kunci-kunci almari di ruangan itu dibawa oleh Ny. Nidyokirono, yang mendampingi suaminya ke AS. Ada 12 almari dan brankas di ruang kerja itu. Sepuluh bisa dibuka, tapi yang dua tidak. Ada dugaan, brankas abu-abu berukuran tinggi 75 cm dan lebar 40 cm yang tak bisa dibuka itu boleh jadi berisi "wasiat" mendiang Sultan tentang siapa calon penggantinya. Namun, dugaan itu nampaknya tidak beralasan, sebab hampir bisa dipastikan, Almarhum tidak meninggalkan testamen semacam itu. Kepastian isinya tentu baru bisa diketahui Selasa pekan ini, saat almari dan brankas misterius itu dibuka. Masalahnya, Minggu siang 14 November lalu, hampir semua putra-putri Sri Sultan berkumpul di Gedung Kuning, Keraton Yogyakarta. Menurut G.P.H. Prabukusumo, salah seorang putra Sultan, kepada TEMPO, hanya 6 orang yang tidak hadir. Turut ada di sana ketiga janda Sultan, yakni K.R.Ay. Pintoko Purnomo, K.R.Ay. Hastungkoro, dan K.R.Ay. Nidyokirono. Pertemuan keluarga yang dimulai pukul 9.30 pagi itu baru berakhir pukul 2.00 siang, ketika Yogya diguyur hujan lebat. Acara utamanya adalah membuka seluruh isi lemari yang ada di Gedung Kuning yang semuanya ada 15 buah. Tapi hanya 11 lemari yang ada kuncinya, sedangkan yang emapt harus dibuka paksa oleh tukang kunci panggilan. Rupanya Sultan termasuk penggemar fotografi. Lemari-lemari itu, menurut Hadikusumo, berisi antara lain kamera, setumpuk album foto, sejumlah kunci, surat-surat pribadi dan dinas, serta perhiasan emas berlian. Tak ada wasiat Sultan di antara benda-benda itu. "Yang menyimpan perhiasan ditetapkan Kanjeng Ibu Pintoko," ujar Hadikusumo, menyebut ibu kandungnya. Barang-barang lain tetap ditempatkan di Gedung Kuning. Dari sejumlah anak kunci yang diketemukan, boleh jadi, dua di antaranya adalah kunci pembuka lemari dan brankas di Jalan Prapatan 42 Jakarta Pusat. Boleh jadi pewarisan harta Sultan bakal panjang. Prabukusumo mengatakan, harta kekayaan peninggalan Sri Sultan dibagi atas tiga kategori. Yang pertama adalah harta kekayaan milik Keraton yang berupa pusaka dan bangunan Keraton sendiri. Yang kedua, menurut Prabukusumo lagi, benda-benda yang berguna untuk kelangsungan hidup Keraton. Ia menyebutkan salah satu dari itu misalnya pabrik gula Madukismo yang ada di Yogya. "Harta jenis pertam dan kedua itu tidak diwaris," ujar Prabukusumo. Sedangkan jenis ketiga adalah harta kekayaan pribadi Sri Sultan. Itu adalah benda-benda yang dibeli dengan uang yang diambil dari kocek Sri Sultan sendiri. Harta golongan ketiga inilah yang dibagi-bagikan di antara para ahli waris. Tentang harta inventaris Keraton, nampaknya tidak akan ada persoalan. Yang akan jadi persoaln rupanya adalah harta kekayaan yang "dihibahkan" Sri Sultan kepada isteri kelimanya, K.R.Ay. Nidyokirono. Surat kabar Buana Minggu, yang menanyakan hal itu kepada pengacara M. Assegaf, S.H., mendapat jawaban bahwa UU model Barat maupun Islam membatasi pemberian seorang suami kepada isterinya yang paling dicintainya sekalipun. Pengacara itu mengatakan pula, pusaka dan periasan yang telah dihibahkan kepada Nidyokirono seyoyanya dikembalikan lagi. Kalau itu tidak diturut, Keraton bisa menuntut, dan kalau itu pun gagal, pemerintah bisa turun tangan. Heddy Lugito, I Made Suarjana (Yogyakarta), A. Dahana (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus