Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bukan basa-basi politik

M. saleh khalid, 27, diluar dugaan terpilih sebagai ketua umum pb hmi pada kongres padang. wawancara tempo dengannya, tentang persyaratan duduk sebagai ketua, perpecahan hmi, pandangannya terhadap perguruan tinggi, dst.(nas)

12 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMANYA muncul mendadak. Tapi kongres memilihnya sebagai ketua baru, mengalahkan dengan telak nama-nama yang sudah dicalonkan lebih dulu. "Saya memang baru didekati sehari sebelum pemilihan," kata Ir. M. Saleh Khalid, 27, tentang terpilihnya ia dengan suara terbanyak menjadi Ketua Umum PB HMI yang baru. Datang ke Kongres di hari kelima, tiga hari menjelang berakhir, dan menang, memang "mengagetkan". "Saya tidak menduga sama sekali Saleh akan ikut pemilihan ketua," kata Harry Azhar Aziz, bekas ketua, yang digantikan Saleh. Namanya tak disebut-sebut dalam bursa ketua, baik di luar maupun di dalam Kongres. "Saya yang orang dalam saja tidak tahu ...," tambah Harry tentang bekas lawannya di pemilihan Kongres Medan 1983. Misterius? "Tidak. Ini hasil sebuah proses," jawab Saleh dalam wawancara dengan TEMPO, Senin pekan ini. Tampil dengan baju batik cokelat berpotongan safari, bersepatu sandal, Manajer Riset di Pusat Pengembangan Agribisnis yang merupakan lembaga swasta itu menyebut semula tak berniat menjadi ketua. Tapi, beberapa cabang, katanya, mendesaknya untuk tampil. "Saya tak menghitung berapa cabang, dan dari mana saja. Kalau saya menghitung-hitung, 'kan kelihatan saya ingin betul tampil," kata sarjana lulusan IPB (1983) ini. Tapi, menurut Mahmudah, utusan HMI Cabang Bogor, adalah Saleh sendiri yang memanggilnya. Itu terjadi, tengah hari, Senin 31 Maret, persis ketika malamnya pemilihan berlangsung. Saleh bertanya perihal kekuatan calon-calon yang maju. Waktu itu ada tiga nama: dr. Abidinsyah Siregar (Ketua Umum Badko Sum-Ut), Jayadi Kamrasyid (Ketua Umum Badko Ja-Bar), serta M. Yamin Tawary (Ketua PB HMI lama). Tapi suara mulai mengkristal kepada Abidin. Saleh lantas mengungkapkan keinginannya untuk tampil. "Saya ini masih mahasiswa Mud," ujar Saleh, bekas Ketua HMI cabang Bogor, pada Mahmudah, adik kelasnya di IPB, dan pernah tinggal seasrama. "Kamu bisa mempersiapkan dalam dua jam," kata Saleh pula. Begitulah, dengan digerakkan oleh cabang Bogor, "digaraplah" cabang Semarang, Jember, Aceh, dan delapan cabang lagi dari Indonesia Timur. "Dengan duabelas cabang cukup untuk mencalonkan Saleh," kata Mahmudah. Tapi mengapa Saleh mendadak menang? Yang jelas, akibat sikap main pecat karena asas tunggal, cukup deras suara menolak pengurus lama dipilih kembali. Inilah yang menimpa calon Yamin Tawary, salah seorang ketua di masa kepemimpinan Harry. Adapun Jayadi Kamrasyid, tak mendapat pasaran, karena ia, selaku Ketua Badko HMI Ja-Bar, mendukung beleid Harry yang memecat Abdul Choliq Wijaya sebagai Ketua Umum HMI Cabang Bandung. Dan calon kuat Abidinsyah Siregar? Di tengah malam pemilihan itu, penggemarnya melorot, ketika dipersoalkan jabatannya selaku Ketua Dewan Pertimbangan DPD KNPI Sum-Ut. "Kekecewaan terhadap beberapa hal memungkinkan nama baru menjadi terpilih," kata Harry. "Saya memang menjagokan Saleh," kata Akbar Tanjung, bekas Ketua Umum PB HMI, dan kini Wakil Sekjen Golkar. "Sikap pribadi saya pada Saleh ini tidak terlepas dari kedudukan saya di Golkar," katanya pula. Golkar, memiliki konsepsi nasional, "Dan saya bertanggung jawab mensosialisasikannya di HMI, seperti Cosmas Batubara di PMKRI." Adalah Akbar pula, yang membelikan tiket bagi Saleh berangkat ke Kongres Padang. Adakah Saleh hasil "dropping"? Berikut ini petikan wawancara A. Luqman dari TEMPO, mulai soal tiket sampai berbagai hal aktual: Soal tiket itu soal teknis. Nggak usah diungkit-ungkitlah. Selain saya, ada beberapa lagi yang mendapat tiket dari Bang Akbar. Soal ini bisa diasosiasikan macam-macam. Saya ini betul-betul independen. Ke KNPI saja saya tak berminat. Anda telah dua tahun lebih lulus IPB. Bukankah Anda tak memenuhi syarat lagi duduk di PB? Saya masih mahasiswa di Institut Pengembangan Manajemen Indonesia. Lulusannya bergelar M.B.A. Tapi itu 'kan bukan universitas, dan belum diakui Departemen P & K. Jangan, jangan itu diperbincangkan lagi. Saya terpilih karena arus bawah. Jadi, kalau hal itu Anda permasalahkan, ya, tanyakan saja pada peserta Kongres yang telah memilih saya. Saya 'kan hanya menerima amanat Kongres. Itu saja. Apa yang akan Anda lakukan untuk menyelesaikan perpecahan, seperti munculnya Majelis Penyelamat Organisasi dan bikin PB tandingan? Saya akan melakukan pendekatan yang baik, dan membuka dialog. PB tandingan itu tak akan pernah terjadi. Saya tidak melihatnya sebagai keretakan, tapi lebih sebagai dinamika. Itu biasa dalam sebuah organisasi pemuda. Saya akan melakukan konsolidasi, lebih berpikir ke depan, dengan pendekatan yang lebih intelektual sifatnya. Sebab, HMI menghadapi masalah-masalah besar. Misalnya? Menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas, betul-betul bersifat substantif. Bukan penerimaan yang formalistis, apalagi basa-basi politik. Masalah yang terpikirkan sekarang: Apa implikasi operasionalnya? Selain itu, bagaimana nilai-nilai dasar perjuangan HMI, yakni Islam, dikembangkan terutama untuk membentuk pribadi Muslim yang takwa. Juga masalah bagaimana mengembangkan organisasi yang efisien, efektif, serta produktif. Ini penting, agar penghayatan nilai-nilai Islam, serta potensi intelektual di HMI dapat terwujud secara lebih nyata. Pandangan Anda mengenai perguruan tinggi? Saya melihat ada rutinitas di kalangan akademisi. Tugas pendidikan, misalnya, mereka jalankan lebih berat ke pengajaran. Padahal, itu hanya satu unsur saja dalam pendidikan. Sebab, pengajaran hanya menyangkut aspek kognitif. Sedang pendidikan yang utuh meliputi kognitif, afektif, dan psikosoterik. Penelitian juga terkena rutinitas terjebak pada terapan dan pesanan. Para akademisi kurang kontemplatif, dan dalam kondisi seperti ini, sulit membayangkan tumbuh pikiran-pikiran besar. Di bidang pengabdian masyarakat? Selama ini, hanya diasosiasikan dengan KKN. Padahal, KKN dilaksanakan sekadar memenuhi tugas kurikuler belaka. Idealnya, pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat bertumpu kepada komitmen kemasyarakatan. Terutama masyarakat yang masih miskin, terbelakang, dan bodoh. Sumbangan HMI untuk yang terakhir ini? HMI mempunyai potensi akademis, teknokratis, dan memiliki peluang memberi nilai tambah agar kalangan perguruan tinggi memiliki komitmen pada arus bawah. Kami ingin mengatakan bahwa pemilikan ilmu pengetahuan dan teknologi itu mempunyai fungsi sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus